Thursday, 27 September 2012

HAKIKAT MASYARAKAT MADANI DALAM TINJAUAN FILOSOF


BAB I
PENDAHULUAN

Manusia hidup tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat dan masyarakat tidak pernah ada jika kelompok manusia tidak mendiami didalamnya. Manusia dan masyarakat seakan bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Jika salah satunya dipisahkan maka akan melahirkan kepalsuan yang tidak laku dalam pengunaannya. Masyarakat tanpa manusia tidak bisa menghasilkan apa-apa dan manusia tanpa masyarakat maka tidak ada tempat sebagai panggung publikasi.
Dalam makalah ini yang berjudul  “Hakikat Masyarakat Dalam Tinjauan Filosufis” akan membahas tentang masyarakat dalam pemaknaan umum, filosof maupun  Islam beserta produk-produk yang dihasilkan oleh elemen yang aa didalamnya.
Untuk mempermudah penjelasan maka saya merumuskan dengan beberapa pertanyaan sebagaii berikut :
1.      Apa itu masyarakat ?
2.      Bagaimana pandangan filosof terhadap masyarakat ?
3.      Bagaimana islam menyikapi masyarakat ?
4.      Apakah islam mengenal masyarakat madani ?
5.      Konsep apa yang perlu diterapkan pendidikan islam guna memenuhi terbentuknya masyarakat madani ?


6.       
BAB II
HAKIKAT MASYARAKAT DALAM TINJAUAN FILOSUFIS

A.    Pengertian Masyarakat
Konsep tentang masyarakat pasti sering kita dengar, seperti: masyarakat desa, masyarakat kota, masyarakat Betawi, masyarakat Jawa, dll. Meskipun secara mudah bisa diartikan bahwa masyarakat itu berarti warga namun pada dasarnya konsep masyarakat itu sendiri sangatlah abstrak dan sulit ditangkap.
Istilah masyarakat berasal dari kata musyarak yang berasal dari Bahasa Arab yang memiliki arti ikut serta atau berpartisipasi[1]. sedangkan dalam bahasa Inggris disebut Society.[2] Sehingga bisa dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Mereka mempunyai kesamaan budaya, wilayah, dan identitas.
Kelompok manusia dalam satu perkumpulan dengan karakter atau latar belakang yang ada ini dengan sendirinya akan membentuk masyarakat sekalipun tidak ada perjajian sebelumnya yang kemudian tercipta kebudayaan karena adanya partisipasi / tingkah manusia yang ada di dalamnya.  



B.      Pandangan Filosuf Terhadap Arti Masyarakat
Berikut ini adalah pandangan tentang masyarakat menurut beberapa filosuf :
1.         PETER L. BERGER
Masyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya. Keseluruhan yang kompleks sendiri berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan.
Dalam tanggapan ini berarti sebuah aktifitas kreatifitas dari bermacam individu yang tidak dibatasi oleh sifat dari kekreatifannya tersebut akan tetapi masih menjunjung nilai kesatuan dan tetap menghargai perbedaan yang muncul dari individu lain dalam wilayah hubungan tersebut
2.         MARX
Masyarakat ialah keseluruhan hubungan - hubungan ekonomis, baik produksi maupun konsumsi, yang berasal dari kekuatan-kekuatan produksi ekonomis, yakni teknik dan karya.[3]
Masyarakat disini yang disebut oleh Marx adalah masyarakat ekonomi baik sebagai konsumen maupun produsen yang didalamnya saling membutuhkan guna terwujudnya perputaran perekonomian yang seimbang antara karya dengan pemanfaatannya
3.         KOENTJARANINGRAT
Masyarakat adalah orang-orang yang hidup dan menghasilkan kebudayaan sekalipun menerabas tatanan yang ada karena dipengaruhi iklim pembangunan yang berimbas pada mental orang tersebut.[4]
Menurut pendapat ini masyarakat adalah sebuah kelompok yang menghasilkan kebudayaan baik kebudayaan tersebut karena perpaduan dari berbagai produk budaya yang ada maupun sekelompok orang tersebut menciptakan produk budaya murni tanpa adanya sisipan / pengaruh dari budaya lain.
Dari beberapa pandangan tengtang masyarakat tersebut diatas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa Masyarakat adalah sesuah sistem yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan dan masing-masing bagian secara terus menerus mencari keseimbangan  (equilibrium) dan harmoni sesuai kebutuhan dalam kelompok tersebut terhadap etika yang melatarbelakanginya seperti etika budaya, ekonomi maupun masyarakat sosial murni yang tidak ada kepentingan budaya maupun ekonomi akan tetapi dapat menghsilkan produk budaya dan ekonomi.

