BAB IV
ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN DAN KARAKTER
DALAM KISAH NABI IBRAHIM AS DAN NABI ISMAIL AS
A. Analisis Nilai
Pendidikan Karakter dalam Kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS pada Kitab
Tafsir al-Ibris
1. Karakter Nafsiyyah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS pada Kitab Tafsir al-Ibris
a. Jujur
Ibrahim adalah seorang Nabi yang diuji oleh Allah SWT
dengan ujian yang jelas. Yaitu ujian di atas kemampuan manusia biasa seperti
halnya ketika
bermimpi untuk menyembelih anaknya. Dalam mimpi tersebut, Allah S.W.T,
memerintahkan Ibrahim AS untuk menyembelih (mengorbankan) Ismail. Meskipun menghadapi ujian dan
tantangan yang berat, Nabi Ibrahim AS tetap menunjukkan sebagai seorang hamba
yang menepati janjinya dan selalu menunjukan sikap terpuji. Dalam
perintah Allah S.W.T pada mimpinya
tersebut kemudian disampaikan kepada Ismail. Hal ini dijelaskan dalam Qs.
Ash Safaat : 102 :
$¬Hs>sù x÷n=t/ çmyètB zÓ÷ë¡¡9$# tA$s% ¢Óo_ç6»t þÎoTÎ) 3ur& Îû ÏQ$uZyJø9$# þÎoTr& y7çtr2ør& öÝàR$$sù #s$tB 2ts? . . . .4
Ayat
tersebut, dalam Kitab Tafsir al-Ibris dijelaskan
bahwa :
(١٠٢). بَآرݞ فوترَن وس يوسوا فتوݞ تهون, نبى ابراهيم نومفا وحي سوفيا يمبليه فوترانى. نبى
ابراهيم عنديكا : هَى اناء اݞسنْ اݞݤيْر !!! اݞسُنْ سوفنا ساجرنى سارى, مناوا اݞسُونْ ݒمبليه مراݞ سليرامو, ݘوبا فيكرن كافريي موݞݤوه
سليرا مو ؟ . . .
Artinya : Ketika anaknya Nabi Ibrahim AS (Ismail) berusia
tujuh tahun, Nabi Ibrahim AS mendapatkan wahyu supaya menyembelih anaknya,
kemudian Nabi Ibrahim AS berkata : hai
anakku !!! dalam mimpiku, aku disuruh Allah S.W.T untuk menyembelih kamu, coba
pikirkan; bagaimana menurut kamu ? . . . .
Penjelasan Tafsir al-Ibris
tersebut menceritakan tentang wahyu dalam mimpinya Nabi Ibrahim AS yang
berkaitan dengan anaknya yang mana pada posisi itu Ismail dalam masa yang
sangat disayangi oleh Ayahnya, namun karena sikap kejujuran yang dimiliki oleh
Nabi Ibrahim AS sehingga beliau menceritakan keadaan yang sedang Allah S.W.T
minta kepada Ibrahim.
Sebagaiman pembahasan jujur dalam karakter Nafsiyyah
diatas, hal yang dilakukan Nabi Ibrahim AS ini merupakan sebuah tindakan untuk
penyelamatan amanah yang dibawanya. Apa yang Allah S.W.T wahyukan dalam
mimpinya, kemudian dilakukan untuk disampaikan sekalipun hal tersebut sangat
menyakitkan terhadap seseorang yang menerima wahyu maupun objek dari wahyu
tersebut. Pelaksanaan kejujuran yang dilakukannya ini tidak hanya cukup untuk
disampaikan kepada Ismail saja melainkan dipraktikkan (dilaksanakan perintah
dalam mimpinya).
Kejujuran Nabi Ibrahim AS diakui oleh Nabi Muhammad
S.A.W sebagai mana dalam sebuah hadits :
وَحَدَّثَنِي أَبُوْ الطَّاهِرِ. أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ
بْنُ وَهْبٍ. أَخْبَرَنِي جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ عَنْ أَيُّوْبَ السَّخْتِيَانِيِّ
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِيْنَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ : أَنَّ رَسُولَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ " لَمْ يَكْذِبْ إِبْرَاهِيمُ
النَّبِيُّ عَلَيْهِ السَّلاَم قَطُّ إِلاَّ ثَلاَثَ كَذَبَاتٍ. ثِنْتَيْنِ فِي ذَاتِ اللهِ قَوْلُهُ ( إِنِّي
سَقِيمٌ ) وَقَوْلُهُ ( بَلْ فَعَلَهُ كَبِيْرُهُمْ هَذَا ) وَوَاحِدَةٌ فِي
شَأْنِ سَارَةَ فَإِنَّهُ قَدِمَ أَرْضَ جَبَّارٍ وَمَعَهُ سَارَةُ وَكَانَتْ
أَحْسَنَ النَّاسِ فَقَالَ لَهَا إِنَّ هَذَا الْجَبَّارَ إِنْ يَعْلَمْ أَنَّكِ
اِمْرَأَتِي يَغْلِبْنِي عَلَيْكِ فَإِنْ سَأَلَكِ فَأَخْبِرِيْهِ أَنَّكِ أُخْتِي
فَإِنَّكِ أُخْتِي فِي اْلإِسْلاَمِ فَإِنِّي لاَ أَعْلَمُ فِي اْلأَرْضِ
مُسْلِمًا غَيْرِي وَغَيْرَكِ فَلَمَّا دَخَلَ أَرْضَهُ رَآهَا بَعْضُ أَهْلِ
الْجَبَّارِ أَتَاهُ فَقَالَ لَهُ لَقَدْ قَدِمَ أَرْضَكَ اِمْرَأَةٌ لاَ
يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تَكُوْنَ إِلاَّ لَكَ فَأَرْسَلَ إِلَيْهَا فَأُتِيَ بِهَا
فَقَامَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلاَم إِلَى الصَّلاَةِ فَلَمَّا دَخَلَتْ
عَلَيْهِ لَمْ يَتَمَالَكْ أَنْ بَسَطَ يَدَهُ إِلَيْهَا فَقُبِضَتْ يَدُهُ
قَبْضَةً شَدِيدَةً فَقَالَ لَهَا ادْعِي اللهَ أَنْ يُطْلِقَ يَدِي وَلاَ
أَضُرُّكِ فَفَعَلَتْ فَعَادَ فَقُبِضَتْ أَشَدَّ مِنَ الْقَبْضَةِ اْلأُوْلَى
فَقَالَ لَهَا مِثْلَ ذَلِكَ فَفَعَلَتْ فَعَادَ فَقُبِضَتْ أَشَدَّ مِنَ
الْقَبْضَتَيْنِ اْلأُولَيَيْنِ فَقَالَ ادْعِي اللهَ أَنْ يُطْلِقَ يَدِي فَلَكِ
اللهَ أَنْ لاَ أَضُرَّكِ فَفَعَلَتْ وَأُطْلِقَتْ يَدُهُ وَدَعَا الَّذِي جَاءَ بِهَا
فَقَالَ لَهُ إِنَّكَ إِنَّمَا أَتَيْتَنِي بِشَيْطَانٍ وَلَمْ تَأْتِنِي
بِإِنْسَانٍ فَأَخْرِجْهَا مِنْ أَرْضِي وَأَعْطِهَا هَاجَرَ قَالَ فَأَقْبَلَتْ
تَمْشِي فَلَمَّا رَآهَا إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلاَم اِنْصَرَفَ فَقَالَ
لَهَا مَهْيَمْ قَالَتْ خَيْرًا كَفَّ اللهُ يَدَ الْفَاجِرِ وَأَخْدَمَ خَادِمًا
قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ فَتِلْكَ أُمُّكُمْ يَا بَنِي مَاءِ السَّمَاءِ .
Secara
garis besar hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa : Nabi Muhammad S.A.W sangat
mengakui kejujuran Nabi Ibrahim AS karena tidak pernah melakukan perbuatan
dusta kecuali pada pada tiga kali kesempatan yang di makluminya yaitu :
-
Pengakuan sakitnya Nabi
Ibrahim AS
Ucapan Nabi Ibrahim yang berbunyi; Sesungguhnya Aku sakit hal itu
terdapat dalam QS Ash Shafaat : 89. Pengakuan tersebut
dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS ketika beliau diajak merayakan keramaian (pesta)
yang diadakan Raja Namrud. Dalam Kitab Tafsir al-Ibris diceritakan bahwa
:
ستاهون سفيسان نمروذ ݤا وى كرا
مييان ݤݚى٢نان ان اݞ
ساءانجابانى كوطا ؞ بياسانى ووݞ ساء نغارا
متو كابيح مياع ارا٢ – فرلو فراياءَن سنع٢.
دادى كو طا ايا بنجور سفى, ساع بالينى سعكع فرا ياءان, بياساني نولي فادا مياع
كلنطيع يمبه براهالا. انا اع سيجي تهون. نبي ابراهيم دي اجاء كاي معكونواكو. نعيع
نبى ابراهيم
اورا كرصا. ماله
عوجارعاجراكن برهالا ؞ : نليكو نبى ابراهيم دى اجاء, نبى ابراهيم ايطؤ٢ نعالي
لنتاع (زمان ايكو, علم فلنتعان كلاكوباعت) نولى داوُوه : يين نعالى لنتاع اعسن,
اعسن ارف لا را, قومى نبي ابراهيم عندل, نولى فادا براعكات ديوى, نبى ابراهيم دى تعغال ؞
Kisah tersebut menjelaskan bahwa “dalam tiap tahun
Raja Namrud membuat perayaan besar-besaran di luar kota yang diikuti oleh
warganya di tempat yang disediakan untuk merayakan pesta sehingga pusat kota
menjadi sepi. kebiasaan yang dilakukan orang-orang adalah pergi ke kelentheng
untuk menyembah berhala. Pada suatu tahun, Nabi Ibrahim AS diajak untuk turut
berpesta, Nabi Ibrahim AS tidak menginginkannya akan tetapi malah membuat
berhala yang ada dalam klentheng tersebut berantakan. Pada saat Nabi Ibrahim AS
diajak, beliau berpura-pura menatap bintang (yang mana pada saat itu ilmu
perbintangan sangat diyakini kebenarannya), beliau berkata : “saat saya melihat
bintang, saya akan sakit”. Kemudian kaum Nabi Ibrahim AS mempercayainya dan
bergegaslah mereka pergi meninggalkannya.”
-
Pemberontakan
terhadap patung berhala
Pada saat harcurnya berhala sesembahan Raja Namrud,
Nabi Ibrahim AS sebagai satu-satunya orang yang menjadi pelakunya, hal tersebut
sudah terbaca oleh Raja Namrud dan para pengikutnya. Kemudian Nabi Ibrahim AS
dipangil untuk dikonfirmasi akan perbuatannya sebagaimana dikisahkan dalam
surat al-Anbiya : 62-63 dan dalam tafsir al-Ibris
dijelaskan bahwa :
(٦۲) : (بارع نبى ابراهيم
ووس دى تكا ءكى), ووع اكيه, خصوصى نمروذ تاكون : افا سيرا كع تومينداء مجاه٢سسمباهان٢
اعسون ايكى – هى ابراهيم؟ ؞ (٦۳) : نبى ابراهيم ماعسولى : كع تومينداء مجاه۲ اكو فعغدين اكي : سيرا كابيه فدا تاكونا مراع برهالا۲ ايكو, سافا كع تومينداء مجاه۲ – بؤ مناوا فدا بيصا عوجف ؞
Maksud dari tafsir tersebut diatas adalah “ketika Nabi
Ibrahim AS didatangkan (ke tempat berhala), banyak orang yang bertanya,
khususnya Raja Namrud : apakah kamu yang menghancurkan sesembahan aku ini ya
Ibrahim ?; Kemudian menjawab : yang menghancurkan sesembahan adalah berhala
besar itu; kalian semua tanyakan kepada berhala-berhala itu “siapa yang
memhancurkannya, siapa tahu bisa mengucap (menjawabnya).
-
Menyangkut diri Sarah
Nabi Ibrahim AS hijrah bersama Siti Sarah ke
Mesir, pada saat itu Negara tersebut
dipimpin oleh raja Fir’aun yang bernama Sinan bin Ulwan bin Ubaid bin Auj bin Imlaq
bin Lawaz bin Sam bin Nuh. Raja tersebut dikenal sangat
rakus, demi keselamatan mereka berdua
maka Nabi Ibrahim AS membohongi sang raja sebagaimana dalam kisah bahwa :
اع معسا ايكو نغارا
مصردي فرينته دينع راجا كع راكوس وتكى. نالكا نبى ابراهيم ملبو اع نغارا مصر, ستى سارة اورا دي اكو بوجوني. نعيع
دي اكو سدلوري. كع دي كواتركي مناوادي اكو بوجوني, ممكن نبى ابراهيم دي فا تينى
بنجور ستى سارة دي فيك.
Kisah tersebut terdapat
pengakuan Nabi Ibrahim AS bahwa Sarah tidak diakui istri melainkan saudara,
karena jika diakui sebagai istri akan dimungkinkan Fir’aun membunuhnya kemudian
menikahi Sarah. Dalam kisah selanjutnya, Sarah diambil oleh utusan kerajaan
untuk menghadap Raja yang sebelumnya terlebih dahulu menemui Nabi Ibrahim.
Ketika Sarah sampai di kerajaan, sang raja malah menganggap ini (sarah) adalah
golongan setan, sehingga selamatlah sarah dari kerakusan Fir’aun tersebut. Spekulasi
dalam Kejujuran yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS tidaklah ringan bahkan jika
kejujuran atau strategi tersebut tidak diterima atau dibantah oleh objeknya
maka akan mengancam keselamatan Nabi Ibrahim AS.
Nabi Ismail AS, telah kita ketahui dalam kisah qurban
yang dilaksanakan dalam momentum iedhul adha. Jujur yang dilaksanakan
ketika beliau diqurbankan oleh Ayahnya adalah sebagai bentuk jujur dalam niat dan kemauan (shidqu
an-niyyah wa al-'azm) yaitu melakukan segala sesuatu dilandasi
motivasi dalam kerangka hanya mengharap ridhlo Allah S.W.T, Nilai sebuah amal dihadapan Allah
S.W.T sangat ditentukan oleh niat atau motivasi seseorang.
Kejujuran semacam hal tersebut oleh Nabi Ismail AS
dicerminkan ketika Ayahnya menanyakan tentang kesanggupan untuk diqurbankan
karena perintah Allah S.W.T dalam mimpinya. Pada kesempatan itu, Nabi Ismail AS
menyanggupinya untuk disembelih. Dalam kitab al-Ibris, jawaban
Ismail AS terhadap Ayahnya dijelaskan bahwa :
: بفاء دالم اتورى ننداءكن
فرينته ايفون الله, دالم ان شاء الله امبتن بادي بعكاع.
Nabi Ismail AS dalam kisah tersebut menjawab dengan
optimis dan tidak menolak (atau brontak) sebab menyadari bahwa apa yang
dilakukan Ayahnya tersebut adalah murni perintah dari Allah S.W.T.
Kisah kejujuran Ismail AS ini sebagai sebuah simbol
bahwa patuhnya seorang anak kepada orang tuanya yang tidak bisa ditolak atau
digantikan dengan tindakan lain sebagai wujud penghambaan diri kepada Allah
S.W.T sehingga hal ini menjadi inspirasi pengorbanan yang oleh umat
Islam adalah mengqurbankan hewan qurban dihari iedhul adha untuk
mengungkap kebesaran Allah.
b. Kerja Keras
Simbol
kerja keras yang sering dinilai oleh sebagaian besar masyarakat adalah kerja
yang dapat dirasakan secara fisik seperti membangun sebuah bangunan sekalipun
banyak kerja keras non-fisik yang lebih menguntungkan hajat hidup orang banyak.
