Karakter tidak bisa diwariskan, karakter tidak bisa dibeli dan
karakter tidak bisa ditukar. Karakter harus DIBANGUN dan DIKEMBANGKAN
secara sadar hari demi hari dengan melalui suatu proses yang tidak instan[1].
Karakter bukanlah sesuatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat diubah lagi
seperti sidik jari.Dalam tataran teori, pendidikan karakter sangat menjanjikan
bagi menjawab persoalan pendidikan di Indonesia. Namun dalam tataran praktik,
seringkali terjadi bias dalam penerapannya. Tetapi sebagai sebuah upaya,
pendidikan karakter haruslah sebuah program yang terukur pencapaiannya.Manusia
adalah faktor penting dalam menciptakan kehidupan yang baik. Kehidupan yang
baik dan sejahtera itu dapat dibentuk dan diciptakan. Pertanyaannya bagaimana
membentuknya dan apa sumber publikasinya?.
Dari pertanyaan tersebut di atas, penulis membagi dalam lima
kelompok lingkunga pendidikan. Adapun lima kelompok tersebut yaitu Keluarga,
Sekolah, Kampung, Perkumpulan Pemuda dan Lingkungan negara[2].
Adapun cara pembentukan dan sumber publikasinya adalah :
-
Keluarga
Dalam dunia
pendidikan karakter, peranan keluarga sangat dominan karena disinilah tempat
pertama kali manusia mengenal tentang siapa dirinya sendiri dan siapa pula
orang yang berada disekitarnya. Cara pembentukan karakter ini juga dijelaskan
dalam tafsir al-Misbah Karya Prof. Quraish Shihab sebagaimana Luqman menasihati
kepada Anaknya yaitu “Berkatalah Yang lembut ketika mengajarkan amar’ ma’ruf
supaya sampai pada tingkat kesalehan”[3].
Darihal tersebut, sosok Luqman sebagai orang tua mencoba menerapkan tingkah
/ amal yang bijak kepada anaknya supaya anaknya sanggup menerima apa yang
disampaikan tanpa adanya keterpaksaan maupun keberatan.
Sumber
publikasi yang nantinya dapat diterapkan oleh anak ketika sudah menerima
perlakuan yang manusiawi oleh anak adalah pada lingkungan keluarga itu sendiri
dan nantinya berkembang melalui pergaula. Perilaku anak akan nampak jelas
ketika sudak berbenturan dengan lingkungan kecil diluar keluarga. Jika anak
dapat bereran maksimal seperti ajaran karakter yang dikenalkan pada keluarga
maka pendidikan keluarga sebagai media membangun karakter anak dapat tergolong
berhasil, namun jika sebaliknya maka perlu adanya pantauan khusus oleh keluarga
atau dengan menanyakan tentang kegiatan apa saja yang kerap kali dilakukan
diluar lingkungan keluarga. Memantau atau mengawasi anak ketika sudah berada di
luar lingkungan keluarga sangatlah penting karena berbedaya budaya luar
lingkungan keluarga jika seorang anak belum bisa memahami maka akan bersikap
“kurang wajar”.
-
Sekolah
Dunia
pendidikan terkonsep ini merupakan bagian terpenting pemerintah. Untuk dapat
membentuk generasi yang sehat dan dapat berpacu dengan tuntutan zaman maka
sekolah sebagai media pembentukan karakter “bangsa” sangat perlu dibentuk
menejemen sekolah melalui kurikulum yang dapat menumbuhkan nilai-nilai karakter
yang sudah diwariskan oleh leluhur maupun sebagai cita-cita pendidikan secara
nasional.
Pembentukan
karakter di sekolah terpaku oleh kurikulum, maka dari itu pemerintah yang
memiliki kepentingan khusus untuk pembentukan karakter melaui media sekolah
melalui Integrasikan ke dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) pada setiap Mata
pelajaran, Pembiasaan dalam kehidupan keseharian di satuan pendidikan Artinya
dengan menciptakan budaya sekolah yang berkarakter baik, Integrasi ke dalam
kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka, Olah Raga, Karya Tulis, Penerapan pembiasaan kehidupan keseharian di
Rumah sama dengan di Satuan Pendidikan.
Disamping itu,
metode implementasi pendidikan karakter dalam keseharian di sekolah “penting”
diwajibkan melalui Keteladanan, Kegiatan Spontan, saat guru mengetahui
sikap/tingkah laku peserta didik yang kurang baik, Teguran atau nasehat, Cerita
/ kisah teladan, Pengkondisian lingkungan, penyediaan tempat sampah, jam
dinding, slogan-slogan mengenai karakter yang mudah dibaca oleh peserta didik,
dan aturan/tata tertib sekolah yang ditempelkan pada tempat yang strategis,
Kegiatan Rutin, berbaris masuk ruang kelas untuk mengajarkan budaya antri,
berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan salam bila bertemu dengan
orang lain, dan membersihkan ruang kelas tempat belajar.
