BAB I
PENDAHULUAN
Tafsir menurut bahasa adalah penjelasan atau keterangan,. ucapan yang
telah ditafsirkan berarti ucapan yang tegas dan jelas. Menurut istilah,
pengertian tafsir adalah ilmu yang mempelajari kandungan kitab Allah yang
diturunkan kepada Nabi SAW., berikut penjelasan maknanya serta hikmah-hikmahnya.[1]
Sebagian ahli tafsir mengemukakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas
tentang al-Quran al-Karim dari segi pengertiannya terhadap maksud Allah sesuai
dengan kemampuan manusia. Secara lebih sederhana, tafsir dinyatakan sebagai
penjelasan sesuatu yang diinginkan oleh kata.[2]
Dengan
mengetahui pertian tafsir
diatas, maka tafsir yang penulis maksud adalah penafsiran surat al-ikhlas dalam
kitab Baidlowi. Jadi segala
sesuatu ucapan / kandungan surat
al-Ikhlas yang dipertegas dan diperjelas oleh pengarang kitab tafsir baidhowi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. الإخلاص : ( 1 ) قل هو الله أحد
)قل هو الله أحد( الضمير للشأن
كقولك هو زيد منطلق وارتفاعه بالابتداء وخبره الجملة ولا حاجة إلى العائد لأنها هي
هو أو لما سئل عنه (صلى الله عليه وسلم) أي الذي سألتموني عنه هو الله إذ روي أن
قريشا قالوا يا محمد صف لنا ربك الذي تدعونا إليه فنزلت وأحد بدل أو خبر ثان يدل
على مجامع صفات الجلال كما دل الله على جميع صفات الكمال إذ الواحد الحقيقي ما
يكون منزه الذات عن أنحاء التركيب والتعدد وما يستلزم أحدهما كالجسمية والتحيز
والمشاركة في الحقيقة وخواصها كوجوب الوجود والقدرة الذاتية والحكمة التامة المقتضية للألوهية وقرئ هو الله بلا )قل( مع الأتفاق على أنه لا بد منه في (قل يا أيها الكافرون) ولا يجوز في تبت ولعل
ذاك لأن سورة الكافرون مشاقة الرسول أو موادعته لهم وتبت معاتبة عمه فلا يناسب أن
تكون منه وأما هذا فتوحيد يقول به تارة ويؤمر بأن يدعو إليه أخرى.[3]
Secara global, lafadz
ayat pertama artinya adalah “Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa”. [4]
Dalam
kitab Baidowi, penjabarannya adalah pengakuan untuk mengesakan Allah secara
Agung / meng-esa-kan kesempurnaan dalam sifat Robbi dengan ketauhidan yang
hakiki dari apa yang ada dalam sifatnya Allah yaitu dengan cara membersihkan /
menghilangkan dzat Allah dari susunan (Allah tidak terdiri atas berbagai
susunan/komposisi yang tersusun), bilangan (adanya Allah bukan dari kelompok /
golongan / jenis / jumlah/keragaman yang menyatu) dan bersih dari sesuatu yang
lahir dari salah satu itu, seperti jisim (materi), tahayuz (Bentuk),
serikat pada kekhususannya seperti wajibnya sifat wujud, kekuasaan dzatiyyah, hikmah
sempurnaan yang menunjukan sifat ketuhanan.
Dalam
ayat ini, sebagaian ulama ada yang membacanya tanpa lafadz “qul”, hal
ini berbeda dengan lafadz “qul” pada ayat ““qul” yaa ayuhal
kaafiruun” yang dimufakati wajib dilafadzkannya dan wajib tidak melafadzkan
“qul” padaayat “taabat …..”, kemungkinan itu semua dikarenakan
surat al-Kafirun adalah menunjukan kesusahan rasul atau perpisahannya
rosul dengan orang kafir, sedangkan lafadz “tabbat…..” mencela paman
rosul sehingga tidak pantas menggunakan lafadz “qul”. Adapun surat ini
menunjukan surat tauhid yang suatu ketika Beliau (rosul) mengatakan lafadz “qul”.
B. الإخلاص : ( 2 ) الله الصمد.
(الله الصمد) السيد المصمود إليه في الحوائج من صمد إليه إذا
قصد وهو الموصوف به على الإطلاق فإنه يستغنى عن غيره مطلقا وكل ما عداه محتاج إليه
في جميع جهاته وتعريفه لعلمهم بصمديته بخلاف أحديته وتكرير لفظة (الله(
للإشعار بأن من لم يتصف به لم يستحق الألوهية وإخلاء الجملة عن العاطف
لأنها كالنتيجة للأولى أو الدليل عليها.
Secara
global arti dari ayat ke dua ini adalah “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”.
Pada ayat ini, menerangkan tentang
kebutuhan/hak yang dikhususkan kepada Allah untuk mencapai tujuan. Allah ini
memiliki sifat As-Shomad
secara mutlak karena sesungguhnya Allah tidak butuh dzat lain dan semua
hal selain Allah pasti membutuhkan-Nya dalam semua aspek/dimensi sebab mereka
tahu akan adanya sifat Shomadiyyahnya Allah, berbeda dengan sifat Ahadiyyah
Allah. Mengulang lafadz Allah pada ayat ini sebagai pemberitahu bahwa dzat yang
tidak memiliki sifat Ash-somad maka tidak berhak menjadi Tuhan.
Pada ayat ini tidak menggunakan harful ‘athof karena ayat ini adalah kesimpulan
dari ayat pertama atau yang menunjukan kepada ayat kesatu.
C. الإخلاص : ( 3 ) لم
يلد ولم . . . . .
(لم يلد) لأنه لك يجانس
ولم يفتقر إلى ما يعينه أو يخلف عنه لامتناع الحاجة والفناء عليه ولعل الاقتصاد
على لفظ الماضي لوروده ردا على من قال الملائكة بنات الله أو المسيح ابن الله أو
ليطابق قوله (ولم يولد( وذلك لأنه لا يفتقر إلى شيء ولا
يسبقه عد م.
Makna
secara utuh dalam ayat ini adalah “Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan”.
Pada ayat ini menyatakan
bahwa dzat Allah tidak menyamai (golongan) dan tidak butuh pada sesuatu hal
yang memberi pertolongan. Allah tidak butuh terhadap pemberi pertolongan (anak)
atau pengganti (putra mahkota). Redaksi Ayat ini menggunakan kata yang
menunjukan zaman lampau (madhi) karena untuk menyangkal orang-orang yang
mengatakan bahwa malaikat adalah anak perempuan Allah dan Almasih adalah putra
Allah atau untuk membanding ayat “Walam yuulad”.
Walam yuulad ini sebagai pernyataan bahwa Allah
tidak membutuhkan sesuatu dan tidak didahului sifat ‘adam yang mana
Allah belum pernah tidak ada dalam suatu dimensi apapun.
D. الإخلاص : ( 4 ) ولم يكن له . . . . .
(
ولم يكن له كفوا أحد) أي ولم يكن أحد
يكافئه أو يماثله من صاحبة أو غيرها وكان أصله أن يؤخر الظرف لأنه صلة (كفوا) لكن لما كان المقصود نفي المكافأة عن ذاته
تعالى قدم تقديما للأهم ويجوز أن يكون حالا من المستكن في (كفوا) أو خبرا ويكون
(كفوا) حالا من ( أحد) ولعل ربط الجمل الثلاث بالعطف لأن
المراد منها نفي أقسام المكافأة فهي كجملة واحدة منبهة عليها بالجمل وقرأ حمزة
ويعقوب ونافع في رواية كفوا بالتخفيف وحفص ) كفوا ( بالحركة وقلب الهمزة واوا
ولاشتمال هذه السورمع قصرها على جميع المعارف الإلهية والردعلى من ألحد فيها جاء
في الحديث أنها تعدل ثلث القرآن فإن مقاصده محصورة في بيان العقائد والأحكام
والقصص ومن عدلها بكله اعتبر المقصود بالذات من ذلك وعنه (صلى الله عليه وسلم) أنه
سمع رجلا يقرؤها فقال وجبت قيل يا رسول الله وما وجبت قال وجبت له الجنة.
Makna
secara utuh dalam surat ini adalah “Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
Dalam ayat ini dibahas tentang tidak adanya sesuatu hal
yang membandingi menyamai Allah seperti isteri ataupun yang lain. Asal
tarkibnya adalah mengakhirkan dzarof ( kalimat lahu) karena lafadz lahu
menjadi silah (persambungan) dari lafadz kufuan, namun ketika yang dimaksud
adalah meniadakan perbandingandari dzat Allah maka lafadz “Lhau” didahulukan
sebab lebih penting, dan boleh lafadz lahu menjadi khal dari dhomir yang
tersimpan dari lafadz kufuan atau menjadi khobar sedangkan lafadz kufuan
menjadi khal dari lafadz ahad. Tiga jumlah tersebut dirangkai dengan huruf
‘atof mungkin karena yang dimakud adalah meniadakan macam-macam perbandingan.
Maka jumlah tersebut seperti halnya satu jumlah yang mengingatkan macam-macam
perbandingan.
Sohabat Hamzah, Yakub, Nafi’, dalam satu
riwayat membaca lafadz kufuan dengan cara di di tahfif / diringankan
(kufwan), kemudian Imam Hafs membaca lafadz kufuan dengan harokat dan merubah
hamzah menjadi wawu ( kufuan). Karena surat yang pendek ini mengandung semua
pengetahuan tentang ketuhanan dan penyangkalan pada orang yang menentang
hakikat Allah maka dalam hadits Rosulullah menyatakan bahwa surat ini
membandingi sepertiga Al-Qur’an. Sesungguhnya maksud maksud Al-Qur’an diringkas
dalam keterangan tentang aqidah, hukum dan kisah. Rosulullah juga pernah
menjumpai seseorang sedang membaca surat ini kemudia beliau mewajib kannya atas
dia untuk masuk surga.
BAB III
KESIMPULAN
Ayat ini
merupakan ayat tauhid yang didalamnya membahas tentang keesaan Allah untuk
menepis segala definisi tentang Tuhan sebagai sesembaan. Allah dalah surat Ini
merupakan tujuan dan pengharapan atas segala kebutuhan sekalipun Allah tidak
butuh dengan keberadaan yang lain.
Keistimewaan
surat ini diantaranya adalah membandingi sepertiga al-Qur’an dan rosulpun
mewajibkan pada yang membaca surat ini untuk masuk surga.
DAFTAR REFERENSI
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV. ALWAAH),
http://id.wikipedia.org/wiki/Tafsir
http://journal.uii.ac.id/index.php/JHI/article/viewFile/157/122
الكتاب
: تفسير البيضاوى ـ موافق للمطبوع المؤلف : البيضاوي دار النشر : دار الفكر - بيروت
No comments:
Post a Comment