Salah satu kerja keras Nabi
Ibrahim AS secara fisik adalah dalam “melanjutkan” pembangunan ka’bah. Pada
saat Nabi Ibrahim AS mengerjakan pembangunan ka’bah beliau bersama istrinya
yang bernama Siti Hajar dan anaknya, lingkungan tersebut adalah lingkungan
tandus, belum didiami orang lain sedangkan beliau berasal dari Babylonia dan
meninggalkan istrinya yang bernama Siti Sarah sehingga harus pergi meninggalkan
Ismail dan Ibunya.
Secara sederhana hal tersebut tercermin sifat kerja keras Nabi Ibrahim AS.
Setelah pembangunan Ka’bah dimulai, ketika itu Ismail sudah
dapat ikut membantu Ayahnya. Pembangunan Ka’bah yang semakin meninggi sehingga
Nabi Ibrahim AS tidak sanggup lagi tangannya sampai pada bangunan tersebut,
akan tetapi beliau tidaklah lantas menghentikan bangunan itu melainkan
menginjak batu yang disediakan oleh anaknya sehingga pembangunan tidak
terhenti. Nabi Ibrahim
menyusun naik batu sementara Nabi Ismail AS
pula mengutip batu-batu besar, selain itu mereka tetap senantiasa memanjatkan doa sekalipun usaha fisik
ditempuhnya sebagaimana firman
Allah S.W.T dalam Qs. al-Baqarah : 127 :
øÎ)ur ßìsùöt ÞO¿Ïdºtö/Î) yÏã#uqs)ø9$# z`ÏB ÏMøt7ø9$# ã@Ïè»yJóÎ)ur $uZ/u ö@¬7s)s? !$¨YÏB ( y7¨RÎ) |MRr& ßìÏJ¡¡9$# ÞOÎ=yèø9$#
Artinya : Dan (ingatlah), ketika Ibrahim
meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa) :
"Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui".[10]
Kerja
keras yang dilakukan Nabi Ibrahim AS ketika membangun ka’bah dijelaskan dalam
tafsir al-Ibris bahwa :
سأ جرون فدا يامبوت كاوي, ككارونى نبي
ابرهيم لن نبي اسماعيل تانساه ييوون مراع وعيران.
Sebagai sosok beriman, Nabi Ibrahim AS dan putranya menyeimbangkan
urusan duniawi dengan ukhrowi sebagai wujud kerja keras untuk menjalankan
hidupnaya. perilaku tersebut tercermin ketika beliau melanjutkan pembangunan
Ka’bah. Jadi untuk mewujudkan kerja keras tidak sekedar mengutamakan satu hal
saja sebagai bentuk usaha melainkan harus berimbang supaya pekerjaan terwujud
dan melalui doa, Allah S.W.T. meridloi.
Gotong-royong
yang menjadi tradisi bangsa Indonesia untuk kebersamaan dalam kerja keras demi
kepentingan umum yang bersifat untuk kemaslahatan, Nabi Ismail AS beserta
Ayahnya telah menjalankannya terlebih dahulu. Mereka membangun Ka’bah dengan tangan-tangan mereka
sendiri. Mengangkut batu dan pasir serta bahan-bahan lainnya dengan tenaga yang
ada padanya. Setiap selesai bekerja Nabi Ibrahim AS bersama Nabi Ismail AS, keduanya berdoa, “Ya Tuhan! Terimalah kerja kami
ini, sungguh Engkau maha Mendengar dan Maha Mengetahui”.
Kerja
keras yang dilakukan Nabi Ismail AS tersebut bersama Ayahnya tidak hanya terlihat
secara fisik saja akan tetapi ada ikhtiar melalui doa dan ide supaya
pekerjaan tersebut dapat berlangsung tanpa hambatan yang berarti. Ketika bangunan tersebut semakin tinggi
sehingga sang Ayah tangannya tidak sampai, Nabi Ismail AS menyediakan batu
untuk tumpuan supaya sang Ayah tangannya sampai untuk menata material bangunan.
c.
Sabar
Sebagaimana dalam kisah kebohongan yang pernah dilakukan Nabi
Ibrahim AS namun dicurigai sebagai pelaku penghancuran berhala, berbagai
alasanpun tidak diterima oleh orang kafir bahkan mereka semakin berang dan
berteriak : “Bakar Ibrahim, bantulah tuhan kalian.” Mereka pun membakar tubuh
Ibrahim di antara tumpukan kayu bakar. Kesabaran yang begitu kuat di dada
Ibrahim tidak membuatnya surut menegakkan kebenaran, meskipun nyawa taruhannya.
Sabar yang pahit itu berbuah manis. Api yang sifatnya membakar
tiba-tiba keluar dari hukumnya; api panas dan membakar kayu, tetapi tidak
membakar tubuh Ibrahim, Dalam tafsir al-Ibris dijelaskan :
فرساسات ووع سأ نغر فدا عمفول٢ اكي
كيو دى امفوك٢ سأجرونى سأوولان. = بارع كايوووس مونجوع٢ كيا غنوع, كايو مولاهى دى
سومد = بارع غنيبى ووس مولاد٢, نبى ابرهيم دى بوندا, نولى ديجغوراكى نيع تعاه٢ هي
غنيى = سادوروعى دى جغراكى, اكيح ملائكة٢ كع ارف تولوع = انا كع ارف يرام بايو,
انا كع ارف نكأكي اعين, نعيع نبي ابرهيم اوراكرصا = عنتي ملائكة جبريل عندييكا :
فنجنعان حاجة فونفا ؟ نبي ابرهيم ماعسولي : مناوى داتع فنجنعان كولا بوتن حاجة
فونفا٢. ملائكةجبريل عنديكامانيه : مناوى مكاتن اعغيه يوون داتع غوستى الله, نبى
ابراهيم ماعسولي : حَسبِى مِنْ سؤَالي علمهُ بحالى – حسبِىَ اللهُ ونعم الوكيل =
(فرسانيفون الله داتع كاوونتنان كاولا, سامفون يكافى فيون كاوولا = اعكع يكافى
كاوولا الله تعالى – الله تعالى فونيكا ساهى٢ نيفون ذات اعكع ديفون فاسراهي). الله
تعالى نولى داووه : يَاناَرُكونى برْدًا وّسلامًا على ابرهيم (هى غنى! سيرا انها,
دادي اديم لن اورا انبايا ني تمراف ابراهيم)
Kesabaran
yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS ketika dibakar oleh Raja Namrud pada saat
beliau berusia enam belas tahun, banyak malaikat yang menawarkan pertolongan
kepadanya namun Nabi Ibrahim AS tidak menerimanya. Karena kesabaran dan
kepasrahan terhadap segala pertolongan Allah S.W.T, atas ridlo-Nya api yang
dinyalakan untuk membakar Nabi Ibrahim AS hilang sifat panasnya. Hal inilah
dapat menjadi bukti bahwa Allah S.W.T bersama dengan orang-orang yang sabar.
Kesabaran Nabi
Ismail AS ketika harus menepati nadzar Ayahnya kepada Allah S.W.T ketika
menyembelih Qurban fisabilillah sehingga orang-orang dan malaikat
mengaguminya, beliau mengatakan bahwa :
“Kurban
sejumlah itu bagiku belum apa-apa. Demi Allah! Seandainya aku memiliki anak
lelaki, pasti akan aku sembelih karena Allah dan aku kurbankan kepada-Nya,”
Dengan ungkapan tersebut yang disampaikan oleh sang Ayah pada saat belum memiliki
anak laki-laki, Nabi Ismail AS terlahir sebagai anak laki-lakinya yang pertama
sehingga dikorbankanlah Nabi Ismail AS dengan alasan karena adanya wahyu dari
Allah S.W.T.
Wahyu yang sang Ayah terima kemudian disampaikanlah kepada Nabi Ismail AS, pada
saat itu Nabi Ismail berusia tujuh tahun dan menyanggupinya. Dikisahkan pada al-Qur’an,
proses menjelang penyembelihan tersebut dalam Qs. Ash-Shaffaat : 103
:
!$£Jn=sù $yJn=ór& ¼ã&©#s?ur ÈûüÎ7yfù=Ï9
Artinya
: Tatkala keduanya Telah berserah
diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah
kesabaran keduanya).
Proses itu
sangat tampak nyata kesabaran baik tercermin oleh sang Ayah maupun anak.
Terlahirnya Nabi Ismail AS merupakan hasil doa yang dipanjatkan oleh sang Ayah kepada
Allah S.W.T sebagaimana dalam Qs. Ash-Shaffaat : 100-101 :
Éb>u ó=yd Í< z`ÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$# . çm»tRö¤±t6sù AO»n=äóÎ/ 5OÎ=ym .
Artinya :
Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku
(seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka kami beri dia khabar gembira
dengan seorang anak yang amat sabar.
Secara
langsung sekalipun tidak pernah ada nadzar yang diungkapkan berkenaan
dengan anak laki-laki maupun wahyu untuk disebelihnya anak tersebut, Allah
S.W.T sudah mempersiapkan anak-anak Nabi Ibrahim AS yang telah berdoa
kepada-Nya berupa anak yang sabar. Dalam kitab tafsir al-Ibris, kesabaran
yang terdapat dalam ayat
tersebut dijelaskan bahwa :
الله تعالى
فاريع ببوعه فوتراكاكوع كع ارس فعغاليهي
Kesabaran yang sudah diakui dan dipersiapkan oleh Allah S.W.T ini kepada Nabi
Ibrahim dan Nabi Ismail AS sehingga berbagai keanugrahan dapat diperolehnya
setelah adanya ikhtiar untuk menjalani kesabaran tersebut. Nabi Ismail
AS yang telah lulus uji ketika hendak disembelih Ayahnya sehingga Allah S.W.T
menggantikannya dengan kambing.
d.
Tanggung Jawab
Rasa simpati
dan tanggung jawab terhadap keluarga telah mendorong Nabi Ibraham AS untuk
menasihati dan mewasiatkan kepada anak-anak beliau agar berpegang teguh kepada
agama Allah S.W.T. Tarbiyatul Abna’ (Pendidikan anak-anak),
adalah tanggung jawab besar dan agung yang dipikulkan kepada Nabi Ibrahim AS
sebagai kepala keluarga. Beliau sebagai seorang kepala keluarga, dihadapan
anaknya memiliki peranan tanggung jawab sama seperti orang tua yang lain
terhadap semua anaknya. Tanggung jawab atas anaknya tersebut, beliau menasihatinya untuk
senantiasa beriman kepada Allah S.W.T, sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah :
132 yang dijelaskan dalam tafsir al-Ibris
bahwa :
كنجع نبي ابرهيم ارف سيدا سمونو اوغا نبي يعقوب فوترا٢ني فدادي وصيتي كع
سوراساني : اوه اناء٢ كوي كابيه اعغير! سجاتينى الله تعالى ايكو ووس مليها كي اغمو
اسلام كاغوسيراكابيه. [17]
Bentuk
tanggung jawab yang diajarkan Nabi Ibrahim AS kepada anaknya bukan hanya untuk
menghambakan diri kepada Allah S.W.T yang bersifat tauhidiyyah dan
nantinya hanya ber imbas pada diri sendiri. Ismail AS sebagai anak Nabi
Ibrahim AS, kala itu membangun ka’bah. Nabi Ibrahim AS berperan sebagai tukang
batu sedangkan anaknya membantu untuk menyediakan / mendekatkan kebutuhan
Ayahnya dalam membangun kabah, dalam tafsir al-Ibris dijelaskan bahwa :
كعبح نولى دى باعون. نبي ابرهيم كع دادى توكاعى, نبي اسماعيل كع دادى
فمبانتونى.
Sikap Nabi Ismail AS yang telah
diakui oleh Allah S.W.T dalam golongan orang yang shaleh dan berbagai
macam ujian berat yang pernah dialaminya, sebagai sosok anak dari Nabi Ibrahim
AS beliau tetap memposisikan dirinya sebagai anak yang harus patuh kepada orang
tuanya terbukti pada saat membantu melanjutkan pembangunan ka’bah, belum
lagi sebelum itu pada saat berusia tujuh tahun dengan segala kepasrahan dan
kerelaan terhadap Allah S.W.T karena akan dijadikan sembelihan untuk
membuktikan nadzar Ayahnya.
Tanggung jawab yang tidak
ringan tersebut dialami Nabi Ismail AS dalam kehidupannya bukan hanya
bermanfaat atas dirinya saja melainkan sebagai inspirasi keimanan umat
manusia kepada Tuhannya. Dalam al-Qur’an, karakter / mental tanggung
jawab yang dimiliki oleh Nabi Ismail AS dipesankan kepada Nabi Muhammad S.A.W
supaya menceritakan bahwa Nabi Ismail AS adalah yang benar janjinya. Dalam
kitab tafsir al-Ibris dijelaskan bahwa :
اندرانا, محمد ! شجرون اسمعيل كع كاسبوت اع كتاب القران تمنان اسمعيل اكو ووع
كع تمن جانجينى
Keistimewaan dalam kehidupan
yang dilalui Nabi Ismail AS ini tidak hanya untuk diceritakan kepada umatnya
saja pada zaman itu, bahkan Rosulullah Muhammad S.A.W dipesan oleh Allah S.W.T
untuk menceritakan kepada umatnya atas kebenaran, kenabian dan kerasulannya.
Haji, Qurban Idhul Adhha yang pada saat ini masih berlaku pada kalangan
umat Islam penjuru dunia banyak diwarnai oleh kisah-kisah kehidupan Nabi Ismail
AS baik dengan Ayahnya maupun ibunya.
2. Karakter Insaniyyah Nabi
Ibrahim AS dan Nabi
Ismail AS pada Kitab
Tafsir al-Ibris
a.
Tolong Menolong
Sikap yang
dilakukan Nabi Ibrahim AS tidak hanya dalam hubungan orang tua dan anak ketika
melanjutkan pembangunan ka’bah atau pun dalam menghambakan diri kepada
Allah S.W.T, alasan Allah S.W.T member gelar khalilullah kepada beliau
diantaranya karena kesanggupannya dalam meletakkan keseimbangan dalam kebaikan
yang menyangkut orang lain. Dijelaskan dalam
Qs. an Nissa : 125 :
ô`tBur
ß`|¡ômr& $YYÏ ô`£JÏiB zNn=ór& ¼çmygô_ur ¬! uqèdur Ö`Å¡øtèC yìt7¨?$#ur s'©#ÏB zOÏdºtö/Î) $ZÿÏZym 3 xsªB$#ur ª!$# zOÏdºtö/Î) WxÎ=yz
Artinya :
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia
mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi
kesayanganNya.
Tauhid
yang menjadi penemuannya, atas dasar keilmuan yang dimilikinya tersebut Nabi
Ibrahim AS sanggup untuk menolong Ayahnya dari ancaman kesesatan. Kesesatan
yang mejadi bagian dari orang-orang yang bersekutu dengan syaitan tidak
diinginkan beliau terjadi pada Ayahnya. Pertolongan Nabi Ibrahim AS dalam hal
tersebut sebagimana QS Maryam : 43 dalam tafsir al-Ibris dijelaskan
bahwa :
كاوولا فونيكا نامفي علم اعكع
فنجنعان امبوتن نامفى (اعكيحه فونيكا
وحيتوحيد).
Ilmu tauhid yang mengilhami beliau kemudian dijadikan sarana untuk
menolong sang Ayah yang masih menyembah patung, akan tetapi tidak adanya
hidayah pada sang Ayah saat itu sehingga Nabi Ibrahim AS gagal dalam memahkan
nilai-nilai tauhid kepada Ayahnya.
Setelah Nabi Ismail AS dewasa, beliau membantu Ayahnya, Nabi Ibrahim AS untuk “melanjutkan” membangun ka’bah sebagai
pusat penyembahan kepada Allah S.W.T. Ka’bah itu akhirnya menjadi kiblat
orang-orang beriman setelahnya termasuk kaum muslimin sekarang. Nabi Ibrahim
mendatanginya. Tibalah saat yang tepat untuk menjelaskan hikmah Allah S.W.T
yang telah terjadi dari perkara-perkara yang samar.
Nabi Ibrahim
berkata kepada Ismail : "Wahai Ismail, sesungguhnya Allah S.W.T
memerintahkan padaku suatu perintah" ketika datang perintah pada Nabi
Ibrahim untuk menyembelihnya, beliau menjelaskan kepadanya persoalan itu dengan
gamblang. Dan sekarang ia hendak mengemukakan perintah lain yang sama agar ia
mendapatkan keyakinan bahawa Ismail akan membantunya. Kita dihadapan perintah
yang lebih penting daripada penyembelihan. Perintah yang tidak berkenaan dengan
peribadi Nabi tetapi berkenaan dengan makhluk. Ismail berkata : “Laksanakanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu padamu. “Nabi Ibrahim AS berkata : “Apakah engkau akan membantuku?”
Ismail menjawab : “Ya, aku akan membantumu.” Nabi Ibrahim AS berkata : “Sesungguhnya Allah S.W.T memerintahkan aku untuk
membangun rumah di sini”. Nabi
Ibrahim AS mengisyaratkan dengan tangannya dan menunjuk suatu bukit yang tinggi
di sana.
Kesanggupan Nabi Ismail AS dalam pembangunan ka’bah ini sebagaimana ajakan
Ayahnya tersebut tidak hanya untuk kepentingan mereka berdua saja tetapi untuk
kepentingan orang banyak. Sebagaimana perkataan Ayahnya bahwa “Perintah yang tidak berkenaan dengan peribadi Nabi tetapi
berkenaan dengan makhluk”. Perintah Allah S.W.T kepada Nabi Ibrahim AS tersebut, beliau
menganggap lebih penting daripada perintah ketika untuk menyembelih Ismail.
b.
Toleransi
Ibrahim AS sebagai seorang Nabi yang pernah mendapatkan wahyu
untuk menyembelih anaknya. Sebagaimana dalam Qs Ash Safaat : 102 yang
terlebih dahulu sudah disebutkan dalam pembahasan karater jujur, pada ayat
tersebut terdapat kalimat Tanya untuk anaknya tentang masalah wahyu yang
diterimanya. Dengan apa yang dilakukannya itu berarti bahwa wahyu yang beliau
terima tidak serta merta dilakukannya sekalipun Beliau adalah seorang Nabi yang
tentunya lebih baik dari orang lain namun hal tersebut ditawarkan untuk dipikir
terlebih dahulu akan kesanggupan anak tersebut untuk disembelihnya.
Kisah
tersebut dalam tafsir al Ibris disebutkan bahwa :
. . . : هَى اناء اݞسنْ اݞݤيْر !!! اݞسُنْ سوفنا ساجرنى
سارى, مناوا اݞسُونْ ݒمبليه مراݞ سليرامو, ݘوبا فيكرن كافريي موݞݤوه سليرا مو ؟ .
. .
Tawaran tersebut terhadap yang diajukan kepada anaknya tentunya bukanlah
sebagai “kebetulan saja”, perlu diingat lagi bahwa secara nalar kita pahami
bahwa seorang Nabi tidak pernah menolak untuk menjalankan wahyunya karena sudah
jelas kebenarannya. Nabi Ibrahim AS sebagai sosok yang memiliki jiwa toleran,
ketika mendapatkan wahyu dari Allah S.W.T Beliau sanggup untuk berdiskusi terhadap
pihak yang menjadi objek.
Sikap toleran yang dilakukan Nabi Ismail AS lebih kepada
urusan yang berkaitan dengan Ayahnya. Dari ajuan pertanyaan yang seharusnya bersikap brontak
akan tetapi dijalani dengan penuh ketegaran.
: بفاء دالم اتورى ننداءكن فرينته ايفون الله.[24]
Seorang
anak tentunya tidak akan bisa berlaku semacam itu kecuali ketika mendapat hidayah dari Allah S.W.T. Nabi Ismail AS bersikap tidak
brontak bahkan dengan kerendahan hati untuk bisa bersikap terang disampaikannya.
Perasaan dingin yang dirasakan sang Ayah muncul ketika jawaban semacam itu
keluar dari anaknya, bahkan ketoleransian yang tinggi tercipta sehingga sang
Anak lebih untuk menyuruh Ayahnya untuk menjalankan apa yang menjadi perintah
dari Allah S.W.T
c.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Tindakan amar ma’ruf nahi munkar yang dilakukan Nabi Ibrahim AS dalam perjalanan hidupnya
tidak hanya didasarkan atas wahyu atau perintah dari Allah S.W.T semata. Atas
dasar akal sebagai karunia-Nya beliau pergunakan, lemah lembut karena apa yang
harus dilakukannya supaya tidak bertentangan atau bersingungan dengan orang
lain dan sabar dilakukannya supaya tujuan tercapai karena adanya ridlo Allah
S.W.T.
Berilmu
sebagai sebuah alat untuk melakukan tindakan amar ma’ruf nahi munkar dipergunakan
oleh Nabi Ibrahim AS supaya perintah yang berkenaan dengan anjuran mapun
larangan untuk melakukannya. Cara cerdas Beliau ketika harus menghancurkan berhala yang pernah
dilakukan tidak bisa terlepas dari kecerdasannya. Raja Nabrud sebagai orang
yang paling marah terhadap perilaku Nabi Ibrahim AS tersebut yang memang
terlebih dahulu telah mencurigai tentang siapa yang menghancurkan
berhala-berhala ditempat ibadah menanyakannya kepada Nabi Ibrahim AS, dan
beliaupun menjawab secara cerdas dan beralasan
diplomatis. Kisah tersebut dijelaskan dalam kitab Tafsir al Ibris :
. . . افا سيرا كع تومينداء مجاه٢سسمباهان٢ اعسون ايكى – هى
ابراهيم؟ ؞ (٦۳) : نبى
ابراهيم ماعسولى : كع تومينداء مجاه۲ اكو
فعغدين اكي : سيرا كابيه فدا تاكونا مراع برهالا۲ ايكو. .
. ؞[25]
Jawaban Nabi Ibrahim AS terhadap
pertanyaan Raja Namrud sangat masuk akal dan sistematis sehingga “mematikan”
lawan bicaranya (penanya) dan kelompok yang sedang dihadapinya. Dengan jawaban yang dilontarkan Nabi Ibrahim
AS tersebut, seharusnya Raja Namrud dan pengikutnya harus berani meninggalkan
kepercayaan karena berhala besar yang ditanya tidak bisa menjawab akan tetapi
karena Raja memiliki kekuasaan penuh sehingga Nabi Ibrahim AS dihukum bakar.
Selain
cerdas, dalam menjalankan amar
ma’ruf nahi munkar juga harus dengan sikap lemah
lembut. Sikap lemah lembut yang pernah
dilakukan Nabi Ibrahim AS diantaranya ketika Beliau menasihati Ayahnya supaya
tidak lagi menyembah berhala. Awal kali beliau berda’wah kepada Ayahnya, dengan
lemah lembut mengatakan “wahai bapakku, janganlah engkau menyembah batu yang
tidak bisa mendengar, tidak bisa melihat. Dan yang tidak bisa memberi manfaat
juga tidak bisa mencegah keburukan dari kamu”.
Dalam Qs Maryam : 42 Allah S.W.T berfirman :
øÎ) tA$s% ÏmÎ/L{ ÏMt/r'¯»t zNÏ9 ßç7÷ès? $tB w ßìyJó¡t wur çÅÇö7ã wur ÓÍ_øóã y7Ytã $\«øx©
Artinya : Ingatlah ketika ia Berkata kepada bapaknya;
"Wahai bapakku, Mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak
melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?.
Bersabar
sebagai bagaian yang tidak bisa dilepaskan dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Sebagaimana kita ketahui “sabar”
dalam pembahasan karakter Nafsiyyah, setidaknya ada tiga hal yang
dijelaskan dalam Qs. al-Kahfi :
28 tentang kesabaran yaitu :
-
Sabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang
menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya;
-
dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena)
mengharapkan perhiasan dunia ini;
-
dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya Telah
kami lalaikan dari mengingati kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah
keadaannya itu melewati batas.
Ketiga poin pokok tersebut dilakukan Nabi Ibrahim AS dalam perjalanan
hidupnya, ketika beliau berda’wah kepada Ayahnya maupun kepada masyarakat Raja
Namrud. Bagaimana keuletan dan kepasrahan kepada Allah S.W.T lakukan untuk
mendapat ridlo-Nya sekalipun kemudian beliau tahu dan menyadari bahwa
Ayahnya sulit mendapat hidAyah dari Allah S.W.T sedangkan Namrud adalah seorang
raja yang dapat bebas keinginannya sekalipun terkalahkan oleh diplomasi.
Nabi Ismail
AS dalam berperilaku amar maruf nahi munkar lebih berkesan
kelembutannya. Kisah hidupnya yang dianjurkan Allah S.W.T supaya
diceritakan dalam al-Quran. Nabi Ismail AS merupakan sosok yang selalu
mendapat ridlo dari Allah S.W.T maka dari itu urusan berat yang menjadi
tanggungan dalam kehidupannya senatiasa member keberkahan pada kehidupan
umatnya.
Anjuran
Nabi Ismail AS yang berkaitan dalam dua unsur atau hablum min Allah dan hablum
minan nas adalah urusan sholat dan zakat. QS. Maryam : 55
sebagaimana dijelaskan dalam tafsir al-Ibris bahwa :
كهنون نبى
اسمعيل اكو تانسه مرينتا هاكي قومي علاكون صلاة لن زكاة, لن كاهانانى نبي اسماعيل
اكو ان اع عرسا ني فعرانى تنسه دين ريضاني.
Hal tersebut
merupakan sebuah perilaku yang nantinya akan menciptakan keselarasan dalam
berkomunikasi. Sholat sebagai alat untuk berhubungan dengan Tuhannya dan zakat
sebagi media untuk bisa saling merasakan antar sesame manusia diajarkan kepada uamatnya.
d.
Peduli
Kepedulian
Nabi Ibrahim AS yang sering kita dengar adalah masalah Qurban Idhul Adha. Disisi
lain beliau memiliki kepedulian yang tidak kalah mulia dengan sebagaian besar
yang kita tahu. Nabi Ibrahim AS sebagai anak dari seorang penyembah berhala,
beliau menyadari bahwa apa yang disembah orang tuanya adalah bagian dari
kesesatan. Al-Quran dalam QS Maryam : 45 dijelaskan yang artinya
“Wahai bapakku, Sesungguhnya Aku
khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan yang Maha pemurah, Maka kamu
menjadi kawan bagi syaitan".
Nasihat
Nabi Ibrahim AS yang dilontarkan kepada Ayahnya merupakan wujud kepedulian yang
tinggi oleh seorang anak kepada bapaknya karena kekhawatiran akan turunnya azab dari Tuhan yang Maha pemurah sehingga nantinya dikelompokkan
kepada golongan syaitan oleh-Nya. Dalam Tafsir
al-Ibris dijelaskan bahwa :
اوه بفاء ! ساءا يستو كولا فونيكا
كوواتوس, بيليه فنجنعان (مناوي بوتن توبت) بادى ننداع فاسكسان سعكيع الله تعالى
اعكع ولاس اسيه, لاجع فنجنعان دادوس كانجانبفون شيطان وونتن اعنراكاv
Kesanggupan
Nabi Ibrahim AS untuk menasihati Ayahnya bukan berarti biadab terhadap orang
tuanya. Keyakinan yang kuat dengan pengetahuan yang dimilikinya akan kebenaran
Allah S.W.T sekalipun mengatakan bahwa Allah S.W.T. akan menurunkan siksa
kepada orang tua ketika tidak segera menghindarkan diri dari kesesatan ini
merupakan sebuah kepedulian tauhidiyah yang Nabi Ibrahim AS lakukan.
Kepedulian tersebut sangat besar manfaatnya bagi yang menasihati maupun yang
dinasihati akan tetapi pada saat itu Ayah Nabi Ibrahim AS tidak mengindahkan
nasihatnya.
Amar maruf
Nahi munkar yang selalu
dijalani Nabi Ismail AS tidak sebatas
untuk kepentingan dirinya saja. Dalam sholat yang dianjukan kepada umatnya dilihat
dari sisi sosial maka akan terjadi hubungan saling mengingatkan antara satu
sama lain sehingga tercipta keagraban dalam lingkungan.
Zakat yang
menjadi ajuran berikutnya dapat dimaknai bahwa kehidupan sosial yang saling
membutuhkan antara satu sama lain harus dipupuk. Maka dari itu zakat sebagai
media untuk dapat peduli dianjurkan kepada umatnya. Sholat dan zakat yang pernah dianjurkannya
tersebut, menyimpan makna kepedulian yang tinggi jika keduanya dijalani atas
dasar kesadaran yang murni.
3. Karakter Ilaahiyyah
Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS pada
Kitab Tafsir al-Ibris
a.
Iman
Keimanan Nabi Ibrahim AS
yang teguh, dapat di lihat bagaimana ketika beliau dengan tegas untuk tidak
ikut serta menyembah patung berhala yang di sanjung-sanjung masyarakat pada
kala itu. Beliau berani untuk menjadi dirinya yang berbeda, untuk
mempertahankan kebenaran, perbuatan semacam itu layak kita contoh.
Nabi Ibrahim AS memperoleh
keyakinan melalui pencarian yang sangat panjang, semula beliau menganggap bintang, bulan, dan matahari adalah Tuhan. Namun
pada akhirnya beliau menemukan kebenaran yang hakiki, yaitu zat tunggal yang di
yakini sebagai Tuhan yaitu Allah Azza Wa Jalla. Nyawa yang hanya satu
beliau miliki tidaklah takut melayang untuk membela penemuann tentang keimanan
yang sesungguhnya.
Keyakinan
yang kuat akan keberadaan dan kuasa Allah S.W.T dengan totalitas beliau
ujudkan. Proses pembakaran Nabi Ibrahim AS oleh Raja Namrud dengan keadaan raga
Nabi diikat untuk kemudian dilemparkan kebunga
api, membuat Malaikat Jibril dan malikat lainnya bahkan burung
berkeinginan untuk menolongnya akan tetapi karena keimanan yang kuat kepada
Allah S.W.T membuatnya pasrah dan menyerahkan segala urusan yang sedang dijalani
ini kepada-Nya. Karena keimanan tersebut kemudian Allah S.W.T menghilangkan
sifat panas yang dimiliki api.