Dampak yang
terjadi ketika pendidikan karakter ini diterapkan secara utuh disekolah maka
terciptalah bangsa yang memiliki karakter karena generasinya sudah dikenalkan
dengan karakter. Hasil terahir sebagai tolak ukur kesuksesan pendidikan
karakter disekolah adalah kecerdasan dan kejujuran dalam bernegara.
-
Kampung
Penerapan awal
dalam sebagai pembuktikan karakter adalam pada lingkunga kampung. Lingkunag
inilah yang dijadikan media pulikasi atas pendidikan karakter keluarga maupun
di sekolah. Dalam maasyarakat kampung, untuk membangun karakter kita dapat
memperkokoh jati diri dan ketahanan masyarakat. Nilai-nilai gotongroyong dan
kesanggupan bersosial dilingkungan ini sangat riskan dengan benturan karena
adanya perbedaan dilingkup kecil.
Membangun
pendidikan karakter di kampung sama halnya membangun kekokohan kearifan lokal. Budaya-budaya yang muncul di
lingkup negara sudah pasti terlahir dari kebiasaan masyarakat kampung.
Sumbangsih kebudayaan masyarakat kampung sangatlah tinggi dalam bidang budaya
maka dari itu kelompok masyarakat dilingkup ini harus dapar melahirkan
kebudayaan yang memiliki nilai-nilai pendidikan karakter dengan tujuan budaya
yang muncul dilingkup nasional memiliki ciri khas yang “normal” karena adanya Filterisasi
dari lingkup bawan. Pendidikan disini menjadi meia untuk berproses dalam
pemberian dan dan penyediaan ruang ebersamaan bermasyarakat.[4]
Dalam konteks
tersebut di atas, kearifan lokal menjadi relevan. Anak bangsa dinegeri ini
sudah sewajarnya diperkenalkan dengan lingkungan yang paling dekat didesanya,
kecamatan, dan kabupaten, setelah tingkat nasional dan internasional.
Melaluipengenalan lingkungan yang paling kecil, maka anak-anak kita bisa
mencintai desanya.Apabila mereka mencintai desanya mereka baru mau bekerja di
desa dan untuk desanya.Kearifan lokal mempunyai arti sangat penting bagi anak
didik kita. Dengan mempelajarikearifan lokal anak didik kita akan memahami
perjuangan nenek moyangnya dalamberbagai kegiatan kemasyarakatan.
-
Perkumpulan
Pemuda
Dalam
lingkungan masyarakat, pemuda memiliki perahatian besar dalam sisi karakter.
Tingkah / karakter pemuda mutlak dapat menilai kebudayaan yang ada di
lingkungan tersebut. Untuk menata atau mengarahkan kepribadian pemuda maka
perlu adanya pelatihan-pelatihan yang dapat untuk membekali dalam bergaul
maupun menata kehidupannya. Di Indonesia banyak memiliki
perkumpulan-perkumpulan pemuda, baik yang dibina oleh Instansi, lokal maupun
ormas. Semisal di Organisasi kepemudaan Ansor, disitu Bagi suatu bangsa,
karakter di nilai-nilai keutamaan yang melekat pada setiap individu warga
negara dan kemudian mengejawantah sebagai personalitas dan identitas kolektif
bangsa. Karakter berfungsi sebagai kekuatan mental dan etik yang mendorong suatu
bangsa merealisasikan cita-cita kebangsaannya dan menampilkan
keunggulan-keunggulan komparatif, kompetitif, dan dinamis di antara
bangsa-bangsa lain. Manusia Indonesia yang berkarakter
kuat adalah manusia yang memiliki sifat-sifat: religious, moderat, cerdas, dan
mandiri.[5]
Dapat kita
ketahui bahwa Religius : yang dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian taat
beribadah, jujur, terpercaya, dermawan, saling tolong menolong, dan toleran
kemudian moderat yaitu yang dicirikan
oleh sikap hidup yang tidak radikal dan tercermin dalam kepribadian yang
tengahan antara individu dan sosial, berorientasi materi dan ruhani, serta
mampu hidup dan kerjasama dalam kemajemukan, cerdas : yang dicirikan oleh sikap
hidup dan kepribadian yang rasional, cinta ilmu, terbuka, dan berpikiran
maju, mandiri : yang dicirikan oleh
sikap hidup dan kepribadian merdeka, disiplin tinggi, hemat, menghargai waktu,
ulet, wirausaha, kerja keras, dan memiliki cinta kebangsaan yang tinggi tanpa
kehilangan orientasi nilai-nilai kemanusiaan universal dan hubungan
antarperadaban bangsa-bangsa.
-
Lingkungan
Negara
Negara merupakan unsur yang
sangat membutuhkan pendidikan karakter, terutama untuk masyarakatnya. Di
Indonesia ada 18
nilai dalam pendidikan karakter bangsa yang dibuat oleh Diknas.
Mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus
menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam proses pendidikannya. 18 nilai-nilai dalam pendidikan
karakter menurut Diknas adalah[6] :
1.
Religius, Sikap dan
perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama
lain.
2.
Jujur, Perilaku yang
didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.
Toleransi, Sikap dan
tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan
tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4.
Disiplin, Tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.
Kerja Keras, Tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
6.
Kreatif, Berpikir dan melakukan
sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah
dimiliki.
7.
Mandiri, Sikap dan
perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas.
8.
Demokratis, Cara berfikir,
bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang
lain.
9.
Rasa Ingin Tahu, Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat,
dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan, Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air, Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
12. Menghargai Prestasi, Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikatif, Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
14. Cinta Damai, Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
15. Gemar Membaca, Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan, Sikap dan
tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang
sudah terjadi.
17. Peduli Sosial, Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung JawabSikap dan
perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya
dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan
budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Perlu disadari bahwa Indonesia merupakan wilayah kesatuan yang multi-kultural, yang memiliki berbagai ragam budaya. Keragaman
budaya merupakan salah satu kekayaan bangsa ini, yang tidak dimiliki
bangsa-bangsa lain. Bahkan secara konstitusional, baik dalam UUD 1945,
Pancasila maupun dalam prinsip negara bhinneka tunggal ika,
keragaman budaya itu sudah mendapatkan landasannya yang kuat.[7]
Pengakuan
terhadap keragaman budaya itu hampir sama sebangun dengan prinsip
multikulturalisme, yang berdasarkan pada ‘politik pengakuan’ (politics of
recognition), mengakui setiap warga memiliki posisi yang setara satu sama
lain. Tak kurang pentingnya, pengakuan terhadap keragaman itu didasarkan pada
prinsip saling menghormati dan menghargai di tengah berbagai perbedaan yang
ada.
Keragaman
budaya dan multi-kulturalisme di tanahair kita dapat terancam jika
masing-masing entitas dan kelompok budaya hanya mengunggulkan budaya
masing-masing, dan pada saat yang sama kurang atau tidak menghargai budaya
lainnya. Karena itu, penghargaan pada keragaman budaya mesti tidak dipandang
telah selesai atau dibiarkan berkembang dengan sendirinya; sebaliknya justru
harus diperkuat terus menerus melalui berbagai jalur interaksi sosial dan
pendidikan pada berbagai levelnya.
Dalam konteks
itu kita juga mesti memperkuat bangsa Indonesia yang memiliki jati diri dan
ketahanan; berkepribadian dan berkarakter yang tangguh; berpegang teguh pada
nilai-nilai demokratis dan keadaban; menghargai tinggi law and order;
berkeadilan sosial, politik, dan ekonomi; memiliki kesalehan individual formal
dan kesalehan komunal-sosial sekaligus; berkeadaban (civility) dalam lingkup
civil society; menghargai keragaman dan kehidupan multikultural; dan
memiliki perspektif lokal, nasional dan global sekaligus. Daftar ciri-ciri
ideal ini tentu saja masih bisa ditambah lagi.
Keadaban (civility)
ini penting ditekankan. Karena dalam beberapa tahun terakhir masyarakat kita
cenderung semakin kehilangan “keadaban” (civility). Kita menyaksikan
amuk massa; tawuran kini tidak lagi hanya terjadi di lingkungan pelajar dan
kampung, tetapi juga antar mahasiswa—bahkan di lingkungan satu perguruan tinggi.
Merosotnya keadaban ini juga bisa disaksikan pada berbagai kalangan masyarakat
lainnya; sejak semakin meluasnya KKN melalui “desentralisasi” korupsi yang
menumpang desentralisasi dan otonomi daerah. Banyak anak bangsa telah
kehilangan “rasa malu”, sehingga keadabannya hampir tidak terlihat sama sekali.
Jika
penerapan pendidikan
karakter yang di rancang Diknas berjalan
lancar maka potensi negatif yang menjamur di Indonesa akan surut.
Kelompok lingkunga pendidikan di Indonesia Inilah pendidikan karakter
akan bisa berjalan sesuai harapan sekaligus tuntutan dari unsur karakter. Tidak ada satu hal pun yang beranggapan bahwa pendidikan karakter ini
dapat terpenuhi oleh satu lingkungan saja akan tetapi semua terkait untuk
melengkapi, mengembangkan kemudian mengontrol hasil.
[1]
http://www.pendidikankarakter.com/peran-pendidikan-karakter-dalam-melengkapi-kepribadian/
[2]M.
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan PraktisEdisi revisi,(Bandung,
Remaja Rosdakarya : 1994), hal. 111
[3]M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Vol 10, ( Jakarta, Lentera Hati :
2002). Hal, 309
[4]Muji
Sutrisno, Ranah-ranah kebudayaan, (Yogyakarta, Kanisius : 2013), hal.
115
[6] Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran
Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa,
oleh Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, 2010
[7]. http://www.erlangga.co.id/umum/7405-pendidikan-karakter-peran-sekolah-dan-keluarga-.html. Azyumardi
Azra, Disampaikan pada seminar ‘Pendidikan Karakter Teguhkan Pribadi Bangsa’
yang terselenggara atas kerja sama PT Penerbit Erlangga dan Himpunan Mahasiswa
Biologi, FMIPA, UNNES Semarang, Minggu, 23 September, 2012