Friday, 1 August 2014

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KISAH NABI IBRAHIM AS DAN NABI ISMAIL AS (Studi Komparatif antara Kitab Tafsir al-Ibris dan Kitab Tafsir al-Jalalain) (BAB 3)

BAB III
BIOGRAFI
PENGARANG KITAB


A.    Kitab Tafsir al-Ibris
Tafsir al-Ibris  jika ditinjau dari keluasan penafsiran ayat, maka terkategori ijmali, karena penafsiran ayat-ayat Alqurannya dituturkan secara global saja, tidak secara mendalam dan panjang lebar sehingga mudah dipahami. Ditinjau dari segi sasaran dan tertib penafsiran ayat Dari aspek ini, tafsir al-Ibris  tergolong bermetode tahlili, karena  penafsiran ayatnya dilakukan secara keseluruhan mulai dari ayat dan suratnya sesuai urutan mushaf, mulai al-Fatihah hingga an-Nas. Adapun berkenaan dengan pengarang kitab Tafsir al-Ibris adalah : 
1.    Riwayat Hidup Pengarang Kitab Tafsir al-Ibris
Bisri Musthofa merupakan satu diantara sedikit ulama Islam Indonesia yang memiliki karya besar. Beliaulah sang pengarang kitab tafsir al-Ibris li Ma’rifah Tafsir al-Qur’an al-‘Aziz. Kitab tafsir ini selesai beliau tulis pada tahun 1960 dengan jumlah halaman setebal 2270 yang terbagi ke dalam tiga jilid besar. Beliau dilahirkan di kampung Sawahan, Rembang, Jawa Tengah pada tahun 1915,[1] dengan nama asli Mashadi (yang kemudian diganti menjadi Bisri Musthofa setelah menunaikan ibadah haji). Bisri Musthofa merupakan putra pertama dari pasangan H. Zainal Mushthofa dengan isteri keduanya bernama Hj. Chotijah.[2]
Pada usia yang kedua puluh, Bisri Musthofa dinikahkan oleh gurunya yakni Kiai Cholil dari Kasingan (tetangga Pesawahan) dengan seorang gadis bernama Ma’rufah yang tidak lain adalah putri Kiai Cholil sendiri. Dari pernikahannya ini, Bisri Musthofa dikaruniai delapan orang anak, yakni Cholil, Musthofa, Adieb, Faridah, Najihah, Labib, Nihayah dan Atikah. Dua orang putra yakni Cholil (KH. Cholil Bisri) dan Musthofa (KH. Musthofa Bisri) mungkin yang paling familiar dikenal masyarakat sebagai penerus kepemimpinan Pondok Pesantren.

2.    Latar Belakang Pendidikan Pengarang Kitab Tafsir al-Ibris
Bisri Musthofa lahir dalam lingkungan pesantren, karena memang ayahnya seorang Kiai. Sejak umur tujuh tahun, beliau belajar di sekolah “Angka Loro” di Rembang. Di sekolah ini, beliau hanya bertahan satu tahun, karena ketika hampir naik kelas dua beliau diajak orang tuanya untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci dan di sana pula (pelabuhan Jeddah) Ayahnya meninggal dunia.[3] Sepulang dari Makkah, Bisri Musthofa sekolah di Hollan Indische School (HIS) di Rembang. Tak lama kemudian, ia dipaksa keluar oleh Kiai Cholil dengan alasan sekolah tersebut milik Belanda. Akhirnya, beliau kembali ke sekolah “Angka Loro”nya yang dulu. Ia belajar di Angka Loro hingga mendapatkan sertifikat dengan masa pendidikan empat tahun.
Pada usia 10 tahun, KH. Bisri Musthofa melanjtukan pendidikannya ke pesantren Kajen, Rembang. Selanjutnya pada 1930, belajar di Pesantren Kasingan pimpinan Kiai Cholil. Setahun setelah dinikahkan oleh Kiai Cholil dengan putrinya, Bisri Musthofa berangkat lagi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji bersama-sama dengan beberapa anggota keluarga dari Rembang. Namun seusai haji, KH. Bisri Musthofa tidak pulang ke tanah air, melainkan memilih bermukim di Mekah dengan tujuan menunutut ilmu di sana. Di Mekah, beliau belajar dari satu ke guru lain secara langsung dan privat. Tercatat beliau pernah belajar kepada Syeikh Baqil, asal Yogyakarta, Syeikh Umar Hamdan Al Maghriby, Syeikh Ali Malik, Sayid Amid, Syeikh Hasan Massath, Sayid Alwi dan KH. Abdullah Muhaimin. Dua tahun lebih Bisri Musthofa menuntut ilmu di Mekah. Bisri Musthofa pulang ke Kasingan tepatnya pada tahun 1938 atas permintaan mertuanya.

3.    Karya-karya Pengarang Kitab Tafsir al-Ibris
Berbagai buah pena karya beliau kurang lebih mencapi 54 buah judul, meliputi :[4]
a.       Bidang Tafsir
Selain tafsir Al Ibris, Bisri Musthofa juga menyusun kitab Tafsir Surat Yasin. Tafsir ini bersifat sangat singkat dapat digunakan para santri serta dai di pedesaan. Termasuk karya beliau dalam bidang tafsir ini adalah al-Iksier yang berarti “ Pengantar Ilmu Tafsir” ditulis sengaja untuk para santri yang sedang mempelajari ilmu tafsir.
b.      Hadist
Beberapa kitab hadis yang beliau susun diantaranya :
-          Sullamul Afham, terdiri dari 4 jilid, berupa terjemah dan penjelasan. Didalamnya memuat hadist-hadist hukum syara’ secara lengkap dengan keterangan yang sederhana.
-          Al Azwad al Musthofawiyah, berisi tafsiran Hadist Arba’in awawi untuk para santri pada tingkatan Tsanawiyah
-          Al – Mandhomatul Baiquny, berisi ilmu Musthalah al Hadist yang berbentuk nadham yang diberi nama
c.       Aqidah
Beberapa kitab aqidah yang beliau susun diantaranya :
-          Rawihatul Aqwam
-          Durarul Bayan
d.      Syari’ah
Beberapa kitab Syari’ah yang beliau susun diantaranya :
-          Sullamul Afham li Ma’rifati Al Adillatil Ahkam fi Bulughil Maram
-          Qawa’id Bahiyah, Tuntunan Shalat dan Manasik Haji
-          Islam dan Shalat
e.       Ahlak / Tasawuf
Beberapa kitab Ahlak / Tasawuf yang beliau susun diantaranya :
-          Washaya al-Abaa’ lil Abna
-          Syi’ir Ngudi Susilo
-          Mitra Sejati
-          Qashidah al-Ta’liqatul Mufidah (Syarah Qashidah al Munfarijah karya Syeikh Yusuf al Tauziri dari Tunisia).
f.       Ilmu Bahasa Arab
Beberapa kitab Ilmu Bahasa Arab yang beliau susun diantaranya :
-          Jurumiyah
-          Nadham ‘Imrithi
-          Alfiah Ibn Malik
-          Nadham al Maqhsud
-          Syarah Jauhad Maknun
g.      Ilmu Mantiq / Logika
Kitab Ilmu Mantiq / Logika yang beliau susun yaitu Tarjamah Sullamul Munawarraq, memuat dasar-dasar berpikir yang sekarang dikenal dengan ilmu Mantiq dan logika.
h.      Sejarah
Beberapa kitab sejarah yang beliau susun diantaranya :
-          An-Nibrasy
-          Tarikhul Anbiya
-          Tarikhul Awliya

4.    Karir Pengarang Kitab Tafsir al-Ibris
Bisri Musthofa hidup dalam tiga zaman, yaitu zaman penjajahan, zaman pemerintahan Soekarno, dan masa Orde Baru. Pada zaman penjajahan, ia duduk sebagai ketua Nahdlatul Ulama dan ketua Hizbullah Cabang Rembang. Kemudian, setelah Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) dibubarkan Jepang, ia diangkat menjadi ketua Masyumi Cabang Rembang yang dibawah komando pusat oleh KH. Hasyim Asy’ari dan wakilnya Ki Bagus Hadikusumo.[5] Masa-masa menjelang kemerdekaan, Bisri Musthofa mendapat tugas dari PETA (Pembela Tanah Air). Beliau juga pernah menjabat sebagai kepala Kantor Urusan Agama dan ketua Pengadilan Agama Rembang. Menjelang kampanye Pemilu 1955, jabatan tersebut ditinggalkan, dan mulai aktif di partai NU. Dalam hal ini beliau menyatakan : "tenaga saya hanya untuk partai NU… dan di samping itu menulis buku".[6] 

B.     Kitab Tafsir al-Jalalain
Tafsir al-Jalalain (bahasa Arab: تفسير الجلالين  Tafsīr al-Jalālayn, arti harfiah: "tafsir dua Jalal") adalah sebuah kitab tafsir al-Qur'an terkenal yang dikarang oleh seorang yang memiliki kesamaan nama yaitu Jalaluddin,[7] sehingga kitab tafsir tersebut disebut tafsir dua jalal. Kitab tafsir ini memiliki keunikan dibandingkan tafsir-tafsir lainnya, terutama dalam menganalisis setiap kata dan lafal yang diterangkan. Metode yang digunakan adalah tafsir bi al-ra'yi, yakni menggunakan pola logika (ijtihad). Adapun kedua biografi pengarang kitab tersebut yaitu :
1.    Jalaluddin Al-Mahalli
a.       Riwayat Hidup Jalaluddin Al-Mahalli
Jalal al-Din Muhammad ibn Ahmad al-Mahalli al-Shafi'i, beliau lahir tahun 791- 864 H atau 1389-1459 M.[8]  Dalam muqodimah kitab ash-Showi, beliau diterangkan bahwa :
الإ مام جلال الدين المحلي : فهو العلامة محمد بن احمد محمد بن ابراهيم احمد بن هاشم المحلي المصري الشافعى. ولد بالقا هرة عام  ۷۹۱ هــــ الموافق لعام  ۱۳٨۹ م , وتوفي في مستهل عام ٨۶۴ هــــ الموافق لعام  ۱۴۵۹ م, [9]
Beliau adalah sosok yang selalu tampil sederhana, jauh dari gemerlap dunia meski ia juga seorang pedagang. Sejak kecil, Al-Mahalli sudah menunjukkan tanda-tanda kecerdasan. Berkat keuletannya dalam menutut ilmu, ia banyak menguasai berbagai disiplin ilmu. Karena itu, selain dikenal sebagai ahli tafsir, Al-Mahalli juga dikenal fakih (ahli dalam bidang hukum Islam), ahli kalam (teologi), ahli usul fikih, ahli nahwu (gramatika), dan menguasai mantik (logika).[10]

b.      Latar Belakang Pendidikan Jalaluddin Al-Mahalli
Mengenai petualangan studinya bisa dibilang tidak begitu istimewa, beliau tidak melakukan petualangan studi lintas Negara layaknya para ulama lainnya. Akan tetapi ia lebih memilih berguru pada para ulama terkenal di negaranya, Al-Mahalli belajar dan berguru kepada ulama yang masyhur pada masa itu. Di antaranya adalah :[11]
-          Al-Badri Muhammad bin Al-Aqsari,
-          Burhan Al-Baijuri,
-          Ala’ Al-Bukhari
-          Al-Allamah Syamsuddin Al-Bisathi.
Namun, tidak sedikit pula dari ilmu-ilmu yang dikuasainya itu dipelajari secara otodidak.


c.       Karya-karya Jalaluddin Al-Mahalli
Al-Mahalli, disamping aktif mengajar juga dikenal sebagai seorang penulis yang produktif. Hampir di setiap bidang ilmu yang dikuasainya, ia menghasilkan sebuah karya tulis. Karya beliau selain Tafsir al- Jalalain diantara yaitu :[12]
-          Syarh Jami' Al-Jawami (Tentang ushuluddin dan usul fikih)
-          Syarh Al-Minhaj Ath-Thalibin, karya Imam Nawawi (Tentang  fikih)
Kitab tersebut dipakai hampir di seluruh pesantren di Indonesia. Ulama Syafi’i juga banyak mempelajari dan menggunakan kitab ini sebagai rujukan.

d.      Karir Jalaluddin Al-Mahalli
Setelah menyelesaikan studinya di Alahzar, beliau diangkat menjadi staf pengajar di al-mameternya untuk mengajar disiplin ilmu Fiqih, semenjak itu pula ia lebih memilih menjalani hidup sebagai sosok sufi. Zuhud menjadi cermin utama dalamp erjalanan hidup yang beliau jalani saat itu. Sehingga bila menelisik kehidupannya yang serba kekurangan dalam pakaiyan, makanan, kendaraan dan lainnya merupakan pemandangan yang biasa dalam kehidupannya. Seakan tak ada sedikitpun kesukaan dalam dunia.
Etika sufisme lain yang juga begitu melekat pada diri Al-Mahalli adalah Khumul, hal tersebut sangat berpengaruh terhadap karir duniawinya. Apa yang dilakukan sebagai langkah penyelamatan dirinya yang menjalani kehidupan sufi agar tidak terjerumus popularitas dan ketenaran.[13] Dalam dunia pemerintahan pada saat itu, nama Al-Mahalli sudah terkenal keberadaannya sangat diperhitungkan dalam kanca keilmuan Islam, pemerintah dinasti Mamluk berkeinginan untuk mengangkatnya sebagai Al-Qodhi Al-Akbar (Hakim Agung) di Mesir akan tetapi jabatan itu ditolak oleh sang sufi tersebut.

2.    Jalaluddin as-Suyuthi
a.       Riwayat Hidup Jalaluddin As-Suyuthi
Jalaluddin as-Suyuthi gelar lengkapnya Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin, Jalaluddin al-Misri as-Suyuthi asy-Syafi'i al-Asy'ari; lahir 1445 (849H)-wafat 1505 (911H)) adalah seorang ulama dan cendekiawan muslim yang hidup pada abad ke-5 di KairoMesir.[14] Dalam muqodimah kitab ash-Showi, beliau diterangkan bahwa :
الإ مام جلال الدين السيوتي : فهو عبدالرحمن ابى بكر بن محمد  بن سابق الدين بن فخرالدين عثمان بن ناصر الدين بن محمد بن سيف الدين الخضيري الإمام جلال الدين, الأسيوطي.[15]   

Kepribadian Jalaluddin As-Suyuthi dengan berbagai aspeknya, tanpa diragukan lagi. Beliau banyak memperdalam ilmu-ilmu agama dan bahasa, mengarang buku-buku kesusastraan, juga menaruh perhatian besar terhadap sejarah, politik dan sosial. Berbagai pujian karena prestasi yang dimilikinya diantaranya dari Ibnu Ammar Al-Hambali dengan perkataannya: “Beliau adalah sandaran peneliti yang cermat, juga mempunyai banyak karangan yang unggul dan bermanfaat”, Asy-Syaukani juga pernah memuji beliau dengan perkataannya: “Beliau adalah seorang imam besar dalam masalah Al-Kitab dan As-Sunnah, yang mengetahui ilmu-ilmu ijtihad dengan sangat luas, juga memiliki pengetahuan yang memisahkan diri dari pengetahuan ijlihad”, Asy-Syaukani berkata lagi tentang As-Suyuthi: “Beliau terkenal menguasai semua disiplin ilmu (agama), melampaui teman-temannya dan namanya terkenal di mana-mana dengan sebutan yang baik dan beliau juga telah mengarang kitab-kitab yang, berguna”.[16]

b.      Latar Belakang Pendidikan Jalaluddin As-Suyuthi
As-Suyuthi dalam kitabnya yang berjudul Khusn al-Muhadlarah menyebutkan bahwa ia mendapatkan ijazah dari setiap guru yang didatanginya, yaitu mencapai 150 ijazah dari 150 orang guru. Diantara guru-gurunya tersebut, beliau berguru pada Al-Bulqini sampai wafatnya, juga belajar hadits pada Syaikhul Islam Taqiyyudin al-Manaawi.
Jalaluddin As-Suyuthi selain pernah berguru pada Al-Bulqini sampai sang guru wafat, beliau juga pernah belajar belajar kepada Jalaluddin Al-Mahalli samapai wafat yang pada akhirnya melanjutkan penulisan karya tafsir yang sedang dilakukan oleh gurunya.

c.       Karya-karya Jalaluddin As-Suyuthi
As-Suyuthi telah meninggalkan karya-karyanya begitu banyak dalam berbagai disiplin ilmu, dikarenakan beliau rajin menulis buku pada usia mudanya. Dia berkata : “Saya mulai menulis buku pada tahun 866 H.[17]
Karya-karyanya telah mencapai jumlah hingga enam ratus karya selain yang dia perbaiki dan yang tercuci.[18] Diantara karya-karyanya yang terkenal, antara lain :[19]
-          Al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an, kitab tafsir yang menjelaskan bagian-bagian penting dalam ilmu mempelajari al-Qur'an
-          Tafsir al-Jalalain, yang ditulis bersama Jalaluddin al-Mahalli
-          Jami' ash-Shagir, merupakan kumpulan hadits-hadits pendek
-          Al-Asybah wa an-Nazhair, dalam ilmu qawa'id fiqh
-          Syarh Sunan Ibnu Majah, merupakan kitab yang menjelaskan kitab hadits sunan ibnu majah
-          Al-Asybah wa an-Nazhair, dalam ilmu nahwu
-          Ihya'ul Mayyit bi Fadhaili Ahlil Bait
-          Al-Jami' al-Kabir
-          Al-Hawi lil Fatawa
-          Al-Habaik fi Akhbar al-Malaik
-          Ad-Dar al-Mantsur fi at-Tafsir bil Ma'tsur
-          Ad-Dar al-Muntatsirah fi al-Ahadits al-Musytahirah
-          Ad-Dibaj 'ala Shahih Muslim bin al-Hajjaj

d.      Karir Jalaluddin As-Suyuthi.
Jalaluddin as-Suyuthi sebagaimana sufi yang lain, disamping ilmunya yang banyak, ia adalah seorang yang mulia, dermawan, shalih, tidak pernah berambisi pada kekuasaan dan tidak pernah minta bantuan kepada pemerintah atau raja-raja. Diriwayatkan bahwa Sultan al-Ghuri pernah mengirim kepadanya seorang budak bersama uang seribu dinar, Tetapi ia menolak uang seribu dinar tersebut dan menerima budak untuk dimerdekakannya dan dijadikan sebagai pelayan masjid Nabawi, ia sering dikunjungi oleh para penguasa, Amir dan menteri dengan membawa berbagai pemberian dan hadiah, namun ia selalu menolaknya. Dia juga berkata kepada para pejabat, “jangan datang kepadaku selalu membawa hadiah, karena Allah telah mencukupiku dari hal seperti itu”.[20]



[1] Saifullah Ma’sun, Karisma Ulama : Kehidupan Ringkas 26 tokoh NU, (Bandung : MIZAN, 1998), hal. 319
[2] Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa,  (Yogyakarta : PT. LKiS Pelangi Aksara, 2005), hal. 8
[4] Loc.Cit
[5] M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, (Yogjakarta : UGM Press, 1995), hal. 177
[6] Muhtadin AR, Tokoh Pesantren (KH. Bisyri Musthofa)  http://www.pondokpesantren.net/ponpren/index.php?option=com_content&task=view&id=187, hal. 1
[7] Wikipedia Ensiklopedia Bebas, Tafsir al-Jalalain,  http://id.wikipedia.org/wiki/Tafsir_al-Jalalain, hal. 1
[8] Lok. Cit
[9] Muhammad Jamil, Op.Cit, hal. 4
[10] Republika Online, Hujjatul Islam: Jalaluddin Al-Mahalli, Ahli Tafsir nan Bersahaja (1), http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/07/10/m6xuv2-hujjatul-islam-jalaluddin-almahalli-ahli-tafsir-nan-bersahaja-1, hal. 1
[11] Ibid.
[12] Ibid.
[14] Wikipedia Ensiklopedia Bebas, ash-Suyuthi, http://id.wikipedia.org/wiki/As-Suyuthi, hal. 1
[15] Muhammad Jamil, Op.Cit, hal. 4
[17] Hendra Pakpahan, BIOGRAFI IMAM AS-SUYUTHI,  http://dinulislami.blogspot.com/2009/08/biografi-imam-as-suyuthi.html. hal. 1
[18] Fr. Louis Ma’luf al-Yassu’i dan Fr. Bernard Tottel al-Yassu’I, Munjit fiil lughoti wal a’lam, (Libanon : Daar Al-Masyriq, 1986), hal. 325
[19] Wikipedia Ensiklopedia Bebas, Op.Cit,  hal. 1
[20] Mohamad Kholil, Biografi Imam Jalaluddin As-Suyuthi,  http://mckahlil.blogspot.com/2013/03/biografi-imam-jalaluddin-as-suyuthi.html, hal. 1

No comments: