BAB I
PENDAHULUAN
Manusia hidup
tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat dan masyarakat tidak pernah ada jika
kelompok manusia tidak mendiami didalamnya. Manusia dan masyarakat seakan
bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Jika salah satunya
dipisahkan maka akan melahirkan kepalsuan yang tidak laku dalam pengunaannya.
Masyarakat tanpa manusia tidak bisa menghasilkan apa-apa dan manusia tanpa
masyarakat maka tidak ada tempat sebagai panggung publikasi.
Dalam makalah
ini yang berjudul “Hakikat Masyarakat Dalam Tinjauan
Filosufis” akan membahas tentang masyarakat dalam pemaknaan umum, filosof
maupun Islam beserta produk-produk yang
dihasilkan oleh elemen yang aa didalamnya.
Untuk
mempermudah penjelasan maka saya merumuskan dengan beberapa pertanyaan sebagaii
berikut :
1.
Apa
itu masyarakat ?
2.
Bagaimana
pandangan filosof terhadap masyarakat ?
3.
Bagaimana
islam menyikapi masyarakat ?
4.
Apakah
islam mengenal masyarakat madani ?
5.
Konsep
apa yang perlu diterapkan pendidikan islam guna memenuhi terbentuknya
masyarakat madani ?
6.
BAB II
HAKIKAT MASYARAKAT DALAM TINJAUAN
FILOSUFIS
A.
Pengertian Masyarakat
Konsep tentang masyarakat pasti sering kita dengar, seperti:
masyarakat desa, masyarakat kota, masyarakat Betawi, masyarakat Jawa, dll.
Meskipun secara mudah bisa diartikan bahwa masyarakat itu berarti warga namun
pada dasarnya konsep masyarakat itu sendiri sangatlah abstrak dan sulit
ditangkap.
Istilah
masyarakat berasal dari kata musyarak yang berasal dari Bahasa Arab yang
memiliki arti ikut serta atau berpartisipasi[1]. sedangkan
dalam bahasa Inggris disebut Society.[2]
Sehingga bisa dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang
berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Mereka mempunyai kesamaan budaya,
wilayah, dan identitas.
Kelompok manusia dalam satu perkumpulan dengan karakter atau latar belakang
yang ada ini dengan sendirinya akan membentuk masyarakat sekalipun tidak ada
perjajian sebelumnya yang kemudian tercipta kebudayaan karena adanya
partisipasi / tingkah manusia yang ada di dalamnya.
B.
Pandangan Filosuf Terhadap Arti Masyarakat
Berikut ini
adalah pandangan tentang masyarakat menurut beberapa filosuf :
1.
PETER L. BERGER
Masyarakat
adalah suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya.
Keseluruhan yang kompleks sendiri berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas
bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan.
Dalam tanggapan ini berarti sebuah aktifitas kreatifitas dari bermacam
individu yang tidak dibatasi oleh sifat dari kekreatifannya tersebut akan
tetapi masih menjunjung nilai kesatuan dan tetap menghargai perbedaan yang
muncul dari individu lain dalam wilayah hubungan tersebut
2.
MARX
Masyarakat ialah keseluruhan hubungan - hubungan ekonomis, baik produksi
maupun konsumsi, yang berasal dari kekuatan-kekuatan produksi ekonomis, yakni
teknik dan karya.[3]
Masyarakat disini yang disebut oleh Marx adalah masyarakat ekonomi baik
sebagai konsumen maupun produsen yang didalamnya saling membutuhkan guna
terwujudnya perputaran perekonomian yang seimbang antara karya dengan
pemanfaatannya
3.
KOENTJARANINGRAT
Masyarakat
adalah orang-orang yang hidup dan menghasilkan kebudayaan sekalipun menerabas tatanan yang ada karena
dipengaruhi iklim pembangunan yang berimbas pada mental orang tersebut.[4]
Menurut pendapat ini masyarakat adalah sebuah kelompok yang menghasilkan
kebudayaan baik kebudayaan tersebut karena perpaduan dari berbagai produk
budaya yang ada maupun sekelompok orang tersebut menciptakan produk budaya
murni tanpa adanya sisipan / pengaruh dari budaya lain.