Keimanan
yang mutlak kepada Allah S.W.T dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS ini sangat
dihargai oleh Allah S.W.T sekalipun hal tersebut tidak diharapkan atau
diminta-Nya. Nabi Ibrahim atas keimanannya tersebut yang tidak mengharap kepada
dzat selain Allah S.W.T sehingga dihilangkan sifat panasnya api pada saat Nabi
Ibrahim AS didalamnya. Dalam Tafsir al-Ibris,
kepasrahan kepada Allah S.W.T oleh Nabi Ibrahim AS dikisahkan bahwa :
ملائكة جبريل
عندييكا : فنجنعان حاجة فونفا ؟ نبي ابرهيم ماعسولي : مناوى داتع فنجنعان كولا
بوتن حاجة فونفا٢. ملائكةجبريل عنديكامانيه : مناوى مكاتن اعغيه يوون داتع غوستى
الله, نبى ابراهيم ماعسولي : حَسبِى مِنْ سؤَالي علمهُ بحالى – حسبِىَ اللهُ ونعم
الوكيل = (فرسانيفون الله داتع كاوونتنان كاولا, سامفون يكافى فيون كاوولا = اعكع
يكافى كاوولا الله تعالى – الله تعالى فونيكا ساهى٢ نيفون ذات اعكع ديفون
فاسراهي). الله تعالى نولى داووه : يَاناَرُكونى برْدًا وّسلامًا على ابرهيم (هى
غنى! سيرا انها, دادي اديم لن اورا انبايا ني تمراف ابراهيم)[30]
Nabi Ismail
mengimani perintah Allah SWT melalui mimpi sang Ayah. Dengan jawaban yang penuh
kepasrahan kepada Allah S.W.T atas jawban dari pertanyaan Ayahnya ketika
ditawari untuk diqurbankan atas dasar mimpi dari Allah S.W.T. Pembenaran dan
kesanggupan tersebut diucapkan kepada sang Ayah untuk melakukan perintah Allah
S.W.T yang menyangkut keadaan dirinya. Dalam tafsir al-Ibris disebutkan bahwa :
: بفاء دالم اتورى ننداءكن فرينته ايفون الله,.[31]
Pembenaran
yang tinggi terhadap kuasa Allah S.W.T sudah nampak pada jiwa Ismail kecil dan
tetap ada hingga beliau bertumbuh dewasa.
Kehadiran sang Ayah semenjak meninggalkanya di
Makkah pada saat masih kecil, sang Ayah menjenguk keadaan keluarga kecil
anaknya di Makkah. Ismail dewasa sangat mematuhi nasihat Ayahnya sekalipun tidak diucapkan
langsung bahkan dengan bahasa istilah yang selalu ia benarkan. Nasihat pertama
yang dititipkan kepada istrinya tentang keadaan keluarganya itu akan tetapi
selalu dijawab dengan kekufuran hingga sang Ayah menitipkan pesan “Jika suamimu kembali, sampaikanlah salamku kepadanya dan
katakan kepadanya supaya dia mengganti ambang pintu rumahnya”.
Dengan salam yang dititipkan
kepada Isteri pertama Nabi Ismail AS tersebut, beliau menganggap bahwa sang
Ayah tidak setuju dengan perangai yang dimiliki isterinya sehingga harus
diceraikan. Kemudian dalam kehadiran yang berikutnyapun setelah Nabi Ismail AS
sudah menceraikan isteri pertamanya, hadirnaya sang Ayah tidak bertemu langsung
namun dengan isteriya. Pesan kepada sang anak kembali disampaikan dan
dititipkan kepada menantunya itu. Sang Ayah berpesan bahwa “Jika suamimu kembali, sampaikanlah salamku kepadanya dan
katakan kepadanya supaya dia menjaga ambang pintu rumahnya”.
Kepatuhan
kepada Allah S.W.T yang dilakukan Nabi Ismail AS dari masa kecil hingga dewasa senantiasa dijaga. Dari mulai membenarkan mimpi yang dialami sang Ayah
hingga nasihat-nasihat baik dalam menjalani kehidupan rumah tangga selalu
diindahkannya.
b.
Ikhlas
Nadhar Nabi
Ibrahim AS untuk menyembelih anaknya ketika belum memiliki anak pernah
diuncapkannya. Kemudian ketika anaknya berusia tujuh tahun beliau mendapatkan wahyu
supaya menyembelih (mengkorbankan) anakya. Perintah tersebut yang diterima oleh
Nabi Ibrahim AS bersangkutan dengan nyawa anaknya yang kebetulan anak tersebut
adalah anak yang sangat ditunggu-tunggu kedatangannya karena sudah lama
membangun keluarga tidak kunjung dikaruniai anak.
Proses
penyembelihan berjalan setelah ada kesepakatan keduanya. Karena adanya perintah
Allah S.W.T hal tersebut dilakukan dan bahkan dengan apa yang dilakukan Nabi
Ibrahim AS tersebut dibenarkan oleh Allah S.W.T karena mengindahkan wahyu yang
diturunkan kepadanya. Keikhlasan yang dimiliki Nabi Ibrahim AS sangat tinggi
terbukti bahwa perintah untuk mengorbankan sang anak yang diharapkan untuk
menjadi generasinya pun sanggup untuk dibenarkan.
Tanggung
jawab hidup atas dirinya yang dipikul oleh Nabi Ismail AS tidak dibatasi oleh kinerja jasad saja. Semasa kanak-kanak beliau merelakan
dirinya untuk dijadikan qurban karena wahyu Allah S.W.T kepada Ayahnya. Ujian seberat tersebut tidak akan
mampu dilakukan oleh orang yang tidak memiliki i’tiqod jiwa secara ikhlas.
Nabi
Ismail AS dewasa juga tidak lepas dari ujian yang berat. Awal membina
keluarganya, beliau mengalami perceraian yang disebabkan karena kurang sopannya
isteri kepada tamu sehingga Ayahnya menyuruh untuk menceraikan. Perintah dari
Ayahya tersebut beliau laksanakan tanpa lupa untuk menyebut nama Tuhannya
sekalipun sang Ayah lebih sering jauh dari Nabi Ismail AS.
Setelah
Nabi Ismail menikah lagi yang kedua kalinya, sang Ayah kembali menjenguk
keluarga kecil anaknya dan kembali menanyakan tentang keadaan keluarga
sebagaimana ditanyakan kepada isteri pertamanya. Kali ini sang menantu diterima
oleh Ayah Nabi Ismail AS sehingga dengan penuh rasa syukur beliau panjatkan
kepada Allah S.W.T tanpa membedakan keadaan yang pernah dialaminya.
Bertemunya
Nabi Ismail AS di luar rumahnya ketika berburu disekeliling sumur Zam-zam, rasa
kangen keduanya muncul hingga mereka
berdua saling memeluk.
Kepatuhan tersebut dapat diartikan bahwa apa yang pernah dialami Nabi Ismail AS
khususnya yang berkaitan langsung dengan Ayah tidak dianggap sebagai sesuatu
hal yang mengecewakan. Setelah beberapa waktu disitu, terjadi percakapan yang
intinya sang Ayah mengajak Nabi Ismail AS untuk ikut membantu menjalankan
perintah Allah S.W.T. Dalam perkataan Ayahnya kali ini tidak setegas ketika
menceritakan wahyu untuk mengorbankannya.
c.
Ihsan
Disiplin
kerja yang tinggi dilakukan Nabi Ibrahim AS ketika turun perintah dari Allah
S.W.T beliau kerjakan dengan sepenuh hati sekalipun banyak tanggung jawab
individu atas dirinya yang tidak kalah penting. Nyawa yang hampir melayang
untuk I’tiqod Risalah Tauhid ketika berhasil menemukan sesembahan
yang hakiki pernah dialaminya padahal hal tersebut tidak ada seorangpun yang
membelanya.
Hijrah
Nabi Ibrahim AS bersama Nabi Ismail AS dan Siti Hajar ibunya kekota makkah sehingga
meninggalkan Siti Sarah. Hijrah Nabi Ibrahim AS pada saat itu menurut
Adil Musthafa Abdul Halim dalam buku “Kisah Bapak dan Anak dalam al-Qur’an”
disebutkan bahwa :
“. . . akan tetapi, tidak lama kemudian rasa cemburu merasuk ke dalam
hatinya (Sarah). Dia meminta suaminya membawa Hajar dan anaknya pergi ketempat
yang sangat jauh yang tidak dapat dia dengar suara keduanya.
Dalam kisah tersebut mengantarkan makna bahwa Hijrahnya
Nabi Ibrahim AS adalah atas dasar kecemburuan Sarah. Akan tetapi menurut
pemahaman saya (penulis) bahwa hijrahnya tersebut adalah sekenario Allah
S.W.T supaya konsep rahmatal lil ‘alamin yang senantiasa ada dalam diri
utusan Allah S.W.T dapat dirasakan di tanah makkah yang pada saat itu tandus
dan tak berpenghuni kecuali orang tersebut yang pertamakali menempatinya (jawa
= babad alas).
Sebagai
kepala keluarga, Nabi Ibrahim AS di makkah kembali meninggalkan isteri dan
anaknya. Kepergian tersebut bukan sekedar mengantarkan Isteri dan anaknya
supaya jauh dari Sarah akan tetapi ini merupakan ujian kepatuhan untuknya. Hal tersebut
menurut Aviva
Schussman dalam
buku "The
Legitimacy and Nature of Mawid al-Nabī : (Analysis of a Fatwā)" dalam Wikipedia Ensiklopedi
Bebas dijelaskan bahwa :
“Tuhan memerintahkan Ibrahim untuk meninggalkan Hajar, untuk
mencoba kepatuhan perintah Tuhan.”
Perjalanan Nabi Ibrahim AS pada saat meninggalkan
untuk kembali menemui Sarah ditempat asalnya sebagai bukti bahwa kepatuhan
beliau ini karena menjalankan perintah Allah S.W.T karena secara logika tidak
akan mungkin itu dilakukannya karena ada anak yang sangat ditunggu
kehadirannya. Siti Hajar sebagai isteri yang akan ditinggalkan tersebut
menyadari bahwa pergi meninggalkan mereka berdua di Makkah ini karena adanya
panggilan da’wah dari Allah S.W.T. sebelum Nabi Ibrahim AS meninggalkan mereka,
beliau berdo’a sebagaimana dalam Tafsir al-Ibris dijelaskan bahwa :
دوه فعيران كاولا ! سا يكتوس كولا سمفون معغناكن سباغيان
سكيع تورونان كاولا وونتن اع جورع اعكع بوتن وونتن طكولانيفون,
Tafsir
al-Ibris dalam
surat Ibrahim : 37, menjelaskan bahwa kerelaan Nabi Ibrahim AS melalui do’anya,
beliau lakukan dengan penuh kerendahan dan seakan-akan beliau berhadapan dengan
Allah S.W.T untuk melaporkan apa yang diperbuat itu. Dalam do’anya tersebut
juga tampak jelas bahwa menempatkan Nabi Ismail AS beserta Ibunya bukan untuk
kenyamanan keluarga semata melaikan lebih mengedepankan pada pemerataan karunia
atas limpahan Allah S.W.T sehingga wilayah yang ditempati dikaruniai sumber
daya alam maupun manusia yang memiliki bobot kwalitas.
Kepasrahan seutuhnya kepada Allah S.W.T senantiasa diciptakan dalam
setiap perilaku yang dilakukan oleh Nabi Ismail AS tatkala berposisi menjadi
anak maupun setelah menjadi Nabi dan Rosulullah. Kisah pengorbanan Nabi Ismail AS sewaktu kecil ketika
diceritakan tentang mimpinya sang Ayah, pertayaan tegas dalam mimpi sang Ayah
disampaikannya. Nabi Ismail AS sebagai seorang anak dihadapan Ayahnya sanggup
menjawab dengan penuh pembenaran dan keyakinan kepada Allah S.WT, dalam QS
ash-Shafaat : 102 sebagaimana ditafsirkan dalam kitab tafsir al-Ibris,
Nabi Ismail AS menjawabnya dengan kalimat :
. . . ., دالم ان شاء الله امبتن بادي
بعكاع.[38]
Lafadz “InsyaAllah” dalam jawaban yang
disampaikannya tersebut mencerminkan atas pembenaran dan kesanggupan tanpa
syarat karena pengabdian diri kepada Allah S.W.T yang dimilikinya sudah melekat
sehingga yang dilakukannya tidak ada rasa ragu apalagi menghianati i’tiqodnya.
Jawaban
untuk kesanggupan Nabi Ismail AS atas pertanyaan untuk diqorbankan pantas
kiranya dijawab dengan tegas sekalipun hal tersebut sangat membahayakan
keselamatannya sebab ungkapan pertanyaan dari sang Ayah maksudnya jelas.
Berbeda lagi pertanyaan ketika harus bercerai dengan Isteri pertamanya, sang
Ayah menitipkan pesan kepada Isteri Nabi Ismail AS “Jika suamimu kembali, sampaikanlah salamku kepadanya dan katakan kepadanya supaya dia mengganti ambang pintu mu.” Dengan kalimat semacam itu yang
tidak begitu tegas pokok permasalahannya, Nabi Ismail AS memahaminya kalau
perangai sang Isteri kurang begitu disenaggi oleh Ayahnya sehingga harus
diganti atau diceraikan. Pesan dari Ayahnya tersebut kemudian dilakukannya
tanpa harus menanyakan masalahnya dan sambil menyebut “Ya Tuhanku”.
d.
Takwa
Do’a Nabi
Ibrahim AS baik ketika berharap sesuatu hal maupun telah selesai menjalankan
perintah Allah S.W.T senantiasa dipanjatkan. Da’wah kepada Ayahnya yang
disambut dengan hati yang tertutup karena dipengaruhi oleh perbedaan hati,
dengan perkataan lembut kepada Ayahnya dan panjatan do’a kepada Allah S.W.T,
beliau menjawab pernyataan Ayahnya “sesungguhnya kamu tidak akan mampu
menyakitiku. Dan aku akan memohon kepada Allah, agar Dia mau memberikan hidAyah
kepadamu, serta mau mengampuni dosa-dosamu.”
Da’wah kepada Ayahnya tersebut yang dilakukan Nabi Ibrahim AS tidak lepas
dari do’a yang dipanjatkan kepada Allah S.W.T.
Peristiwa
menemi Nabi Ismail AS yang kedua kali setelah anaknya bercerai dengan isteri
pertama, Nabi Ibrahim AS bertamu ke keluarga mereka. Pada saat bertamu
tersebut, Nabi Ibrahim AS tidak bertemu lagi dengan anaknya. Dalam rumah yang
didatang tersebut Nabi Ibrahim AS ditemui oleh isteri Nabi Ismail AS yang kedua
setelah bercerai dengan isteri pertamanya. Ketika bertemu dengan menantunya
tersebut Nabi Ibrahim AS bertanya kepada menantunya “lalu makanan apa yang
kalian santap?”, isteri Nabi Ismail AS menjawab “kami menyantap daging.” Nabi
Ibrahim AS bertanya kembali, “lalu jenis minuman apa yang kalian minum?”,
isteri Nabi Ismail AS menjawab “kami minum air”. Dengan mendengar jawaban
yang sangat berlawanan ketika menayakan kepada menantu yang pertamanya, kemudian
Beliau berkata “Ya Allah, berkahi daging mereka dan air mereka”.
Begitu besar tanggung jawab Nabi Ibrahim AS atas karunia Allah S.W.T. rasa
syukur yang tinggi dan ketulusan do’a beliau panjatkan untuk anaknya atas
limpahan karunia yang diberikan Allah S.W.T kepada keluarga kecil anaknya yang
sekian lama tidak bertemu dan hendak ditinggal kembali sebelum bertemu anaknya.
Aktifitas
untuk melanjutkan pembangunan ka’bah yang memang diperintahkan oleh
Allah S.W.T, beliau kerjakan dengan penuh gigih. Semakin lama
pembangunan tersebut semakin tinggi pula batu yang ditata sehingga selesailah
tugas beliau dalam melanjutkan pembangunannya. Disela-sela pembangunan tersebut
beliau berdoa sebagaimana dalam surat al-Baqoroh : 127 dijelaskan dalam tafsir
al-Ibris bahwa :
دوه فعران كولا. نامفى فنجنعان سكيع عمل كولا كبيه. ستهون فنجنعان اكو ذات
مرعكن تر كع عرتين.
Kepatuhan
Nabi Ibrahim AS dalam melakukan segala hal dilakukannya secara totalitas dalam
artian beliau ketika berbuat yang sifatnya bentuk fisik beliau kerjakan hingga
selesai sesuai perintah dari Allah S.W.T, sedangkan dalam hal berkomunikasi
langsung melalui do’a senantiasa dilakukan seakan-akan meminta terhadap
sesuatuhal yang ada dihadapannya sehingga kearifan tutur kata dapat
ditampakkanya.
Ketakwaan
Nabi Ismail AS tidak bisa diragukan lagi. Seperti apa patuh dan pembenaran akan
segala hal dari Allah S.W.T beliau lakukan. Dalam kondisi maupun tempat apapun
karakter takwa kepada Allah S.W.T senantiasa diwujudkan baik secara lafdzi maupun
‘amali.
Proses
perjalanan hidup yang dialami seorang Nabi tentunya banyak cobaan sebagai
bentuk ujian untuk menangani wilAyah da’wahnya. Nabi Ismail AS yang juga anak
dari seorang Nabi, beliau menjalani ujian yang khusus pada dirinya sendiri juga
mengalami ujian yang harus dijalani orang tuanya. Berserah kepada Allah S.W.T
beliau lafadzkan tatkala menjalani ujian yang sedang dialami Ayahnya
sehingga dalam kedaan tersebut beliau tetap kembali kepada keputusan Tuhannya.
Berprosesnya
untuk membantu Ayahnya ketika diperintahkan untuk membangun ka’bah disanggupi
dengan tegas untuk melaksanakan perintah Allah S.W.T tersebut yang diujudkan
dengan aktifitas kerja (‘amali) sebagai bentuk membenarkan Allah S.W.T
atas segala perintahnya. Ditengah-tengah aktifitasnya, do’a sebagai alat
komunikasi untuk menyampaikan segala hal dari hamba kepada Tuhan dilakukannya.
Dalam potongan QS al-Baqoroah : 127 doa Nabi Ismail dan Ayahnya adalah :
$uZ/u. . . ö@¬7s)s? !$¨YÏB ( y7¨RÎ) |MRr& ßìÏJ¡¡9$# ÞOÎ=yèø9$#
Ketakwaan terhadap Tuhannya tampak jelas dalam
kesehariannya. Nabi Ismail AS sebagai sosok anak yang sangat patuh terhadap
orang tuanya, beliau cerminkan dengan cara menyanggupi apa yang orang tua
kataka. Sebagai sosok hamba, beliau cerminkan melalui do’a dan pembenaran
terhadap segala sesuatu urusan yang kaitannya langsung dengan Allah S.W.T.
Nabi
Ibrahim AS dan anaknya yang juga sebagai Nabi, dalam Kitab Tafsir al-Ibris dapat
disimpulkan bahwa karakter yang mereka miliki tersebut bersumber dari
potensinya sendiri yang kemudian dikembangkan karena adanya keteguhan hati,
kejelian berfikir, keutuhan rasa dan pembenaran melalui raga terhadap
keberadaan Yang Maha Esa.
B.
Analisis Nilai Pendidikan
Karakter dalam Kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS pada Kitab Tafsir al-Jalalain
1. Karakter Nafsiyyah Nabi Ibrahim AS
dan Nabi Ismail AS pada Kitab Tafsir al-Jalalain
a. Jujur
Sikap bijak yang ditawarkan Nabi Ibrahim AS ketika
menceritakan tentang mimpi kepada anaknya dijalankan dengan kejujuran,
dijelaskan dalam tafsir al-Jalalain bahwa :
.... (قال يا بني إني أرى) أي رأيت (في المنام أني
أذبحك) ورؤيا الأنبياء حق وأفعالهم بأمر الله. . . [44]
Tindakan yang dilakukan oleh Nabi
Ibrahim AS ketika akan menjalankan perintah Allah S.W.T disampaikan dengan
tegas sehingga tidak ada sesuatu yang ditutup-tutupi.
Perintah yang diterima dalam mimpi Nabi Ibrahim AS
tersebut tidak sekedar akan menyakiti korban (sang anak) saja. perintah yang
diterimanya tidak ditinggalkan atau dilakukan tanpa memperdulikan orang yang
bersangkutan. Mimpi yang menjadi bahan pembahasan bersama anaknya, diceritakan
oleh Nabi Ibrahim AS seperti dalam mimpinya untuk menyembelih seseorang yang
memang orang tersebut adalah orang yang diajak atau diundang untuk
berkomunikasi. Kejujuran berkata terhadap wahyu yang diterima dalam mimpinya
disampaikannya dengan tegas sehingga Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS mudah
mendapatkan titik temu untuk menjalankan perintah Allah S.W.T.
Karakter jujur yang dilakukan Nabi Ibrahim AS tidak
hanya sekedar jujur yang hanya menguntungkan dirinya saja. Keberanian untuk
menceritakan apa yang ada dalam mimpinya itu bisa diartikan bentuk perbuatan
jujur yang tidak hanya menguntungkan dirinya saja. Dalam artian lain, beliau
sanggup mengatakan apa adanya tanpa harus ditutup-tutupi sekalipun apa yang
dikatakan tersebut “pahit”.
Nabi Ismail AS
dimata Ayahnya adalah sosok yang sangat dinanti-nati kelahirannya untuk
meneruskan keluarga. Dalam perjalanan hidup Ayahnya setelah Nabi Ismail AS
berusia tujuh tahun sang Ayah mendapati wahyu dalam mimpinya supaya
menqorbankan anak tersebut (Nabi Ismail AS). Mengingat bahwa Ayah Nabi Ismail
AS merupakan seorang Nabi yang tentunya patuh kepada Allah S.W.T maka apa yang
ada dalam mimpinya diceritakan kepada Nabi Ismail AS sehingga tuntutan
kesanggupan atas apa yang dialami orang tuanya harus dijawab.
Nabi Ismail AS atas apa yang diceritakan sang Ayah
disanggupinya dengan penuh kejujuran padahal hal tersebut disampaikan dalam
bentuk tawaran yang harus terlebih dahulu dipikirkan. Mengingat usia Nabi
Ismail AS pada saat itu masih kanak-kanak, beliau sudah bisa menjawab dengan
tegas dan jujur tanpa adanya paksaan dari Ayahnya. Kisah ini disebutkan dalam
QS ash-shafaat : 102 sebagaimana dijelaskan dalam tafsir al-Jalalain :
. . . (قال يا أبت)
التاء عوض عن ياء الإضافة (افعل ما تؤمر) به (ستجدني إن شاء الله من الصابرين) على
ذلك
Jawaban Nabi Ismail AS atas tawaran yang diajukan
ayahnya sangat mencerminkan sifat kejujuran yang dimilikinya. Nabi Ismail AS tidak menjawabnya dengan kalimat,
”Sembelihlah diriku!” namun menjawabnya dengan ”kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu!”. Artinya Nabi Ismail AS ingin menyampaikan
hal lain di balik kalimatnya itu bahwa perintah apapun yang diperintahkan Allah
S.W.T kepada ayahnya terhadap dirinya hendaknya dilaksanakan sebaik-baiknya,
baik berupa penyembelihan terhadap dirinya atau bahkan yang lebih dari itu.
b. Kerja Keras
Ka’bah sebagai bangunan bersejarah dunia yang dibangun
karena adanya perintah dari Allah S.W.T, Nabi Ibrahim AS sangat banyak ikut
andil akan keberadaan bangunan tersebut. Sebagai seorang Nabi,
beliau menjalankan pekerjaannya tidak hanya dengan satu metode saja. Usaha
sebagai bentuk tindakan langsung dalam pembangunan dilakukannya hingga Ka’bah
menjadi bangunan yang tertata. Telah kita ketahui bahwa sosok Nabi adalah orang
yang memiliki kedekatan khusus dengan sang penciptanya jadi sangat kecil
kemungkinannya jika apa yang diperbuat tidak diterima Allah S.W.T.
Nabi Ibrahim AS menunjukan sosok
pekerja keras ketika melanjutkan untuk membangun ka’bah. Do’a yang dipanjatkan
ketika bekerja merupakan bentuk kerja keras kepada Allah S.W.T supaya apa yang dikerjakan juga menghasilkan
ridlo. Qs al-Baqoroh : 127 dalam Kitab Tafsir tafsir
al-Jalalain sebagai berikut :
(و) اذكر (إذ يرفع إبراهيم القواعد) الأسس أو الجدر (من
البيت) يبنيه متعلق بيرفع (وإسماعيل) عطف على إبراهيم يقولان (ربنا تقبل منا)
بناءنا (إنك أنت السميع) للقول (العليم) بالفعل.
Kesanggupan mengucapkan do’a dalam tafsir ayat
tersebut dapat secara ma’nawi “(Dan) ingatlah (ketika Ibrahim
meninggikan sendi-sendi) dasar-dasar atau dinding-dinding (Baitullah) maksudnya
membinanya yang dapat dipahami dari kata 'meninggikan' tadi (beserta Ismail)
`athaf atau dihubungkan kepada Ibrahim sambil keduanya berdoa, ("Ya Tuhan
kami! Terimalah dari kami) amal kami membina ini, (sesungguhnya Engkau Maha
Mendengar) akan permohonan kami (lagi Maha Mengetahui) akan perbuatan kami”. Dapat disimpulkan
bahwa Nabi Ibrahim AS ketika membangun ka’bah beliau senatiasa berdo’a kepada
Allah S.W.T supaya apa yang dikerjakan
tersebut mendapat ridlo-Nya.
Kerja keras yang dilakukannya ketika bekerja sama dengan
Ayahnya untuk membangun Ka’bah dijalaninya hingga selesai pembangunan.
Kegigihan yang dilakukan terbukti dengan adanya bangunan Ka’bah. Hal
tersebut yang dilakukan bukan sekedar kebetulan memiliki sifat pekerja keras. Sebelum
Ayahnya mengajajak untuk membangun ka’bah, Nabi Ismail AS ditemui sedang
meraut anak panah di bawah lindungan pohon besar sebelah sumur zam-zam. Kerja
keras yang saat itu dilakukannya adalah untuk menafkahi keluarganya, hal
tersebut berarti Nabi Ismail AS sanggup memikul tanggung jawab dengan cara
bekerja sekalipun itu tidak disuruh oleh Ayahnya secara langsung.
Proses pembangunan Ka’bah yang dilakukan Nabi
Ismail AS beserta Ayahnya tidak bisa berhasil
ketika tidak dibarengi dengan sikap kerja keras yang dimilikinya. Menjalankan
wahyu dari Allah S.W.T sebagi prinsip dasar pembangunan Ka’bah tersebut
menjadi pendorong untuk tercapainya tujuan kerja yang dilakukannya. Pada saat
itulah, keduanya kemudian meninggikan pondasi Baitullah. Nabi Ismail AS mulai
mengangkut batu, sementara Ayahnya memasangnya. Setelah bangunan tinggi, Nabi
Ismail AS membawakan sebuah batu untuk menjadi pijakan bagi Ayahnya. dalam
Kitab Tafsir tafsir al-Jalalain dijelaskan :
. . . إسماعيل) عطف على إبراهيم
يقولان (ربنا تقبل منا) بناءنا (إنك أنت السميع) للقول (العليم) بالفعل [48]
Nabi Ismail AS
ditengah-tengah aktifitasnya tidak melupakan untuk berdo’a kepada
Allah S.W.T supaya yang dikerjakan diterima olehnya. Dari itulah kita bisa
memahami bahwa keperluan / aktifitas duniawi yang dilkakannya sekalipun dengan
keringat sendiri akan tetapi perlu adanya hubungan khusus dengan sang Khalik
yang nantinya dapat bermanfaat untuk kepentingan orang lain.
c. Sabar
Proses penyembelihan yang akan dilakukan Nabi Ibrahim
AS kepada anaknya penuh dengan sikap sabar atas keduanya. Kesabaran Nabi
Ibrahim AS terbukti dengan jelas ketika Allah S.W.T memerintahkan untuk
menyembelih anaknya. Perintah dari Allah S.W.T tersebutpun ditindak lanjutinya
sebagai mana dalam QS ash-Shafaat : 103 sebagaimana dalam tafsir
al-Jalalain dijelaskan bahwa :
(فلما أسلما) خضعا وانقادا لأمر الله تعالى (وتله
للجبين) صرعه عليه ولكل إنسان جبينان بينهما الجبهة وكان ذلك بمنى وأمر السكين على
حلقه فلم تعمل شيئا بمانع من القدرة الإلهية
Kesanggupan Nabi Ibrahim AS dalam menjalankan perintah
Allah S.W.T yang tidak sekedar
menyangkut dirinya sendiri ini dilakukannya melalui proses menanyakan kepada
anaknya (objek), hal ini berarti Nabi Ibrahim AS memiliki jiwa kesabaran yang
tinggi. Jika beliau tidak memiliki sikap ini maka kemungkinan hal yang akan
dilakukan adalah menolak perintah atau melakukannya tanpa harus berunding
dengan objek terlebih dahulu.
Berbagai ujian berat yang dialami Nabi Ismail AS
tidak ada satupun yang tidak dijalani dengan penuh kesabaran. Kesabaran
nabi Ismail AS ini adalah bagian dari karunia Allah S.W.T kepada Ayahnya (Nabi
Ibrahim AS) ketika berdo’a kepada Allah S.W.T :
Éb>u ó=yd Í< z`ÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$#
Dari do’a
tersebut Allah S.W.T menjawab :
çm»tRö¤±t6sù AO»n=äóÎ/ 5OÎ=ym
Artinya : Maka kami beri dia khabar gembira
dengan seorang anak yang amat sabar.
Kesabaran Nabi Ismail AS ini menjadi pengakuan Allah
S.W.T. kalimat “OÎ=ym” dalam
al-Qur’an dan terjemahannya yang ditafsirkan oleh Departemen Agama Republik
Indonesia menunjuk bahwa yang dimaksud adalah Nabi Ismail AS, sedangkan dalam
kitab tafsir al-Jalalain dijelaskan bahwa :
. . .فبشرناه بغلام حليم)
أي ذي حلم كثير
Perilaku sabar yang sangat ditunjukkan Nabi Ismail AS
adalah ketika sang Ayah menawari untuk dikorbankan. Nabi Ismail AS menjawab
sebagaimana dalam kitab tafsir al-Jalalain :
. . . (ستجدني إن
شاء الله من الصابرين) على ذلك
Tawaran yang tidak bisa
diputuskan dengan remeh tersebut, Nabi Ismail AS malahan membuat Ayahnya dengan
jawaban yang membuat sang Ayah nyaman karena dalam jawaban tersebut mengandung
makna nasihat kepada Ayahnya yang mana nantinya akan menemui Nabi Ibrahim AS
sebagai sosok yang sabar.
d. Tanggung Jawab
Keluarga merupakan dunia pendidikan awal bagi para
anak, itu berarti keluarga memiliki peranan penting bagi seorang anak sehingga
keluarga memiliki tanggung jawab besar terhadap perkembangan anggotanya baik dalam
perilaku sosial, Agama maupun pemahaman akan dirinya sendiri. Nabi Ibrahim AS
sebagi sosok kepala keluarga juga menjalankan peranan tersebut
kepada anaknya. Qs al-Baqoroh : 132 dalam Kitab Tafsir tafsir
al-Jalalain menjelaskan peranan tangung jawab Nabi Ibrahim AS dalam hal
keagamaannya yaitu :
. . . ووصى) وفي
قراءة أوصى (بها) بالملة (إبراهيم بنيه ويعقوب) بنيه قال : (يا بني إن الله اصطفى
لكم الدين) دين الإسلام (فلا تموتن إلا وأنتم مسلمون) نهي عن ترك الإسلام وأمر بالثبات
عليه إلى مصادفة الموت
Ayat dalam Tafsir tersebut merupakan sebuah tauladhan Nabi Ibrahim
AS ketika berperan untuk menasihati anak-anaknya supaya berpegang teguh
terhadap agama. Dalam penjelasan tafsir tersebut diketahui bahwa Nabi Ibrahim
AS berpesan “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu) yakni
agama Islam, (maka janganlah kamu mati kecuali dalam menganut agama
Islam!") Artinya ia melarang mereka meninggalkan agama Islam dan menyuruh mereka
agar memegang teguh agama itu sampai nyawa berpisah dari badan.
Memahami pejelasan tersebut secara logika berarti
pengetahuan dan perhatian orang tua kepada anak merupakan tanggung jawab pokok
yang harus dilakukan oleh siapapun dengan tujuan supaya sang anak selamat dan
sanggup memiliki ketehuhan dalam beragama (Islam) yang nantinya diterapkan
dalam tindakan lain yang bersifat sosial untuk tujuan pendekatan diri kepada
Allah S.W.T. Implementasi dari agama tersebut nantinya terwujud melalui
amalan baik yang nyata-nyata tertulis dalam kauliyyah maupun kauniyyah
dari fakta-fakta yang dihadapinya.
Tanggung jawab merupakan sebuah kebutuhan
tiap-tiap individu terhadap dirinya sendiri. Dari masalah janji, kerja hingga
menganjurkan keluarga untuk menjalankan perintah Allah S.W.T. mengenai masalah
tanggung jawab, Nabi Ismail AS merupakan sosok yang amat dipandang oleh Allah
S.W.T, yang berkenanan dengan urusan orang tua dirinya sendiri dan keluarga
beliau jalani hingga tuntas.
Allah S.W.T dalam kitab-Nya menganjurkan Nabi Muhammad
S.A.W supaya mengabadikan dalam al-Qur’an karena Nabi Ismail seorang yang benar
janjinya, dan dia adalah seorang Rasul dan Nabi. Selain itu Nabi Ismail AS
sanggup menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia
adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.
Kinerja Nabi Ismail AS sebagai Nabi dan Rasul,
diceritakan dalam al-Qur’an surat Maryam : 55 sebagaimana dalam
tafsir al-Jalalain dijelaskan bahwa :
(وكان
يأمرأهله) أي قومه (بالصلاة والزكاة وكان عند ربه مرضيا) أصله مرضوو قلبت الواوان
يائين والضمة كسرة.
Beberapa
hal yang dilakukannya ini menyangkut keselamatan umatnya. Anjuran sholat, zakat
terlah dianjurkan oleh Nabi Ismail AS kepada umatnya sebagai bentuk
pembelajaran terhadap diri sendiri, orang lain dan tanggung jawab kepada Allah
S.W.T.
2.
Karakter Insaniyyah
Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS pada Kitab
Tafsir al-Jalalain
a. Tolong Menolong
Nabi Ibrahim AS merupakan sosok yang tidak suka
menyerah dan dapat memposisikan diri dalam segala hal. Kesanggupan menolong
beliau lakukan, ilmu yang beliau miliki karena cepatnya membenarkan segala hal
ghoib yang datang dari Allah S.W.T diterapkannya untuk menolong dalam hal
ke-tahuhidan. Kekhawatiran Nabi Ibrahim AS terhadap Ayahnya karena akan ditimpa
adzab dari Allah S.W.T karena menyembah sesuatu hal yang durhaka kepada Allah
S.W.T.
Nabi Ibrahim AS kepada Ayahnya yang menyembah terhadap
hal yang durhaka kepada Allah S.W.T, maka beliau mengajak Ayah untuk mengikutinya.
Kekhawatiran tersebut disebutkan dalam QS. Maryam : 45 sebagaimana
dijelaskan dalam tafsir al-Jalalain :
(يا
أبت إني أخاف أن يمسك عذاب من الرحمن) إن لم تتب (فتكون للشيطان وليا) ناصرا
وقرينا في النار.
Nabi
Ibrahim AS melakukan hal tersebut faktor yang paling dasar adalah urusan
kepedulian untuk menolong orang lain yang masih dalam kesesatan sehingga karunia
ilmu yang dimiliki dipergunakan sebagai bentuk penyelamatan.
Kepatuhan yang dimiliki Nabi Ismail AS terhadap
Ayahnya dalam proses “melanjutkan” pembangunan ka’bah merupakan
tindakan kerjasama untuk saling tolong menolong atau saling melengkapi dalam
urusan kerja. Nabi Ismail AS dengan gigihnya mengerjakan hal yang
menjadi bagiannya untuk menolong sang Ayah ketika membangun ka’bah.
Dalam kegiatan kerja tersebut, Nabi Ismail AS bertugas mendatangkan batu-batu.
Kerjasama yang dilakukan Nabi Ismail AS ketika
pembangunan ka’bah tidak hanya melalui kegiatan fisik saja. Ditengah
proses pembangunan ka’bah, selain mendatangkan batu supaya dekat dengah
Ayahnya, Nabi Ismail AS senantiasa berdoa bersama Ayahnya supaya apa yang
diperbuat dapat diterima oleh Allah S.W.T. QS al-Baqoroh : 127
sebagaimana dalam tafsir al-Jalalain dijelaskan bahwa :
(و) اذكر (إذ
يرفع إبراهيم القواعد) الأسس أو الجدر (من البيت) يبنيه متعلق بيرفع (وإسماعيل)
عطف على إبراهيم يقولان (ربنا تقبل منا) بناءنا (إنك أنت السميع) للقول (العليم)
بالفعل .
Tolong menolong yang dapat dilakukan tidak sekedar
dalam kegiatan yang secara nyata mewujudkan atsar akan tetapi dalam
bentuk kesamaan ide maupun jasa dapat dijalaninya sehingga lengkap dalam
menjawab kebutuhan yang dialaminya. Pada saat manusia membutuhkan bukti fisik,
Nabi Ismail AS menunjukkan kinerjanya untuk menolong sang Ayah dengan cara
memindahkan batu. Sebagai seorang hamba yang perlu adanya komunikasi kepada
sang khalik maka do’a lah yang dijalankan untuk menolong sang Ayah supaya Allah
S.W.T menerima amalannya.
b. Toleransi
Perbedaan yang amat “menonjol” dalam kehidupan bermasyarakat
pasti selalau ada, begitu pula masalah keyakinan atau pun pemikiran. Nabi
Ibrahim AS sebagai orang yang pertama kali dikaruniai ilmu pengetahuan
ketauhidan dilingkungan masyarakat penyembah berhala tentu sangat dekat atau
terasa perilaku yang berbeda dengan keyakinan atau pemikirannya.
Toleransi akan sebuah perbedaan nilai tauhid sebagai fundamental
yang membentuk karakter seseorang terkadang sulit untuk ditolelir bahkan orang
akan segera memeranginya karena apa yang orang lain pahami bertentangan dengan
pemahaman yang kita miliki.
Kehidupan Nabi Ibrahim AS dilingkunagan yang berbeda
nilai tauhidnya, beliau sanggup menjalani dengan penuh toleransi
sehingga perbedaan tidak menjadi sebuah ancaman keselamatan. Sikap toleransi
yang dilakukan Nabi Ibrahim AS sebagaimana dalam ash-Shafaat : 87
dijelaskan dalam tafsir al-Jalalain bahwa :
(فما ظنكم
برب العالمين) إذا عبدتم غيره أنه يترككم بلا عقاب ؟ لا وكانوا نجامين فخرجوا إلى
عيد لهم وتركوا طعامهم عند أصنامهم زعموا التبرك عليه فإذا رجعوا أكلوه وقالوا
للسيد إبراهيم : اخرج معنا.
Perilaku toleran yang dilakukan Nabi Ibrahim AS
tidaklah menciptakan ketersinggungan terhadap orang yang memiliki pemahaman
berbeda. Masyarakat yang pada saat itu sebagaian besar menyembah berhala dan
suka berpesta tidaklah menciptakan amarah kepada Nabi Ibrahim AS akan tetapi
melahirkan sebuah dialektika sehingga Nabi Ibrahim AS dapat menyelami
kehidupan orang yang berbeda untuk menemukan cara yang secara logika dapat
mengalahkan cara perfikir orang lain.
Ajaran Allah S.W.T yang lebih mengedepankan konsep rohmatal
lil ‘alamin hal itu berarti tidak sebatas memberi keamanan kepada satu
golongan saja. Sikap toleransi sebagai implementasi untuk memujudkan konsep
tersebut dilakukan Nabi Ismail AS kepada Ayahnya. Tidak melakukan pemberontakan
atau menantang terhadap sesuatu hal yang dapat menghilangkan nyawanya dari apa
yang dilakukan oleh Ayahnya.
Nabi Ismail AS dalam ketoleransian terhadap apa yang
Ayahnya katakana beliau menjawab : Ya, bukti kebaikan Ismail ‘alaihissalam
sangat jelas terlihat pada jawabannya, ia mengatakan, “”Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Apa yang Nabi
Ismail AS lakukan tidak sekedar diucapkannya saja melainkan memperiapkan diri
untuk bersukap sebagaimana apa yang dikatakannya.
(فلما أسلما)
خضعا وانقادا لأمر الله تعالى.
Kepasrahan Nabi Ismail AS tunjukkan tersebut dapat
diartikan wujud toleransi karena lebih menunjukkan tindakan yang dapat
menyelamatkan misi ayahnya yang pada saat itu menjadi lawan secara individu
karena berkenaan dengan urusan nyawa. Tindakan tersebut yang dilakukan oleh
keduanya pada akhirnya mengilhami nilai qurban atau kesanggupan berbuat untuk
orang lain supaya dapat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dapat berpengaruh
baik untuk lingkungan.
c. Amar Ma’ruf
Nahi Munkar
Langkah ini ditempuh ketika pelaku kemungkaran tidak jera
dengan metode / langkah sebelumnya. Tindakan keras sebagai setrategi fisik
dapat diterapkan dengan memerhatikan etika dan kaidah syar’i, tidak
menyampaikan sesuatu melainkan dengan jujur, dan tidak melebar kesana-kemari
jika tidak perlu. Nabi Ibrahim AS sebagai bapak para Nabi menempuh langkah ini,
QS al-Anbiya : 67 dalam
tafsir al-Jalalain di jelaskan bahwa :
(أف) بكسر
الفاء وفتحها بمعنى مصدر أي نتنا وقبحا (لكم ولما تعبدون من دون الله) أي غيره
(أفلا تعقلون) أن هذه الأصنام لا تستحق العبادة ولا تصلح لها وإنما يستحقها الله
تعالى .
Mengatakan “أف” sebagai bentuk menentang terhadap keadaan yang ada
dilakukannya oleh Nabi Ibrahim AS kepada orang-orang penyembah patung karena
tidak bisa menerima alasan-alasan yang logis. Karakter Amar Ma’ruf Nahi Munkar dengan
cara yang terakhir ini dilakukan tentunya harus ada kepasrahan seutuhnya kepada
Allah S.W.T karena dalam posisi ini hanya kekuatan Allah S.W.T yang dapat
menolongnya sehingga pelaku tetap mendapat perlindungan sehingga kesusksesan
maupun kegagalannya tetap mendapat keridloan dan pertolongan Allah S.W.T.
Nabi Ismail AS sebagi Nabi yang mengilhami manusia
untuk melakukan ibadah Qur’ban dalam bentuk binatang sesembelihan
supaya dapat berbagi daging kepada orang lain. Selain itu beliau juga
menganjurkan kepada umatnya untuk melakukan shalat dan zakat.
Anjuran shalat dan zakat yang diperintahkan Nabi
Ismail AS kepada umatnya ini sebagaimana perintah Allah S.W.T kepada Nabi
Muhammad SAW untuk diceritakan dalam al-Quran.
Sikap Amar Ma’ruf Nahi Munkar tentang
shalat dan zakat yang dilakukan Nabi
Ismail AS sebagaimana QS. Maryam
: 55 dalam tafsir al-Jalalain bahwa :
… (بالصلاة والزكاة وكان عند ربه مرضيا) أصله
مرضوو قلبت الواوان يائين والضمة كسرة.
Perintah untuk menjalankan shalat maupun zakat telah
kita ketahui bahwa hal tersebut (shalat) ini sengaja Nabi Ismail AS anjurkan
supaya manusia (umatnya) selamat dalam urusan tauhid. Zakat sebagai anjuran
berikutnya yang dilakukan Nabi Ismail AS itu berarti perintah untuk bisa saling
berbagi terhadap sesama supaya tidak ada kesengangan.
d. Peduli
Kesanggupan Nabi Ibrahim AS ketika menolong Ayahnya dari
kesesatan tidak hanya berhenti pada titik itu saja, keilmuan dan dan kepiawaian
dalam menghadapi kehidupan karena sanggup mempelajari ujian dari Allah S.W.T
sebagai pendidikan nyata yang mengantarkannya pada karakter peduli. Kepedulian
Nabi Ibrahim AS untuk keselamatan seluruh umat manusia dilakukannya sebagaimana
dalam QS. Al-Baqoroh : 129 dijelaskan dalam tafsir al-Jalalain :
(ربنا وابعث
فيهم) اي أهل البيت (رسولا منهم) من أنفسهم وقد أجاب الله دعاءه بمحمد صلى الله
عليه و سلم (يتلو عليهم آياتك) القرآن (ويعلمهم الكتاب) القرآن (والحكمة) اي ما
فيه من الأحكام (ويزكيهم) يطهرهم من الشرك (إنك أنت العزيز) الغالب (الحكيم) في
صنعه.
Do’a yang diungkapkan Nabi Ibrahim AS sangat menunjukan
kepeduliannya kepada orang lain. Nabi Ibrahim AS berkehendak supaya keperkasaan
dan kebijakan Allah S.W.T dapat mengutus seorang Rasul yang dapat mensucikan
orang-orang yang masih belum bisa mengakui ketauhidan sehingga perlu adanya
sosok yang hadir untuk membacakan ayat Allah S.W.T.
Zakat sebagaimana dalam pembahasan Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang dilakukan Nabi Ismail AS
kepada umatnya yang kemudian dianjurkan oleh umat cucunya, sangat erat
hubungannya dengan sikap kepedulian terhadap sesama. Zakat sudah barang tentu
sebagai wujud penghambaan diri kepada Allah S.W.T dengan cara berbagi makanan
pokok supaya orang-orang yang sangat membutuhkan bisa mendapatkannya.
Kepedulian lain Nabi Ismail AS adalah dengan cara
belajar bahasa Arab yang dilakukannya bersama Kabilah Jurhum.
“Nabi Ismail AS tumbuh menjadi
pemuda dan belajar bahasa Arab kepada mereka”.
Dari belajar yang dilakukan Nabi
Ismail AS kepada Kabilah Jurhum yang dilakukannya secara materi tidak tampak,
akan tetapi perilaku tersebut dapat menyebabkan Kabilah Jurhum dapat merasakan
adanya perlakuan khusus sehingga kegiatan yang dilakukannya dapat mewujudkan
perlakuan yang manusiawi terhadap kelompok orang yang menjadi pendatang.
3.
Karakter Ilahiyyah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS
pada Kitab Tafsir al-Jalalain
a. Iman
Pengakuan terhadap ketauhidan Allah S.W.T yang dilakukan
Nabi Ibrahim AS merupakan sebuah bukti yang jelas bahwa beliau memiliki
keimanan. Selain itu Allah S.W.T mempercayainya bahwa Nabi
Ibrahim AS adalah orang yang sangat cepat untuk membenarkan sesuatu hal ghoib
yang datang dari Allah S.W.T.
Keseimbangan bathin atas keberadaan Allah S.W.T yang dimiliki
oleh Nabi Ibrahim AS tidak tersepas dari proses sekalipun beliau adalah seorang
Nabi. Keyakinan terhadap ketauhidan Kepada Allah S.W.T yang beliau pahami tidak
sekedar untuk kepentinag sendiri saja. Merubah cara berfikir dan beribadah
Ayahnya dilakukan beliau sebagai bentuk keimanan kepada dzat yang Tauhid.
Do’a kepada Allah S.W.T yang tidak
lupa untuk diucapkan ketika pembangunan ka’bah maupun berharap supaya
ada Nabi yang dapat membacakan ayat-ayat Allah S.W.T kepada manusia dengan
harapan supaya selamat, hal tersebut dapat menjadi bukti keimanan beliau.
Perjalanan untuk mendapatkan keimanan terbukti ketika Allah S.W.T berfirman
kepada Nabi Ibrahim AS sebagaimana QS al-Baqoroh : 131 dijelaskan dalam
Tafsir al-Jalalain bahwa :
(إذ
قال له ربه أسلم) إنقد لله وأخلص له دينك.
Kemudian Nabi
Ibrahim AS mengatakan :
(قال
أسلمت لرب العالمين)
.
Pengakuan Nabi
Ibrahim AS bahwa beliau tunduk dan patuh kepada Tuhan semesta alam sebagaiman
dalam ayat tersebut itu hanya untuk dirinya saja akan tetapi disisilain
beliaupun menganjurkan kepada anak-anaknya.
Mimpi Nabi Ibrahim AS yang berkenaan dengan anaknya (Nabi
Ismail AS) untuk dijadikan korban tidak bisa dipisahkan dengan
keimannannya Nabi Ismail AS karena sebagai objek dalam mimpi yang
diterima Sang Ayah. Pertanyaan untuk dijadikan sesembelihan
yang disampaikan oleh sang Ayah sebagaimana dalam QS ash-Shafaat : 102 :
$¬Hs>sù
x÷n=t/
çmyètB
zÓ÷ë¡¡9$#
tA$s%
¢Óo_ç6»t
þÎoTÎ)
3ur&
Îû
ÏQ$uZyJø9$#
þÎoTr&
y7çtr2ør&
öÝàR$$sù
#s$tB
ts?22.2
. . . . [67]
Apa yang
disampaikan sang Ayah sebagaimana dalam ayat tersebut disanggupi oleh Nabi
Ismail AS bahkan beliau fokus untuk membuat sang Ayah merasa nyaman dengan
jawabannya. Jawaban Nabi Ismail AS kepada Ayahnya tersebut sebagaimana dalam
tafsir al-Jalalain bahwa :
(قال
يا أبت) التاء عوض عن ياء الإضافة (افعل ما تؤمر) به (ستجدني إن شاء الله من
الصابرين) على ذلك
.
Menuruti apa yang menjadi beban sang Ayah dilakukan Nabi
Ismail AS karena sebagai bentuk memuliakan perintah Allah S.W.T sehingga dengan
keimanan yang ada dalam diri Nabi Ismail AS segala tindakannya itu senantiasa
mendapat perlindungan. Penyelamatan Allah S.W.T kepada
Nabi Ismail AS sangat dirasakannya. Pada saat penyembelihan yang mewarnai
perjalanan hidupnya, beliau mintadiikat kedua tangan dan kaki kemudian dibaringkan di atas lantai, lalu diambillah
parang tajam yang sudah tersedia dan sambil memegang parang ditangan sang
Ayah, Akan
tetapi parang yang sudah ditajamkan itu ternyata menjadi tumpul di leher Nabi
Ismail AS dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana
diharapkan. Dari
ketidak sanggupannya pisau terhadap Nabi Ismail AS tersebut merupakan sebuah
pertolongan Allah S.W.T karena keimanan yang dimiliki seorang hamba.
b. Ikhlas
Keikhlasan dalam beribadah yang dilakukan Nabi Ibrahim
AS syarat dengan nilai-nilai keikhlasan. Kebersihan hati dalam berbuat yang
dilakukan Nabi Ibrahim AS diakui oleh Allah S.W.T sebagai hanif. Kehanifan atau
keikhlasan Nabi Ibrahim AS dalam amalannya sehingga tidak ada campur ingatan lain yang
mendatangkan sekutu kepada Allah S.W.T.
Pengakuan kehanifan terhadap Nabi Ibrahim AS yang
dinyatakan oleh Allah S.W.T merupakan bagian keteladanan yang dimiliki.
Keteladanan Nabi Ibrahim AS akan kehanifannya itu dalam QS an-Nahl : 120
sebagaimana dijelaskan dalam tafsir al-Jalalain :
(إن إبراهيم
كان أمة) إماما قدوة جامعا لخصال الخير (قانتا)
مطيعا (لله حنيفا) مائلا إلى الدين القيم (ولم يك من المشركين) .
Pemahaman-pemahaman
yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS dalam keikhlasan terhadap Allah S.W.T
kemudiaan dianjurkan kepada Nabi Muhammad S.A.W supaya dapat berlaku seperti
kakeknya tersebut.
Kegagalan dalam membina rumah tangga yang pernah
dialami Nabi Ismail AS menjadi salah satu ujian yang pernah dijalaninya.
Peristiwa itu terjadi karena sang Ayah tidak begitu cocok dengan si menantu
tersebut. Dalam beberapa waktu setelah Nabi Ismail AS kembali menikah kemudian
beliau ditemui sang Ayah disekitar sumur Zam-zam. Dalam pertemuan tersebut sang
Ayah menceritakan tentang perintah Allah S.W.T untuk melakukan suatu pekerjaan.
Dari cerita samar yang sang Ayah sampaikan kepada Nabi Ismail AS masih
disanggupinya.
Kerelaan dan kesanggupan dalam bekerja membantu sang
Ayah yang dilakukan Nabi Ismail AS merupakan sebuah wujud dari sifat ikhlas
yang dimilikinya. Produktifitas kerja yang dijalani ketika melakukan
pembangunan ka’bah sehingga printah Allah S.W.T terselesaikan merupakan hasil
kerjasama dua belah pihak yang tulus sehingga tidak terjadi persaingan yang
“sehit”. Do’a kepada Allah S.W.T sebagai cermin orang yang ikhlas dalam bekerja
disampaikannya
. . . وإسماعيل) عطف على
إبراهيم يقولان (ربنا تقبل منا ) بناءنا (إنك أنت السميع) للقول (العليم) بالفعل .
Kesanggupan kerja dan do’a yang disampaikannya
merupakan perwujudan ikhlas Nabi Ismail AS sebab ketika beliau sanggup untuk
membantu sang Ayah itu berarti tidak ada sara kecewa melihat kejadian
sebelumnya yang pernah dialami dan tentunya Allah S.W.T sebagai harapan yang
sebenarnya untuk segala urusan sehingga menciptakan kebersihan hati. Jika apa
yang dilakukan Nabi Ismail AS tidak diliputi kebersihan hati hal akan tercipta
adalah kegagalan dalam pembangunan Ka’bah.
c. Ihsan
Keseriusan Nabi Ibrahim AS dalam menjalankan perintah
Allah S.W.T sehingga menjadi teladan tidak sekedar mendapatkan predeikat untuk
dirinya sendiri. Melalui do’a dan amalan yang
dilakukannya tidak bertentangan dengan nilai kepatuhan yang seakan akan meliat
atau merasa diawasi oleh yang memerintahkannya. Allah S.W.T ketika
memerintahkan untuk menyembelih anaknya melalui mimpi tidak untuk dibantah
sekalipun Allah S.W.T tidak memerintahkan langsung dihadapannya.
Nabi Ibrahim AS dalam segala hal tidak pernah berada
dalam keadaan lupa terhadap kebesaran Tuhannya sehingga sikap suka kembali
kepada Allah S.W.T senantiasa dilakukannya.
(إن إبراهيم
لحليم) كثير الأناة (أواه منيب) رجاع فقال لهم أتهلكون قرية فيها فيها ثلاثمائة
مؤمن ؟ قالوا لا قال أفتهلكون قرية فيها أربعون مؤمنا قالوا : لا قال أفتهلكون
قرية فيها أربعة عشر مؤمنا قالوا لا قال أفرأيتم إن كان فيها مؤمن واحد قالوا لا
قال إن فيها لوطا قالوا نحن أعلم بمن فيها الخ .
Sebagaimana Qs Huud : 75 dalam tafsir al-Jalalain bahwa Nabi Ibrahim AS
adalah sosok yang suka kembali kepada Allah S.W.T, hal itu berarti bahwa Nabi
Ibrahim AS menerapkan keIhsanannya melalui cara bertaubat kepada Allah S.W.T
yang tidak lain karena merasa tahu ataupun diawasi oleh Tuhannya.
Perilaku Nabi Ismail AS tidak sebatas untuk mematuhi
satu perintah saja. Pada saat Nabi Ismail AS berposisi sebagai anak dari Nabi
Ibrahim AS, beliau patuh dan baik terhadap segala harapan yang menyangkut
dirinya. Dalam kisah penyembelihan ataupun perceraian yang pernah dialaminya,
itu merupakan sebuah ke ihsanan yang dimiliki Nabi Ismail AS selaku anak
dihadapan Ayahnya sehingga tidak pernah ada ucapan “ah” pada jawban yang
disampaikannya.
Keyakinan terhadap segala urusan yang kaitannya dengan
Allah S.W.T dari kehidupan sang Ayah senantiasa Nabi Ismail AS lakukan bahkan
dari peristiwa mimpi sang Ayah supaya menyembelih beliau dan ajakannya untuk
melakukan pekerjaan supaya membangun ka’bah. Spirit yang tinggi untuk
ayahnya selalu diungkapkannya untuk menjalankan perintah Allah S.W.T. begitu
juga do’a atau penghambaan diri kepada Tuhannya senantiasa dijalaninya.
Kebaikan-kebaikan Nabi Ismail AS dalam kehidupannya
sangat berpengaruh besar terhadap tatakrama kehidupan manusia di masa
berikutnya. Sholat dan zakat sebagaimana dalam al-Qur’an surat Maryam
: 55 dalam tafsir al-Jalalain dijelaskan bahwa :
(وكان
يأمر أهله) أي قومه (بالصلاة والزكاة وكان عند ربه مرضيا) أصله مرضوو قلبت الواوان
يائين والضمة كسرة
.
Anjuran
untuk shalat dan zakat kepada umatnya dari tafsir tersebut adalah kisah teladan
Nabi Ismail AS yang Allah S.W.T contohkan kepada Nabi Muhammad S.A.W supaya
diceritakan dalam al-Qur’an yang menjadi wahyunya sehingga
pengikut Nabi Muhammad S.A.W turut
melaksanakan.
d. Takwa
Pembenaran-pembenaran akan hal yang datang dari Allah
S.W.T secara cepat dilakukannya oleh Nabi Ibrahim AS. Keyakinan yang kuat terhadap pembenaran
ketauhidan mengantarkannya kepada ketakwaan. Dari berbagai kisah untuk
menentukan ketauhidan yang dijalaninya banyak pertentangan yang mengancam
nyawanya, akan tetapi karena keimanan dan ketakwaanlah yang dapat
menyelamatkannya.
Kejelian yang dimiliki Nabi Ibrahim AS supaya tetap
dalam keadaan takwa dilakukannya kepada kaum penyembah patung di zaman Raja
Namrud. Karena ketakwaan yang beliau miliki sehingga Nabi Ibrahim AS menolak
untuk menghadiri pesta karena bertentangan dengan pengetahuan yang dimilikinya
sehingga beliau lebih memilih untuk mengatakan sakit. Sakit yang diakui oleh
Nabi Ibrahim AS pada saat itu dalam QS ash-Shafaat : 89 sebagaimana dijelaskan dalam tafsir al-Jalalain
:
(فقال إني
سقيم) عليل أي سأسقم
.
Pengakuan sakit yang
dilakukannya tersebut tiada lain adalah karena memiliki ketakwaan yang tinggi
kepada Allah S.W.T,sekalipun sakit yang diakuinya itu hanya untuk mengelabuhi
orang akan tetapi disisi lain pernyataan tersebut untuk menghindari dari hal-hal
yang dibenci oleh Allah S.W.T.
Perwujudan-perwujudan Nabi Ismail AS dalam ketakwaanya
kepada Allah S.W.T berlaku dalam segala urusan. Keimanan, Kesabaran,
menganjurkan untuk mendirikan salat, menunaikan zakat
beliau lakukannya, bahkan pemenuhan janji dalam menyelesaikan masalah dengan
Allah S.W.T yang dialami sang Ayah. Kesalehan yang menjadi bagian dari karunia
Ayahnya dari Allah S.W.T terpancar jelas dalam segala perilakunya.
Nabi Ismail AS sebagai sosok yang
taat dan mau untuk mengajarkan ketaatan kepada umatnya. Ketaatan kepada sang
Ayah sudah jelas dilakukannya dan yang tidak kalah penting adalah perintah
sholat dan zakat kepada umatnya dalam al-Qur’an surat Maryam : 55
sebagaiman keIhsanan yang dimilikinya. Dalam tafsir al-Jalalain dijelaskan bahwa :
. . . بالصلاة والزكاة وكان عند
ربه مرضيا) أصله مرضوو قلبت الواوان يائين والضمة كسرة [75].
sholat dan
zakat yang menjadi bagian dalam ketakwaan dianjurkan kepada umatnya hal itu
menujukkan bahwa ketakwaan yang dimilikinya juga perlu dianjurkan kepada umat
supaya sama-sama dapat menerima imbalan dari sifat takwa.
C.
Analisis Persamaan dan Perbedaan Antara Nilai – nilai Pendidikan
Karakter dalam Kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS Pada Kitab Tafsir Al-Ibris
dan Kitab Tafsir Al-Jalalain
Nilai – nilai
pendidikan karakter dalam kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS pada kitab Tafsir
Al-Ibris dan Kitab Tafsir Al-Jalalain dapat ditemui persamaan dan
perbedaannya. Adapun persamaan dan perbedaanya adalah :
1. Persamaan
Persamaan yang ada pada kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi
Ismail AS terletak pada saling dapat memposisikan dirinya dalam menjalani
peranannya. Dari segi Nafsiyyah, Insaniyyah dan Ilahiyyah selalu
bisa memposisikan dirinya dengan cara yang lebih memberi kemaslahatan orang
banyak, hanya saja Nabi Ibrahim AS dalam urusan tauhid beliau dihadapkan
masalah yang harus menguji dirinya sedangkan Nabi Ismail AS lebih karena beliau
sebagi anugrah dari kesabaran yang dimiliki oleh sang Ayah.
2. Perbedaan
Tafsir al-Ibris menjelaskan kehudupan dan
karakter seorang Ayah dan anak melalui alih bahasa al-Qur’an ke bahasa
jawa dan ditambah dengan kisah-kisah yang menjadi pendukung dalam menafsiri
sebuah ayat. Sama halnya dengan tafsir al-Jalalain.
Dalam tafsir tersebut menggunakan alih bahasa akan tetapi untuk masalah
pengkisahan hanya bersifat global atau tidak begitu banyak kisah yang menjadi
dasar penafsiran.
Mempermudah
terhadap persamaan dan perbedaan analisis nilai-nilai pendidikan karakter dalam
kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS pada kitab tafsir al-Ibris dan Kitab
Tafsir al-Jalalain dapat diketahui dengan table bahwa :
Tabel
Analisis Nilai Pendidikan Karakter
dalam KisahnNabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS
Nilai
Pendidikan Karakter
|
Nilai
Pendidikan Karakter dalam Kisah
Nabi Ibrahim
AS dan Nabi Ismail AS
|
Tafsir
al-Ibris
|
Tafsir al-Jalalain
|
Karakter Nafsiyyah
|
Jujur
|
-
wahyu dalam
mimpinya Nabi Ibrahim AS berkaitan dengan anaknya yang disampaikan beliau
tanpa ada yang ditutup-tutupi.
)هَى اناء
اݞسنْ: اݞݤيْر !!! اݞسُنْ سوفنا ساجرنى سارى, مناوا اݞسُونْ ݒمبليه مراݞ سليرامو,(
-
melakukan segala
sesuatu dilandasi motivasi dalam kerangka hanya mengharap ridhlo Allah S.W.T
melalui shidqu an-niyyah wa al-'azm
)بفاء
دالم اتورى ننداءكن فرينته ايفون الله, دالم ان شاء الله امبتن بادي بعكاع (,
|
-
sebagaimana dalam
tafsir al-Ibris, tafsir al-Jalalain menjelaskan kejujuran yang dilakukan Nabi
Ibrahim AS. Dalam tafsir al-Ibris dijelaskan bahwa :
.... (قال يا بني إني أرى) أي رأيت (في المنام أني أذبحك) ورؤيا
الأنبياء حق وأفعالهم بأمر الله.
-
Sebagaimana
kejujuran yang dilakukan Nabi Ismail AS dalam tafsir al-Ibris, dalam Tafsir
al-Jalalain dijelaskan bahwa :
(قال يا أبت) التاء عوض عن ياء الإضافة (افعل ما تؤمر) به (ستجدني إن شاء
الله من الصابرين) على ذلك
|
Kerja Keras
|
Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS
menlafadzkan selalu do’a ketika menlanjutkan pembangunan ka’bah.
)سأ جرون فدا يامبوت كاوي, ككارونى نبي
ابرهيم لن نبي اسماعيل تانساه ييوون مراع وعيران(
|
Nabi Ibrahim AS dan
Nabi Ismail AS menlafadzkan selalu do’a ketika menlanjutkan pembangunan
ka’bah.
(و)
اذكر (إذ يرفع إبراهيم القواعد) الأسس أو
الجدر (من البيت) يبنيه متعلق بيرفع (وإسماعيل) عطف على إبراهيم يقولان (ربنا
تقبل منا) بناءنا (إنك أنت السميع) للقول (العليم) بالفعل
|
Sabar
|
- Kesabaran
yang amat jelas dilakukan Nabi Ibrahim AS, salah satunya ketika akan dibakar.
Kemenangan dialektika yang tidak dianggap akan tetatpi beliau tetap menjalani
hukuman yang ditimpakannya.
- Nabi
Ismail AS dari segala perilakunya sangat menunjukan sifat sabar. Hal tersebut
diakui ALLah dalam kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad S.A.W
|
- Proses
penyembelihan yang akan dilakukan Nabi Ibrahim AS kepada anaknya penuh dengan
sikap sabar atas keduanya. Dalam tafsir al-Jalalain dijelaskan bahwa :
(فلما أسلما) خضعا
وانقادا لأمر الله تعالى (وتله للجبين) صرعه عليه ولكل إنسان جبينان بينهما
الجبهة وكان ذلك بمنى وأمر السكين على حلقه فلم تعمل شيئا بمانع من القدرة
الإلهية
- Nabi
Ismail AS atas penyembelihan yang disampaikan ayahnya, beliau menjawab
sebagaimana dijelaskan dalam tafsir al-Jalalain bahwa :
(ستجدني إن شاء الله
من الصابرين) على ذلك
|
Tanggung Jawab
|
- Rasa simpati dan tanggung jawab terhadap keluarga telah mendorong Nabi Ibraham AS untuk
menasihati dan mewasiatkan kepada anak-anak beliau agar berpegang teguh
kepada agama Allah S.W.T.
- Menjalani
untuk dikorbankan seperti apa jawaban yang pernah diucakkan untuk memenuhi
pertanyaan Ayahnya
|
- Tanggung
jawab terhadap keluarga sebagaimana dalam tafsir al-Ibris, Nabi Ibramim AS
dijelaskan pula dalam tafsir al-Jalalain bahwa :
ووصى) وفي قراءة أوصى (بها) بالملة (إبراهيم بنيه ويعقوب) بنيه قال : (يا بني
إن الله اصطفى لكم الدين) دين الإسلام (فلا تموتن إلا وأنتم مسلمون) نهي عن ترك
الإسلام وأمر بالثبات عليه إلى مصادفة الموت
-
Kinerja Nabi Ismail
AS sebagai Nabi dan Rasul, sebagaimana dalam tafsir al-Jalalain
dijelaskan bahwa :
(وكان يأمرأهله) أي
قومه (بالصلاة والزكاة وكان عند ربه مرضيا) أصله مرضوو قلبت الواوان يائين
والضمة كسرة.
|
Karakter Insaniyyah
|
Tolong Menolong
|
- Ilmu
tauhid yang mengilhami beliau kemudian dijadikan sarana untuk menolong sang
Ayah yang masih menyembah patung
- Setelah Nabi Ismail AS dewasa, beliau membantu Ayahnya, Nabi Ibrahim AS untuk “melanjutkan” membangun ka’bah sebagai pusat penyembahan
kepada Allah S.W.T
|
- Nabi
Ibrahim AS kepada Ayahnya yang menyembah terhadap hal yang durhaka kepada
Allah S.W.T, maka beliau mengajak Ayah untuk mengikutinya. sebagaimana
dijelaskan dalam tafsir al-Jalalain :
(يا أبت إني أخاف أن
يمسك عذاب من الرحمن) إن
لم تتب (فتكون للشيطان وليا) ناصرا وقرينا في النار
- Tolong menolong yang dapat dilakukan tidak
sekedar dalam kegiatan yang secara nyata mewujudkan atsar akan tetapi
dalam bentuk kesamaan ide maupun jasa dapat dijalaninya sehingga lengkap
dalam menjawab kebutuhan yang dialaminya. Sebagaimana kerja keras yang pernah
dilakukannya, disitu dapat ditemui nilai karakter tolong meolong yang sedang
dijalaninya.
|
Toleransi
|
- Nabi
Ibrahim AS menawarkan terlebih dahulu kepada anaknya berkenaan dengan mimpi
yang beliau alami.
- Nabi
Ismail AS tidak melawan terhadap mimpi yang dialami sang ayah.
|
- Kehidupan
Nabi Ibrahim AS di lingkunagan yang berbeda nilai tauhidnya, beliau
sanggup menjalani dengan penuh toleransi sehingga perbedaan tidak menjadi
sebuah ancaman keselamatan. dalam tafsir al-Jalalain bahwa :
(فما ظنكم برب
العالمين) إذا عبدتم غيره أنه يترككم بلا عقاب ؟ لا وكانوا نجامين فخرجوا إلى
عيد لهم وتركوا طعامهم عند أصنامهم زعموا التبرك عليه فإذا رجعوا أكلوه وقالوا
للسيد إبراهيم : اخرج معنا
- Kepasrahan
yang penuh, dilakukan Nabi Ismail AS. Hal tersebut terjadi pada saat proses
penyembelihan sehinnga sikap toleransi benar-benar terjadi.
|
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
|
- Atas dasar akal sebagai karunia-Nya beliau pergunakan, lemah lembut
karena apa yang harus dilakukannya supaya tidak bertentangan atau
bersingungan dengan orang lain dan sabar dilakukannya supaya tujuan tercapai.
- Nabi
Ismail AS memerintahkan shalat dan zakat kepada umatnya supaya mereka
selamat.
|
- Bertindak
keras ketika lemah lembut sudah tidak bisa membuahkan hasil dilakukan Nabi
Ibrahim AS, kalimat “uff” keluar dari ucapannya ketika berhadapan dengan
penyembah berhala. Dalam tafsir al-Jalalain dijelaskan bahwa :
(أف) بكسر الفاء
وفتحها بمعنى مصدر أي نتنا وقبحا (لكم ولما تعبدون من دون الله) أي غيره (أفلا
تعقلون) أن هذه الأصنام لا تستحق العبادة ولا تصلح لها وإنما يستحقها الله تعالى
- Amar Ma’ruf
Nahi Munkar yang dijalani Nabi Ismail AS
diantaranya adalah masalah anjuran shalat dan zakat. Hal tersebut dijelaskan
dalam tafsir al-Jalalain bahwa :
(بالصلاة والزكاة وكان عند ربه مرضيا)
أصله مرضوو قلبت الواوان يائين والضمة كسرة
|
Peduli
|
- Kepedulian
terhadap sang Ayah supaya tidak terjerumus kepada kesesatan dilakukannya.
- Amar maruf Nahi munkar yang selalu dijalani Nabi Ismail AS tidak sebatas untuk kepentingan dirinya saja. Dalam sholat yang dianjukan kepada
umatnya dilihat dari sisi sosial maka akan terjadi hubungan saling
mengingatkan antara satu sama lain sehingga tercipta keagraban dalam
lingkungan.
|
- Kepedulian
dalam hal tauhid dilakukan Nabi Ibrahim AS tidak terhadap Ayahnya saja,
kepada keturunan dan umat diluar masanya juga masih peduli. Hal
tersebut dapat ditemui dalam surat al-baqoroh : 129 . Dalam tafsir al-Jalalain
dijelaskan bahwa :
(ربنا وابعث فيهم) اي
أهل البيت (رسولا منهم) من أنفسهم وقد أجاب الله دعاءه بمحمد صلى الله عليه و
سلم (يتلو عليهم آياتك) القرآن (ويعلمهم الكتاب) القرآن (والحكمة) اي ما فيه من
الأحكام (ويزكيهم) يطهرهم من الشرك (إنك أنت العزيز) الغالب (الحكيم) في صنعه
- Shalat dan
zakat sebagai wujud kepedulian dianjurkan oleh Nabi Ismail AS kepada umatnya.
Hal lain juga dilakukannya terhadap lingkungan semasa mudanya, beliau
melakukannya kepada suku jurhum dengan cara belajar bersama mereka.
|
Karakter Ilahiyyah
|
Iman
|
- Keimanan Nabi Ibrahim AS yang teguh,
dapat di lihat bagaimana ketika beliau dengan tegas untuk tidak ikut serta
menyembah patung berhala yang di sanjung-sanjung masyarakat pada kala itu.
Beliau berani untuk menjadi dirinya yang berbeda, untuk mempertahankan
kebenaran
- Sanggup
untuk diqorbankan oleh ayahnya, Nabi Ismail AS jalani karena dan sangat
percaya semua itu adalah perintah dari Allah S.W.T
|
- Nabi
Ibrahiim AS adalah sosok yang beriman, keimanan beliau dijelaskan dalam
tafsir al-jalalain bahwa :
(إذ قال له ربه أسلم)
إنقد لله وأخلص له دينك (قال أسلمت لرب العالمين)
- Menuruti
apa yang menjadi beban sang Ayah dilakukan Nabi Ismail AS karena sebagai
bentuk memuliakan perintah Allah S.W.T sehingga dengan keimanan yang ada
dalam diri Nabi Ismail AS segala tindakannya itu senantiasa mendapat
perlindungan.
|
Ikhlas
|
- Nadhar Nabi Ibrahim AS untuk
menyembelih anaknya ketika belum memiliki anak pernah diuncapkannya. Kemudian ketika
anaknya berusia tujuh tahun beliau mendapatkan wahyu supaya menyembelih
(mengkorbankan) anakya.
- Nabi
Ismail AS menyanggupi ayahnya untuk turut serta membangun ka’bah yang
diperintahkan Allah S.W.T
|
- Keikhlasan dalam beribadah yang dilakukan Nabi Ibrahim AS
dianjurkan untuk diteladani. Predikat alhanif diberikan oleh Allah S.W.T.
dalam tafsir al-Jalalain dijelaskan bahwa :
(إن إبراهيم كان أمة)
إماما قدوة جامعا لخصال الخير (قانتا) مطيعا (لله
حنيفا) مائلا إلى الدين القيم (ولم يك من المشركين)
- Do’a
kepada Allah S.W.T sebagai cermin orang yang ikhlas dalam bekerja disampaikan
nabi Ismail AS sebagaimana dijelaskan dalam tafsir al-Jalalain bahwa :
. . . وإسماعيل) عطف على إبراهيم يقولان (ربنا تقبل منا ) بناءنا (إنك أنت
السميع) للقول (العليم) بالفعل
|
Ihsan
|
Nabi Ibrahim AS bersama Nabi
Ismail AS menjalankan pembangunan ka’bah hingga menjadi bangunan yang tinggi
dan beliau selalu memanjatkan doa seaakan-akan beliau berdua bekerja diawasi
oleh yang memerintahkan.
|
- Keikhlasan
Nabi Ibrahim AS sebagai pondasi utama dalam keihsanannya.
(إن إبراهيم لحليم)
كثير الأناة (أواه منيب) رجاع فقال لهم أتهلكون قرية فيها فيها ثلاثمائة مؤمن ؟
قالوا لا قال أفتهلكون قرية فيها أربعون مؤمنا قالوا : لا قال أفتهلكون قرية
فيها أربعة عشر مؤمنا قالوا لا قال أفرأيتم إن كان فيها مؤمن واحد قالوا لا قال
إن فيها لوطا قالوا نحن أعلم بمن فيها الخ
- Anjuran
shalat dan zakat yang dilakukan Nabi Ismail AS merupakan media supaya
seseorang dapat mencapai keihsanan dalam dirinya.
|
Takwa
|
-
Do’a dan berbuat dalam segala hal yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim
AS sebagai cermin ketaqwaan bahkan ketika berda’wah kepada orang tuanya
harapan utama adalah keselamatan untuk tidak mendapatkan murka Allah.
-
Ketakwaan terhadap Tuhannya tampak jelas dalam
kesehariannya. Nabi Ismail AS sebagai sosok anak yang sangat patuh terhadap
orang tuanya, beliau cerminkan dengan cara menyanggupi apa yang orang tua
katakan.
|
-
Pembenaran-pembenaran akan hal yang datang dari Allah S.W.T secara cepat
dilakukannya oleh Nabi Ibrahim AS. Ketakwaan beliau lakukan dengan
bermacamhal hingga beliau bersikap bohong ketika diajak untuk merayakan
pesta. Dalam tafsir al-Jalalain dijelaskan bahwa :
(فقال إني سقيم) عليل أي سأسقم
- Nabi Ismail AS sebagai sosok yang taat dan mau untuk
mengajarkan ketaatan kepada umatnya. Ketaatan kepada sang Ayah sudah jelas
dilakukannya dan yang tidak kalah penting adalah perintah sholat dan zakat
kepada umatnya
|