Sunday 2 June 2013

IMAM AL-GHAZALI, AJARAN dan KARYANYA



A.    BIOGRAFI
Nama lengkapnya adalah Imam Abu Hamid al-Ghazali, dia dilahirkan pada tahun 450 H/1058 M (setelah Dinasti Seljuk merebut kekuasaan di Baghdad), di kampung Gazalah daerah Tus, wilayah Khurasan. Ayahnya bernama Muhammad, dia adalah seorang penenun dan mempunyai toko tenun di kampungnya. Kehidupannya sangat miskin, tetapi dia seorang pecinta ilmu yang taat menjalankan agama. Ayah al-Ghazali meninggal ketika al-Ghazali masih kecil. Al-Ghazali dititipkan di sebuah madrasah yang menyediakan biaya hidup bagi murid-muridnya. Guru al-Ghazali yang utama di madrasah itu adalah Yusuf al-Nassaj, seorang sufi terkenal.
Pada masa kecilnya, al-Ghazali juga belajar pada Ahmad bin al-Razakani (seorang faqih), lalu dia pergi ke Jurjan dan belajar pada Imam Abu Nasr al-Isma’ili. Setelah itu dia kembali ke Tus dan terus pergi ke Naisabur. Di sini dia belajar pada salah seorang teolog aliran Asy’ariyah yang terkenal yaitu Abu al-Ma’ali al-Juwaini, yang bergelar Imam al-Haramain. Di sini al-Ghazali belajar tentang studi teologi yang mendasari diri pada mempelajari al-Qur’an, hadits, dan hukum Islam sesuai madzhab Imam Syafi’i. Beberapa waktu kemudian, al-Ghazali diangkat sebagai dosen di sekolah agama Nizamiyah di Baghdad, tempatnya mengajar teologi dan hukum Islam.
Tahun 1095, al-Ghazali mengalami sejumlah goncangan batin, sebuah krisis spiritual, sebagai akibat dari sikap keragu-raguannya, sikapnya ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam hatinya, yaitu :
1.      Apakah pengetahuan yang hakiki itu?
2.      Apakah ia diperoleh melalui indra atau melalui akal?
Pernyataan-pertanyaan inilah yang pada akhirnya memaksanya untuk menyelidiki kebenaran-kebenaran pengetahuan manusia. Hampir 6 bulan dia terombang-ambing antara dunia dan akhirat. Pada tahun 488 H/1095 M, al-Ghazali pergi ke tanah Syam, kota Damaskus untuk berkhalwat (menghindarkan diri dari segala hiruk pikuk manusia, mengasingkan diri di puncak masjid Jami’ di kota Damaskus). Dia berkhalwat selama 2 tahun.
Setelah mengabdikan diri untuk ilmu pengetahuan, menulis dan mengajar, maka pada usia 55 tahun al-Ghazali meninggal dunia di Kota Tus, pada tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H/19 Desember 1111 M.
B.     AJARAN-AJARAN AL-GHAZALI
Menurut al-Ghazali, orang hanya tertarik dengan ujung-ujung filsafat, tetapi orang tidak menggali sampai pada uratnya. Padahal kalau sekiranya digali sampai ke urat, filsafat tidaklah memperoleh pendirian ketuhanan, tapi hanyalah akan menggoyahkannya. Al-Ghazali menegakkan ilmu Kalam sebagai suatu ilmu. Kata-kata filsafat tidak lagi semata-mata dipinjamnya untuk menguatkan pendiriannya, tetapi telah diperbaikinya dan dijadikannya suatu ilmu yang tahan uji. Ghazali menggabungkan filsafat, lanjutan faham Socrates, Plato, Aristoteles, Zeno, Epicus, Diogenes, Aristippus, dan lain-lain. Al-Ghazali menarik kesimpulan bahwa “filsafat itu ialah mengemukakan akal, tetapi akal itu sendiri tidak senantiasa dapat dipercaya buat sanggup mencapai kebenaran yang mutlak”.
1.       Al-Munqizu Minadh Dhalal
Dalam kitab ini dapat dilihat usaha Ghazali merenungi laut ma’rifat, menari tempat berpegang. Dilukiskannya bagaimana kesan dan perasaannya melihat masyarakat yang ada di sekelilingnya. Dipelajari setiap agama dan mazhab-mazhab yang ada dalam setiap agama, dipelajari pula filsafat.
Empat golongan yang ada dalam Islam mendapat bahasanya yang mendalam.
a. Kaum mutakallimin (ilmu kalam), ahli teologi Islam.
b. Ahli filsafat
c. Kaum batiniyah
d. Kaum sufiyah
Al-Ghazali kagum dengan filsafat, karena dengan filsafat kita bisa mengasah otak, terutama dalam hal ilmu pasti dan ilmu alam (riyadhah dan tabiat). Tetapi setelah sampai pada soal-soal ketuhanan, nyatalah filsafat hanya terawang akal manusia yang tidak senantiasa dapat dipegang. Dia berpendapat bahwa ketuhanan Aristoteles itu bertentangan dengan agama.
Kaum Dahry/kaum materialis memungkiri adanya yang menjadikan alam, dan berkata bahwa alam terjadi sendirinya.
Kaum Naturalis yang meskipun mengakui adanya Yang Maha Bijaksana tetapi memungkiri bahwa manusia akan dibangkitkan lagi sesudah matinya, dan memungkiri adanya hari pembalasan (akhirat).
Kaum filsafat ketuhanan, yang mengakui memang ada Tuhan, tetapi pengetahuan Tuhan itu hanya tentang perkara-perkara besar dan tidak meliputi juz-i (detail).
Kaum batiniah, berpendapat bahwa ilmu yang khusus tidaklah didapat dengan sembarangan saja. Ilmu “yang sejati” hanya dapat diturunkan dari “Imam yang Ma’shum”, yang suci dari kesalahan dan dosa.
Di dalam “al-Munqizu” tidak banyak beliau membicarakan batiniyah. Batiniyah banyak dikupas dalam buku al-Muztazhiri, al-Kisthsil Mustaqim, dan al-Hujjatul Haq.
Kritik yang hebat kepada filsafat ditulisnya pada kitab “Tahafutul Falasifah”.
2.      Tasawuf
Yang sangat menarik al-Ghazali dalam tasawuf ialah latihan-latihan jiwanya. Latihan mempertinggi sifat-sifat yang terpuji (mahmudah) dan menahan dorongan nafsu buat sifat-sifat yang tercela (madzmumah), sehingga menjadi bersihlah hati sanubari. Maka, hati sanubari yang bersih itulah yang dapat mendekati Tuhan, ditambah lagi jika senantiasa dihiasi dengan dzikir, yaitu ingat atau menyebut Allah. Dipelajari dengan seksama perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad saw dan sahabat-sahabatnya yang berhubungan dengan ilmu kebatinan. Bahkan dipelajari pula tarikh kehidupan Nabi Isa al-Masih as dan ditelaahnya kitab-kitab karangan kaum sufiyah, sebagai “Qutbul Qutub” karangan Abu Thalib al-Makki, kitab-kitab karangan al-Harits al-Muhasibi, fatwa dan buah renungan al-Junaidi, al-Syibhi, Abu Bustami, bahkan juga al-Hallaj.
Al-Ghazali menyusun buku “Ihya Ulumuddin” (menghidupkan kembali ilmu agama). Suatu buku yang membahas secara luas berbagai masalah keagamaan. Suatu kesanggupan menghidangkan soal besar dalam bahasa yang mudah, gabungan kejernihan otak dengan perasaan hati yang murni. Satu filsafat yang luhur dari seorang anti filsafat. Suatu jelmaan fikiran tinggi dari seorang yang tidak hanya mengemukakan fikiran. Satu kitab buat menyempurnakan faham tentang rahasia Qur’an, satu sastra yang bukan saja untuk muslimin, bahkan kebenaran untuk dunia. Dalam buku inilah dikawinkan kembali di antara lahir dengan batin di antara fiqhi dengan tasawuf dan ilmu kalam. Semuanya buat satu maksud, yaitu mengokohkan Iman dan Cinta kepada Tuhan Sarwa Sekalian Alam.
3.       Ma’rifat
Ilmu sejati atau ma’rifat menurut Ghazali ialah mengenal Tuhan. Mengenal Hadrat Rububiyyah. Wujud Tuhan meliputi segala wujud. Tidak ada yang wujud, melainkan Allah dan perbuatan Allah. Allah dan perbuatannya adalah dua, bukan satu. Di sinilah al-Ghazali menjelaskan pendiriannya yang berbeda dengan al-Hallaj dan sufi lain yang berkesan. Wujudnya itu ialah kesatuan semesta (wihdatul wujud). Alam seluruhnya ini adalah makhluk dan ayat (bukti) tentang kekuasaan dan kebesaran-Nya.
C.    Karya-karya al-Ghazali
1.      Dalam bidang filsafat
a.      Maqasid al-Falasifah
b.      Tahafut al-Falasifah
c.       Al-Ma’arif al-Aqliyah
d.      Mi’yar al-Ilm
2.      Dalam bidang ilmu kalam
a.      Al-Iqtishad fi al-I’tiqad
b.      Al-Risalah al-Qudsiyah
c.       Qawa’id al-Aqaid
d.      Iljam al-‘Awam ‘an Ilm al-Kalam.
3.      Dalam bidang fiqh dan ushul fiqh
a.    Al-Wajiz
b.     Al-Wasit
c.    Al-Basith
d.     Al-Musthafa
4.      Dalam bidang tasawuf / akhlak
a.       Ihya’ Ulum al-Din
b.      Al-Munqiz min al-Dalah
c.       Minhaj al-‘Abidin
d.      Mizan al-‘Amal
e.       Kimiya al-Sa’adah
f.       Misykat al-Anwar
g.      Al-Risalah al-Laduniyyah
h.      Bidayah al-Hidayah
i.        Al-Adab fi al-Din
j.        Kitab al-Arbain.

5.      Dalam bidang-bidang lain
a.       Yaqut al-Ta’wil fi Tafsir al-Tanzil
b.      Jawahir al-Qur’an
c.        Al-Mustazhiri
d.      Hujjah al-Haqq
e.       Mufassal al-Khilaf
f.        Al-Darj
g.       Al-Qistas al-Mustaqim
h.      Fatihah al-‘Ulum
i.        Al-Tibr al-Masbuk fi Wasihah al-Mulk
j.        Suluk al-Sultanah




DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin, Antara Al-Ghazali dan Kant, Bandung: Mizan, 2002.
Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, cet. 1.
Hamka, Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1994.
Syaikh Fadhialla Haeri, Jenjang-jenjang Sufisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000 cet. 1.

Piye bro kabare ? Esih enak jamanku toh.



Membincang 15 tahun reformasi tidak afdol kalau tidak menyertakan fenomena sosial yang terjadi di sekeliling kita. Misalnya, tulisan-tulisan atau gambar di bak truk atau pantat bus mini yang menggelitik. Bak-bak truk yang identik dengan gambar-gambar seronok, kini mulai mengalami modifikasi. Pesan-pesan yang ingin disampaikan tidak sekadar mencerminkan impuls syahwat, namun sudah menyodok ke pesan-pesan ideologis dan politis.
Paling marak adalah gambar penguasa Orde Baru, Soeharto, dengan kutipan ucapan yang membuat kita mesem. Misalnya, “Esih enak jamanku toh?” (jaman = zaman). Atau “Piye bro kabare? Enak jamanku toh?” (bro = idiom gaul dari kata “brother”).
Banyak lagi bentuk kutipan yang maknanya sama. Satu hal yang menarik, hampir seluruh kutipan itu ditulis dalam bahasa Jawa. Begitu pula pesan-pesan yang dicetak dalam bentuk stiker yang dijual umum. Artinya, pembuat pesan bisa dipastikan orang Jawa. Karena Soeharto adalah orang Jawa, maka ada hubungan genetik dan etnografik antara pembuat pesan dan tokoh yang ditampilkan dalam pesan itu.
Mungkin hanya kebetulan saja kalau si penulis pesan orang Jawa. Lebih penting dari itu adalah makna dari pesan-pesan itu. Penulis pesan ingin menyampaikan perbandingan keadaan masa Orde Baru dengan keadaan sekarang menurut persepsi dan pemahamannya. Pesan itu disampaikan dalam bentuk sindiran. Dalam persepsi sang pembuat pesan, kehidupan di masa Orde Baru ternyata masih lebih baik daripada era reformasi sekarang. Tentu saja, penilaian “lebih baik” itu dalam pemahaman si pembuat pesan.
Kru truk (sopir dan kernet) adalah bagian dari masyarakat kelas bawah. Mereka bersama dengan orang-orang di kelasnya lazim disebut sebagai “wong cilik”. Terminologi “wong cilik” digambarkan sebagai orang-orang yang hidup sederhana, penghasilan mereka hanya cukup untuk pangan-sandang-papan, berpendidikan rendah, dan memiliki pemahaman tentang kehidupan berdasarkan sosialisasi dalam pergaulan.
Kemajuan teknologi informasi membuat pengetahuan mereka tentang politik dan pemerintahan mungkin tidak berbeda jauh dari kelas masyarakat yang lebih tinggi. Akses mereka terhadap media cukup terbuka, terutama media radio, koran, dan televisi. Namun, kepemilikan telepon seluler yang sudah massal memungkinkan mereka bisa mengakses internet sebagai media keempat mutakhir dan paham teknologi digital. Jika asumsi ini benar, maka pesan-pesan verbal yang mereka buat mencerminkan kesimpulan dari pemahaman mereka atas kondisi sosial politik saat ini.
Memahami Reformasi
Pesan-pesan itu bisa direspons beragam oleh orang yang membacanya. Orang bisa setuju atau tidak setuju. Bagi pihak yang setuju, tentu sependapat kalau dalam banyak hal memang kondisi kehidupan sekarang tidak lebih baik daripada era Orde Baru. “Tidak lebih baik” menurut ukuran-ukuran tertentu di mata wong cilik yang berbasis kebutuhan primer. Misalnya, ketersediaan sembako dengan harga murah, stabilitas politik, keamanan, hubungan sosial, dan harmoni.
Bagi pihak yang tidak setuju, tentu punya penilaian sendiri tentang perbandingan kehidupan di masa Orde Baru dan sekarang. Misalnya, kualitas kehidupan tidak bisa diukur dari aspek kebutuhan dasar dan keamanan lingkungan saja. Ada kebutuhan lain yang justru lebih bersifat asasi, misalnya kebebasan. Tamsil tentang kebebasan adalah ilustrasi burung dalam sangkar. Burung pun selalu mendambakan kebebasan. Kalau tidak percaya, bukalah pintu sangkar, maka burung akan cepat menerobos pintu untuk bisa hidup bebas.
Orde Baru yang otoriter dan represif bukanlah impian orang yang mendambakan kebebasan sebagai fitrah kehidupan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada manusia. Juga bukan cita-cita orang yang menginginkan kualitas kehidupan yang lebih tinggi, seperti kecerdasan, kebebasan mengakses informasi, dan mengembangkan diri sesuai kebutuhan asasi setiap manusia. Kebutuhan yang sudah merupakan hak dasar manusia yang dianugerahkan Tuhan lewat Nabi Adam sebagai moyang umat manusia, yakni ketika Adam dengan lancar menyebutkan nama-nama benda sebagai simbol peradaban manusia.
Reformasi adalah proses mewujudkan hak-hak dasar manusia itu secara aktual oleh negara, bukan hanya dalam retorika, seperti Thomas Jefferson di era perbudakan Amerika Serikat (AS) yang berkata “…seluruh manusia diciptakan sama” tapi dia memelihara budak. Reformasi adalah menjadikan supremasi hukum sebagai bagian dari ideologi negara, mewujudkan pemerintahan yang demokratis dengan mengedepankan transparansi dan akuntabilitas, serta memberi kesempatan setiap orang untuk berkembang sesuai kebutuhan sosialnya. Dengan begitu, cita-cita masyarakat yang adil dan makmur bisa dicapai.
Karena itu, reformasi bisa berlangsung panjang lintas generasi, melelahkan, dan berdarah-darah. Sebelum mencapai keadaan seperti sekarang, negara-negara di Eropa dan AS telah melalui reformasi yang berlangsung selama ratusan tahun. Proses reformasi di Eropa berlangsung selama tiga abad dari tahun 1300-1600. Reformasi di AS dimulai sejak abad 18 dan belum selesai hingga sekarang!
Sebelum reformasi, Eropa melewati abad kegelapan hingga Renaissance. Reformasi keagamaan dan revolusi ilmiah di Eropa harus melewati perang agama yang panjang. Reformasi di AS melewati berbagai tahapan yang juga berdarah-darah, termasuk perang saudara yang panjang. Reformasi itu dimulai dari tahap penghapusan perbudakan (abolition movement), gerakan antirasialisme kulit hitam, penegakan hak-hak konstitusional dan hak sipil rakyat (civil rights), dan hak-hak politik kaum perempuan.
Jika mengacu pada sejarah reformasi di Eropa dan AS itu, 15 tahun perjalanan reformasi Indonesia belumlah apa-apa, belum satu generasi. Mungkin baru menyentuh kulitnya. Karena itu, hasil reformasi belum bisa disimpulkan hanya dengan membandingkan kehidupan masa Orde Baru dengan era pemerintahan sekarang. Dalam teori Samuel Huntington, perubahan itu baru menyangkut transisi politik yang masih terus berproses menuju konsolidasi demokrasi.
Keuntungan bagi kita adalah bisa belajar dari pengalaman reformasi di Eropa dan AS, sehingga bisa digagas akselerasi dan tidak perlu menempuh masa panjang berabad-abad. Satu hal yang penting bagi kita dalam memahami reformasi adalah mengkritisi dan mengoreksi prosesnya agar sesuai agenda yang sudah dicanangkan dalam konstitusi dan bersabar menghadapinya. Perubahan sosial bisa berlangsung lama sesuai tujuan yang ingin dicapai dan kesiapan masyarakat menghadapinya.