C.    Hakikat Masyarakat Dalam Islam
Islam sebagai rokhmatan lil ‘alamin, tentuya mencakup makna masyarakat sesuai dengan apa yang dikehendaki dalam ajarannya. Masyarakat yang diharapkan oleh Islam adalah kelompok yang tunduk terhadap ajaran Islam itu sendiri secara lingkup Aqidah, Syariat dan atau Akhlak. Dari tiga lingkup tersebut yang dijadikan sebagai fasilitas tidak hanya diperuntukan kepada satu kelompok saja melainkan semua manusia dalam masyarakat dunia.
Ketika umat dalam hal ini pemeluk agama Islam menerapkan ketiga fasilitas tersebut maka akan tercipta kelomompok masyarakat yang sempurna karena bentuan dari Insanul Kamil yang menjadi ruh dalam masyarakat tersebut. Sedangkan umat (pengikut agama selain Islam) Mengapresiasikan hal tersebut maka akan melahirkan masyarakat Islami sebab gerakan aktifitas tersebut sebagaian besar berlandaskan pada salah satu tiga fasilitas tersebut maka akan melahirkan masyarakat Islami namun bukan Islam.

 

D.    Masyarakat Madani Dalam Islam
Masyarakat madani merupakan konsep yang bersifat universal, sehingga  perlu adaptasi dan disosialisasikan apabila konsep ini akan diwujudkan. Hal ini terjadi karena konsep masyarakat madani memiliki latar belakang sosial budaya yang berbeda. Apabila konsep ini akan diaktualisasikan maka diperlukan suatu perubahan kehidupan. Langkah yang kontinyu dan sistematis yang dapat merubah paradigma kebiasaan dan pola hidup masyarakat, untuk itu diperlukan berbagai terobosan dan penyusunan konsep serta paradigma baru dalam menghadapi tuntutan baru.
Ketika Islam sebagai sebuah agama yang akan memadukan diri dengan masyarakat yang didalamnya beraneka ragam agama maka Islam harus memposisikan diri dengan masyarakat tersebut yang dijadikannya sebagai media untuk memupublikasikannya dengan arti lain umat Islam tidak sekedar menjadi ma’mum dalam pembentukan masyarakat tersebut baik dalam segi peradaban, menghormati HAM dan penguasaan IPTEK.
Masyarakat madani yang digambarkan dalam Islam yaitu masyarakat yang mandiri, SDM mampu mengolah SDA dan menyadari adanya karunia dari sang pencipta sebagaimana yang dijelaskan dalam Qs Saba : 15 yang berbunyi :
รดs)s9 tb%x. :*t7|¡ร9 รŽรป รถNรŽgรYs3รณ¡tB ×ptƒ#uรค ( รˆb$tG¨Yy_ `tรฃ &รปรผรJtƒ 5A$yJร©ur ( (#qรจ=รค. `รB ร‰-รธรh รถNรค3รŽn/u (#rรฃรค3รด©$#ur ¼รงms9 4 ×ot$รน#t/ ×pt6รhsร› ;>uur ร–qร รฟxรฎ[5]   
Artinya : Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun".
Kecakapan, ulet tanpa harus kufur merupakan tuntutan utama bagi umat Islam jika konsep masyarakat madani ini dipublikasikan baik dalam tingkat individu maupun kelompok kecil dalam rumah tangga hingga kelompok besar dalam kesatuan negara.

E.     Peranan Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Masyarakat Madani
Pendidikan merupakan cita-cita atau tanaman jangka panjang yang akan muncul atau kelihatan hasilnya setelah 10 sampai dengan 20 tahun yang akan datang. Hasil pendidikan hari ini adalah cita-cita pendidikan masa lalu sedangkan cita-cita pendidikan hari ini baru akan terlihat beberapa tahun yang akan datang. Maka dari itu untuk menyiasati kesempurnaan dalam pembentukan masyarakat madani yang akan dihasilkan beberapa tahun akan datang maka pendidikan Islam harus di konsep sejak dini sesuai dengan kebutuhannya sehingga pendidikan yang nantinya dihasilkan tidak salah arah kiblat.
Hukum ataupun peradaban sebagai komponen dalam masyarakat madani diterapkan tanpa harus dipilah-pilih supaya pendidikan Islam yang ada betul-betul berperan penting didalammnya sehingga karakter–karakter dalam masyarakat madani terbentuk oleh peranan pendidikan Islam.
Karakter masyarakat madani yang dimaksud di sini penulis kelompokan dalam dua tatanan :
1.      Sosial (Insaniah)
Dalam karakter sosial ini, untuk menuju masyarakat Madani perlu adanya konsep dari pendidikan Islam yang bersifat Ta’awun, adil  dan beradab dan ihsan, Percaya diri dan pekerja keras, Toleransi, kedamaian, dan kesatuan. Konsep ini yang nantinya menjadi pondasi guna membangun masyarakat madani supaya tidak bersebranganan dengan nilai-nilai sosial kemanusiaan yang dibawakannya.
Kebutuhan masyarakat luas yang tidak seragam dapat diperioritaskan dengan melihat kebutuhan-kebutuhan yang sesuai sehingga tidak serta merta disamakan melainkan diukur sesuai kebutuhan dan juga beban yang dimunculkan pada tiap individu sesuai dengan kekuatan masing-masing.
2.      Religius (Illahiyyah)
Pada tatana kedua ini merupakan tatanan pengharapan supaya pelaku (peserta didik dalam pendidikan Islam) tidak salah arah dalam bertindak maupun seusai bertindak maka perlu adanya karakter religious yang kuat seperti : Karakter cinta dan ikhlas terhadap Allah swt dan segenap ciptaan-Nya. Ibadah pada hakikatnya segala sikap dan prilaku yang di ditujukan untuk mencari rido Allah, baik itu ibadah personal maupun ibadah social.[6]
Segala bentuk aktifitas tidak diperkenankan untuk melupaakan Keberadaan tuhan. Dalam aktifitas sosial sekalipun seharusnya sebagai penerapan konsep " ุฅِู†َّ ุตَู„ุงَุชِูŠْ ูˆَู†ُุณُูƒِูŠْ ูˆَู…ْุญْูŠَุงูŠَ ูˆَู…َู…َุงุชِูŠْ ู„ِู„ู‡ِ ุฑَุจِّ ุงู„ْุนَุงู„َู…ِูŠْู†َ " sehingga penghambaan diri seutuhnya dapat tercermin tidak sebatas dalam ibadah sholat saja.  Selain itu juga supaya tidak menuntut hasil dari proses membentuk masyarakat madani melalui peranan pendidikan Islam ini kepada seseorang atau media yang menjadi panggung publikasi.
Keberadaan individu dalam masyarakat selalu dilingkupi oleh adanya norma-norma.[7] Maka kedua tatanan tersebut harus dapat saling mengontrol, melengkapi dan mengimbangi supaya hasil dari kerja pendidikan Islam berjalan seimbang karena adanya korektor.






KESIMPULAN

Secara mudah  kita dapat artikan masyarakat sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Adapun lebih lengkapnya tergantung pada keperluan yang melatarbelakanginya sebagai mana pendapat filosuf yang disebutkan diatas
Islam sebagai rokhmatal lil ‘alamin menyikapi adanya masyarakat dengan tujuan tunduk dengan norma yang ada tanpa adanya kesenggangan yang nyata dengan tujuan adanya Islam itu sendiri. Masyarakat madani yang dalam beberapa kurun waktu ini sering dibicarakan tidak bertentangan dengan norma Islam sebab didalamnya mencakup nilai-nilai penghambaan diri kepada Tuhan. Dalam dunia pendidikan, Islam juga terlibat dalam pembentukan Masyarakat madani sehingga masyarakat madani yang muncul pasti adanya campur tangan pendidikan Islam.




DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV. ALWAAH).

H. Kaelan, Pendidikan Pancasila edisi enam, (Yogyakarta : Paradigma, 2002).

Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta, Adicipta Karya Nusa  : 2002).

Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1994).

M. Katsir Ibrahim, KAMUS ARAB INDONESIA –INDONESIA ARAB, (Surabaya : Apollo,TT).



http://maragustamsiregar.wordpress.com/2012/03/05/mengukir-manusia-berkarakter-dalam-islam/




[1]. M. Katsir Ibrahim, KAMUS ARAB INDONESIA –INDONESIA ARAB, (Surabaya : Apollo,TT), Hal 618
[3].  H. Kaelan, Pendidikan Pancasila edisi enam, (Yogyakarta : Paradigma, 2002), Hal 155
[4]. Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm 20
[5] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV. ALWAAH), hal. 685.
[6]. http://maragustamsiregar.wordpress.com/2012/03/05/mengukir-manusia-berkarakter-dalam-islam/
[7].  Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta, Adicipta Karya Nusa  : 2002) hal. 70

No comments: