ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOÏm§9$#
BAB I
PENDAHULUAN
Riya’ merupakan sebuah virus dan bibit penyakit sebagai tesa
dari sebuah ibadah. Keberadaan Riya’ ini tidak begitu tampak seperti
penyakit lain yang menempel / melekat pada jazad. Riya’ juga dapat diartikan sebagai benalu yang mana
akan memakan sel-sel ibadah pada tubuh manusia sehingga ketika sel-sel ibadah
pada manusia sudah terkikis-habis oleh benalu Riya’ maka orang tersebut
akan mengalami kerapuhan dalam menghambakan diri kepada Allah S.W.T.
Seseorang ketika amal ibadahnya sudah tidak lagi terfokus
kepada Allah S.W.T maka amalan tersebut tidak akan membuahkan pahala. Hal ini
berarti amalan ibadah seseorang akan sia-sia sebah yang seharusnya tertuju
malahan tidak menilai atau menghargai sebagai sebuah amalan ibadah.
Dalam pembahasan makalah ini akan disinggung tentang Riya’,
Akan tetapi penulis membatasinya dengan beberapa pembahasan sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut :
a. Apa Pengertian Riya’ ?
b. Apa saja sebab dan
Ciri-ciri Riya’ ?
c. Bagaimana Islam dalam
memandang Riya’ ?
d. Bagaimana Mengobati Penyakit Riya’
?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Riya’
Kata Riya ’ berasal dari kata ru’yah yang artinya melihat.[1]
Berlaku atau berbuat Riya’ artinya menampakkan amal saleh supaya dilihat
manusia. Arti ini antara lain,terdapat
dalam firman Allah SWT :
tûïÏ%©!$# öNèd crâä!#tã
“Orang-orang yang
berbuat Riya’’,[2]
Perilaku Riya’ dalam surat tersebut, diterangkan
bahwa “melakukan sesuatu amal perbuatan tidak untuk mencari keridhaan
Allah akan tetapi untuk mencari pujian atau kemasyhuran di masyarakat.[3]
Amalan-amalan yang dilakukan tidaklah ditujukan kepada Allah S.W.T. yang pada
intinya perilaku Riya’sangat bertentangan dengan konsep ash-Shomad /
shomadiyyah sebagaimana dalam surat
al-Ikhlas.
Sebagaimana dalam pendahuluan diatas, disebutkan bahwa Riya’merupakan
virus, bibit penyakit, tesa Ibadah maupun benalu, maka pengertian secara sederhana Riya’ dapat diartikan dengan penghalang
amal ibadah kepada Allah. Hal ini berarti ketika sesuatu amal ibadah seseorang
dikemas dan termotivasi karena Riya’ maka amalan tersebut akan tidak
sampai kepada Allah.
Perlu kita ketahui bahwa letak penyakit ini secara humanistic
sangatlah halus / tidak terlihat secara kasap mata dan tidak pula ada peraturan
hukum buatan manusia yang dapat mengadilinya. akan tetapi Hukum Allah sebagaimana
dijelaskan dalam
surat al-Baqoroh : 284 berbunyi :
°! $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# 3 bÎ)ur (#rßö7è? $tB þÎû öNà6Å¡àÿRr& ÷rr& çnqàÿ÷è? Nä3ö7Å$yÛã ÏmÎ/ ª!$# ( ãÏÿøóusù `yJÏ9 âä!$t±o Ü>Éjyèãur `tB âä!$t±o 3 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« íÏs%
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa
yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau
kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang
perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa
siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Dari ayat tersebut diatas, kita
dapat simpulkan bahwa Riya’itu letaknya ada dalam hati sekalipun juga
dapat tunjukkan secara langsung oleh seseorang dengan simbol lisan maupun
amalan yang dapat didengar maupun dilihat. Wilayah ini bagi Allah tidaklah
menjadi sesuatu hal yang tidak bisa dihukumi atau diperhitungkan dan Allah
sangat berkehendak atas perhitungannya.
B. Sebab dan Ciri-ciri Riya’
Sebelum terujud adanya sifat Riya’ tentunya ada sesuatu hal yang
menjadi penyebab dan dari penyebab tersebut akan terlihat ciri-ciri yang
nantinya akan bisa mengidentifikasi perangai tersebut. Adapun sebab dan
ciri-cirinya adalah sebagai berikut :
1.
Sebab-sebab Riya’
Hal penting yang perlu
kita ketahui dalam masalah Riya’’ adalah sebab-sebab yang bisa
menjatuhkan diri kita dalam penyakit ini. Di antara sebab-sebabnya adalah
sebagai berikut.
a. Lingkungan Keluarga.[4]
Keluarga merupakan tempat
di mana anggota-anggotanya berinteraksi secara intens sehingga yang
terjadi adalah saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Apabila
seseorang hidup dalam sebuah keluarga yang kental dengan tampilan-tampilan Riya’’,
maka sulit untuk tidak jatuh pada penyakit ini, terlebih anak-anak yang punya
kecenderungan untuk mengikuti orang tua. Maka, langkah strategis yang
harus dilakukan orang tua adalah memperdalam ajaran Islam sehingga sang anak
akan mampu membentengi dan memproteksi dirinya dari Riya’.
b. Pengaruh Teman.[5]
Sebagaimana keluarga
mempunyai pengaruh yang kuat dalam mempengaruhi putih hitamnya perilaku kita,
teman pun demikian, sehingga Allah SWT senantiasa menganjurkan kepada kita agar
kita mencari dan menjadikan orang-orang yang saleh sebagai mitra kita atau
teman dalam bergaul kita. Allah telah menggambarkan sebuah penyesalan hambanya
yang salah dalam berinteraksi. Allah SWT berfirman dalam surat
al-Furqon : 28 yaitu :
4ÓtLn=÷uq»t ÓÍ_tFøs9 óOs9 õϪBr& $ºRxèù WxÎ=yz
Kecelakaan besarlah
bagiKu; kiranya Aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku).
Yang dimaksud dengan si
Fulan, ialah syaitan atau orang yang Telah menyesatkannya di dunia.
c. Tidak mengenal
Allah SWT dengan baik.
Ketidaktahuan seseorang
akan kedudukan keagungan Allah SWT dan kebesaran-Nya akan menghantarkan pada
tampilan sikap dalam beribadah kepada Allah SWT. Maka, mengenal Allah merupakan
hal yang urgen sekali oleh karena dengan cara itulah kita akan terjaga
dari kesalahan-kesalahan dalam beribadah kepada Allah, termasuk munculnya
penyakit Riya’.
d.
Keinginan yang berlebihan untuk menjadi pemimpin atau
meraih jabatan dan kedudukan.
Tidak hanya masalah agama saja yang bisa terjangkit penyakit Riya’. Urusan
duniawi yang sangat memerlukan pencitraan terhadap seseorang seringkali
memerlukan sifat Riya’’ sebagai pemanis rasa supaya adanya perhatian
baik yang diperoleh melalui media narsis maupun ekspresi sensasi.
e. Ketamakan kepada
harta.
Harta bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan yang memiliki multi sifat.
Selain dapat bersifat penting, harta juga dapat bermakna pokok dan juga makna
maupun sifat yang lain. Memunculkan / memperlihatkan harta sering kali sebagai
tolak ukur kaya atau miskin.
Semisal ketika seseorang bersikukuh membawa sajadah yang bagus dan mahal
pasti orang lain akan menilai bahwa
orang tersebut adalah kaya sedangkan masalah ibadah orang yang membawa
sajadah tersebut tidak disinggung sedikitpun dan orang yang membawa sajadah
tersebutpun kurang mengedepankan fungsi utama dari benda yang dibawanya.
f. Kekaguman yang
berlebihan dari orang lain.
Kekaguman yang berlebihan
dari orang lain manakala tidak dikelola dengan baik bisa menjadikan orang yang
dikagumi membusungkan dadanya dan lupa kepada Allah SWT sehingga timbullah
sikap Riya’. Penyebabnya, ia akan senantiasa mencari celah agar sikap,
perilaku, dan ibadahnya senantiasa mendapat sanjungan orang lain.
g. Kekhawatiran
penilaian yang kurang menyenangkan dari orang lain.
Dalam hal ini sebab yang muncul karena adanya kebutuhan terhadap penilaian
dari orang. Seseorang melakukan aktifitas secara maksimal karena takut adanya
penilaian negatif dari orang lain karena untuk mengejar nilai imej.
Dari ketujuh hal tersebut, merupakan
benih-benih munculnya ciri-ciri Riya’ baik karena pengaruh yang berhubungan
dengan lingkungan, karena kurang memahami Nilai-nilai agama maupun tumbuh
karena unsur perasan.
2.
Ciri-ciri Riya’
Pengetahuan kita tentang
ciri-ciri orang yang mempunyai sifat Riya’ merupakan hal penting oleh
karena kita akan melakukan penyikapan-penyikapan yang jelas terhadap mereka
yang terkena penyakit ini. Minimal ada tiga ciri dasar dari orang yang
mempunyai sifat Riya’:
a.
Munculnya keseriusan dan giat dalam bekerja manakala
mendapat pujian dan sanjungan, dan akan malas manakala tidak ada pujian, bahkan
meninggalkan pekerjaannya manakala dicela oleh orang lain;
b.
Tampilnya profesionalisme kerja manakala dia bekerja
secara kolektif, dan apabila bekerja secara individu yang muncul adalah kemalasan
yang sangat;
c.
Konsisten di dalam menjaga batasan-batasan Allah SWT
apabila bersama orang lain, dan melakukan pelanggaran-pelanggaran manakala dia
sendirian.
C. Islam memandang bahaya Riya’ .
Didalam Al Qur’an dan As Sunnah banyak sekali ancaman
tentang bahaya Riya’. Riya’ termasuk kedurhakaan hati yang sangat berbahaya
terhadap diri, amal, masyarakat dan umat dan juga termasuk dosa besar yang
merusak. diantara bahaya Riya’ adalah :
1.
Riya’ lebih
berbahaya bagi kaum muslimin daripada fitnah Masih Al Dajjal, Rosululloh
Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda,” Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu
yang tersembunyi disisiku atas kalian daripada Masih Ad Dajjal yaitu syirkul
khafi, yaitu seseorang sholat, lalu ia menghiasi (memperindah) sholatnya,
karena ada orang-orang memperhatikan sholatnya.” [6]
2. Riya’ lebih sangat merusak
daripada srigala menyergap domba,
Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda” Tidaklah
dua ekor srigala yang lapar dan dilepaskan di tengah sekumpulan domba lebih
merusak daripada ketamakan seseorang kepada harta dan kedudukan bagi agamanya.”[7]
Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam memberikan
permisalan rusaknya agama seorang muslim karena tamaknya kepada harta,
kemuliaan, pangkat dan kedudukan. Semua ini menggerakkan riya’ didalam diri
seseorang.
3. Riya’ adalah syirik khafi
(tersembunyi), Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda,” maukan aku kabarkan kepada kalian tentang
sesuatu yang lebih tersembunyi disisiku terhadap kalian daripada masih Ad
Dajjal? yaitu syirik khafi, seseorang sholat, lalu ia memperindah sholatnya
karena ada orang yang memperhatikannya.”[8]
4. Riya’ mewariskan kehinaan dan
kerendahan, Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda,” Barangsiapa beramal
dan memperdengarkannya kepada orng lain (agar orang tahu amalnya),maka Allah
akan menyiarkan aibnya di telinga-telinga hambaNya, Allah rendahkan dia dan
menginakannya.”
5. Riya’ akan menambah kesesatan
seseorang pelakunya.
Alloh Azza wa Jalla berfirman,” Mereka hendak menipu
Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka
sendiri sedangkan mereka tidak sadar. dalam hati mereka ada penyakit lalu
ditambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka
berdusta.” [QS Al Baqoroh 9-10].
D. Mengobati
Penyakit Riya’
Islam adalah agama yang solutif sehingga tatkala Riya’ yang
merupakan rival keikhlasan, yang dapat membatalkan nilai ibadah dan amal-amal
kita, Islam tidak membiarkan begitu saja tanpa adanya solusi atau terapi untuk
memproteksi diri kita dari sifat yang berbahaya ini. Berikut ini adalah terapi sifat Riya’
diantaranya adalah :[9]
1. Mengetahui dan memahami keagungan
Allah subhanahu wata'ala, yang memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang tinggi
dan sempurna.
Ketahuilah, Allah subhanahu
wata'ala adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat serta Maha Mengetahui apa-apa
yang nampak ataupun yang tersembunyi. Maka akankah kita merasa diperhatikan dan
diawasi oleh manusia sementara kita tidak merasa diawasi oleh Allah subhanahu
wata'ala?. Bukankah Allah subhanahu wata'ala
berfirman dalam surat ali Imran : 29 bahwa :"Katakanlah: "Jika
kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menampakkannya, pasti
Allah mengetahuinya", …" (Ali Imran: 29)
2. Selalu mengingat akan kematian.
Ketahuilah, bahwa setiap jiwa akan
merasakan kematian. Ketika seseorang selalu mengingat kematian maka ia akan
berusaha mengikhlaskan setiap ibadah yang ia kerjakan. Ia merasa khawatir
ketika ia berbuat Riya’' sementara ajal siap menjemputnya tanpa minta izin
/permisi terlebih dahulu. Sehingga ia khawatir meninggalkan dunia bukan dalam
keadaan husnul khatimah (baik akhirnya) tapi su'ul khatimah (jelek akhirnya).
3. Banyak berdo'a dan merasa takut
dari perbuatan Riya’'.
Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam telah mengajarkan kepada kita do'a yang dapat menjauhkan kita dari
perbuatan syirik besar dan syirik kecil. Diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad dan At
Thabrani dari shahabat Abu Musa Al Asy'ari bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Wahai manusia takutlah akan As Syirik ini,
sesungguhnya ia lebih tersamar dari pada semut. Maka berkata padanya: "Bagaimana
kami merasa takut dengannya sementara ia lebih tersamar daripada semut? Maka
berkata Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam :" Ucapkanlah:
اللَّهُمَّ إناَّ نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ
شَيْئًا نَعْلَمُهُ, وَ
نَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ نَعْلَمُه
"Ya, Allah! Sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu
dari perbuatan syirik yang kami ketahui. Dan kami memohon ampunan kepada-Mu
dari dosa (syirik) yang kami tidak mengetahuinya."
4. Terus memperbanyak mengerjakan
amalan shalih.
Berusahalah terus memperbanyak
amalan shalih, baik dalam keadaan sendirian atau pun dihadapan orang lain.
Karena tidaklah dibenarkan seseorang meninggalkan suatu amalan yang mulia
karena takut Riya’'. Dan Islam menganjurkan umat untuk berlomba-lomba
memperbanyak amalan shalih. Bila Riya’' itu muncul maka segeralah
ditepis dan jangan dibiarkan terus menerus karena itu adalah bisikan setan.
Berusaha untuk tidak menceritakan
kebaikan yang kita amalkan kepada orang lain, kecuali dalam keadaan darurat.
Seperti, bila orang berpuasa yang bertamu, kemudian dijamu. Boleh baginya
mengatakan bahwa ia dalam keadaan berpuasa.[10] untuk menghormati jamuan tuan
rumah.
BAB III
KESIMPULAN
Apa yang kita amalkan ini belum seberapa
dibandingkan amalan, ibadah, ilmu dan perjuangan para shahabat dan para ulama'.
Lalu apa yang akan kita banggakan? Ibadah dan ilmu kita amatlah jauh dan jauh
sekali bila dibandingkan dengan ilmu dan ibadah mereka namun kita
masih bisa masih ada kesempatan untuk lari dari takdir yang mempengaruhi kita
untuk menuju takdir lain supaya kita bisa sedikit menepis Riya’ dari
berbagai pengaruh yang ada karena kita terlahir tentunya tidak mungkin terlepas
dari adanya unsur keluarga, kemudian berproses bersama teman yang didalamnya
ada benih terbentuknya mental Riya’.
Sebab dan ciri-ciri
Riya’ seagai mana tertulis diatas dapat kita ketahui bahwa munculnya hal
tersebut selain dapat muncul karena pengaruh internal (karena adanya perasaan yang tumbuh dari
diri sendiri) dengan artian tidak adanya pengaruh dari orang lain melainkan
karena kebutuhan juga adanya faktor eksternal yang mempengaruhi
tingkatan perasaan setiap individu.
Kedudukan Riya’
dalam Islam sangat dipandang bahaya bagi kaum muslimin bahkan Masih
Al Dajjal dijadikan perbandingan terhadap Riya’. Sekalipun ini merapakan
penyakit yang dapat merusak amal ibadah akan tetapi ini masih bisa diobati yang
tentunya sesuai dengan resep dalam al-Quran maupun al-Hadits.
Sekian
makalah ini kami tulis, semoga berbagai aktifitas yang kita lakukan tidak ada
sedikitpun unsur Riya’.
DAFTAR PUSTAKA
Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung : Pustaka Setia: 2003),
Departemen
Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV. ALWAAH),
HR Ibnu Majah 4204, dari hadits Abu Sa’id Al Khudri,
hadits ini hasan -Shahih At Targhib wat Tarhib no 27
Muhammad Ali,
Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo),
.
Maftuh Ahnan, Menghindari Bahaya Riya’’’, (Surabaya :
Delta Press, 2011)
HR. Al Imam Muslim dari sahabat Zuhair bin Harb no. 1150)
http://al-aisar.com/content/view/123/414/
[3] . ibid
[6] [HR Ibnu Majah 4204, dari hadits Abu Sa’id Al Khudri,
hadits ini hasan -Shahih At Targhib wat Tarhib no 27].
[8]
http://al-aisar.com/content/view/123/414/
[10] (Lihat HR. Al Imam Muslim dari sahabat Zuhair bin Harb
no. 1150)
Namun boleh pula baginya berbuka (membatalkan puasa selama bukan puasa yang wajib)
Namun boleh pula baginya berbuka (membatalkan puasa selama bukan puasa yang wajib)
No comments:
Post a Comment