Dari beberapa pandangan tengtang masyarakat tersebut diatas, dapat kita
tarik kesimpulan bahwa Masyarakat
adalah sesuah sistem yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan dan
masing-masing bagian secara terus menerus mencari keseimbangan (equilibrium)
dan harmoni sesuai kebutuhan dalam kelompok tersebut terhadap etika yang
melatarbelakanginya seperti etika budaya, ekonomi maupun masyarakat sosial
murni yang tidak ada kepentingan budaya maupun ekonomi akan tetapi dapat
menghsilkan produk budaya dan ekonomi.
C.
Hakikat Masyarakat Dalam Islam
Islam sebagai rokhmatan lil ‘alamin, tentuya mencakup makna
masyarakat sesuai dengan apa yang dikehendaki dalam ajarannya. Masyarakat yang
diharapkan oleh Islam adalah kelompok yang tunduk terhadap ajaran Islam itu
sendiri secara lingkup Aqidah, Syariat dan atau Akhlak. Dari tiga
lingkup tersebut yang dijadikan sebagai fasilitas tidak hanya diperuntukan
kepada satu kelompok saja melainkan semua manusia dalam masyarakat dunia.
Ketika umat dalam hal ini pemeluk agama Islam menerapkan ketiga fasilitas
tersebut maka akan tercipta kelomompok masyarakat yang sempurna karena bentuan
dari Insanul Kamil yang menjadi ruh dalam masyarakat tersebut. Sedangkan
umat (pengikut agama selain Islam) Mengapresiasikan hal tersebut maka akan
melahirkan masyarakat Islami sebab gerakan aktifitas tersebut sebagaian besar
berlandaskan pada salah satu tiga fasilitas tersebut maka akan melahirkan
masyarakat Islami namun bukan Islam.
D.
Masyarakat Madani Dalam Islam
Masyarakat
madani merupakan konsep yang bersifat universal, sehingga perlu adaptasi
dan disosialisasikan apabila konsep ini akan diwujudkan. Hal ini terjadi karena
konsep masyarakat madani memiliki latar belakang sosial budaya yang berbeda. Apabila
konsep ini akan diaktualisasikan maka diperlukan suatu perubahan kehidupan.
Langkah yang kontinyu dan sistematis yang dapat merubah paradigma kebiasaan dan
pola hidup masyarakat, untuk itu diperlukan berbagai terobosan dan penyusunan
konsep serta paradigma baru dalam menghadapi tuntutan baru.
Ketika Islam
sebagai sebuah agama yang akan memadukan diri dengan masyarakat yang didalamnya
beraneka ragam agama maka Islam harus memposisikan diri dengan masyarakat
tersebut yang dijadikannya sebagai media untuk memupublikasikannya dengan arti
lain umat Islam tidak sekedar menjadi ma’mum dalam pembentukan
masyarakat tersebut baik dalam segi peradaban, menghormati HAM dan penguasaan
IPTEK.
Masyarakat
madani yang digambarkan dalam Islam yaitu masyarakat yang mandiri, SDM mampu
mengolah SDA dan menyadari adanya karunia dari sang pencipta sebagaimana yang
dijelaskan dalam Qs Saba : 15 yang berbunyi :
รดs)s9 tb%x. :*t7|¡ร9 รรป รถNรgรYs3รณ¡tB ×pt#uรค ( รb$tG¨Yy_ `tรฃ &รปรผรJt 5A$yJร©ur ( (#qรจ=รค. `รB ร-รธรh รถNรค3รn/u (#rรฃรค3รด©$#ur ¼รงms9 4 ×ot$รน#t/ ×pt6รhsร ;>uur รqร รฟxรฎ[5]
Artinya : Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di
tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah
kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang
(dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah
negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun".
Kecakapan, ulet tanpa harus kufur merupakan tuntutan utama bagi umat Islam
jika konsep masyarakat madani ini dipublikasikan baik dalam tingkat individu
maupun kelompok kecil dalam rumah tangga hingga kelompok besar dalam kesatuan
negara.
E.
Peranan Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Masyarakat Madani
Pendidikan merupakan cita-cita atau tanaman jangka panjang yang akan muncul
atau kelihatan hasilnya setelah 10 sampai dengan 20 tahun yang akan datang.
Hasil pendidikan hari ini adalah cita-cita pendidikan masa lalu sedangkan
cita-cita pendidikan hari ini baru akan terlihat beberapa tahun yang akan
datang. Maka dari itu untuk menyiasati kesempurnaan dalam pembentukan
masyarakat madani yang akan dihasilkan beberapa tahun akan datang maka
pendidikan Islam harus di konsep sejak dini sesuai dengan kebutuhannya sehingga
pendidikan yang nantinya dihasilkan tidak salah arah kiblat.
Hukum ataupun peradaban sebagai komponen dalam masyarakat madani diterapkan
tanpa harus dipilah-pilih supaya pendidikan Islam yang ada betul-betul berperan
penting didalammnya sehingga karakter–karakter dalam masyarakat madani
terbentuk oleh peranan pendidikan Islam.
Karakter masyarakat madani yang dimaksud di sini penulis kelompokan dalam
dua tatanan :
1.
Sosial (Insaniah)
Dalam karakter sosial ini, untuk menuju masyarakat Madani
perlu adanya konsep dari pendidikan Islam yang bersifat Ta’awun, adil
dan beradab dan ihsan, Percaya
diri dan pekerja keras, Toleransi, kedamaian, dan kesatuan. Konsep ini yang
nantinya menjadi pondasi guna membangun masyarakat madani supaya tidak
bersebranganan dengan nilai-nilai sosial kemanusiaan yang dibawakannya.
Kebutuhan masyarakat luas yang tidak seragam dapat
diperioritaskan dengan melihat kebutuhan-kebutuhan yang sesuai sehingga tidak
serta merta disamakan melainkan diukur sesuai kebutuhan dan juga beban yang
dimunculkan pada tiap individu sesuai dengan kekuatan masing-masing.
2.
Religius (Illahiyyah)
Pada tatana kedua ini merupakan tatanan pengharapan
supaya pelaku (peserta didik dalam pendidikan Islam) tidak salah arah dalam
bertindak maupun seusai bertindak maka perlu adanya karakter religious yang
kuat seperti : Karakter cinta dan ikhlas terhadap Allah swt dan segenap
ciptaan-Nya. Ibadah pada hakikatnya segala sikap dan prilaku yang
di ditujukan untuk mencari rido Allah, baik itu ibadah personal maupun ibadah social.[6]
Segala bentuk aktifitas tidak diperkenankan untuk
melupaakan Keberadaan
tuhan. Dalam aktifitas sosial sekalipun seharusnya sebagai penerapan konsep " ุฅَِّู ุตَูุงَุชِْู َُููุณُِْูู َูู
ْุญَْูุงَู َูู
َู
َุงุชِْู
ِِููู ุฑَุจِّ ุงْูุนَุงَูู
َِْูู " sehingga penghambaan diri seutuhnya dapat tercermin tidak sebatas
dalam ibadah sholat saja. Selain itu
juga supaya tidak menuntut hasil dari proses membentuk masyarakat madani
melalui peranan pendidikan Islam ini kepada seseorang atau media yang menjadi
panggung publikasi.
Keberadaan individu dalam masyarakat selalu dilingkupi
oleh adanya norma-norma.[7]
Maka kedua tatanan tersebut harus dapat saling mengontrol, melengkapi dan
mengimbangi supaya hasil dari kerja pendidikan Islam berjalan seimbang karena
adanya korektor.
KESIMPULAN
Secara
mudah kita dapat artikan masyarakat sekumpulan
manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Adapun lebih lengkapnya
tergantung pada keperluan yang melatarbelakanginya sebagai mana pendapat
filosuf yang disebutkan diatas
Islam sebagai rokhmatal
lil ‘alamin menyikapi adanya masyarakat dengan tujuan tunduk dengan norma
yang ada tanpa adanya kesenggangan yang nyata dengan tujuan adanya Islam itu
sendiri. Masyarakat madani yang dalam beberapa kurun waktu ini sering
dibicarakan tidak bertentangan dengan norma Islam sebab didalamnya mencakup
nilai-nilai penghambaan diri kepada Tuhan. Dalam dunia pendidikan, Islam juga
terlibat dalam pembentukan Masyarakat madani sehingga masyarakat madani yang
muncul pasti adanya campur tangan pendidikan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama, Al-Qur’an dan
Terjemahannya, (Semarang: CV. ALWAAH).
H. Kaelan, Pendidikan Pancasila edisi enam,
(Yogyakarta : Paradigma, 2002).
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta,
Adicipta Karya Nusa : 2002).
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan
Pembangunan, (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1994).
M. Katsir Ibrahim, KAMUS ARAB INDONESIA
–INDONESIA ARAB, (Surabaya : Apollo,TT).
http://maragustamsiregar.wordpress.com/2012/03/05/mengukir-manusia-berkarakter-dalam-islam/
No comments:
Post a Comment